Seperti biasa, Lily berangkat ke kampus dengan diantar oleh Papanya sendiri, Dokter Evan. Menjadi anak tunggal bagi Lily bagaikan dua sisi mata uang. Disatu sisi, ia sangat berbahagia karena semua perhatian dan kasih sayang hanya tercurah padanya. Tapi di sisi lain, Lily juga harus menghadapi sikap kedua orang tuanya yang seringkali over protektif, terutama Sang Papa.
Dokter Evan bahkan tak bisa mempercayai orang lain untuk mengantar jemput Lily sejak putrinya itu mulai bersekolah. Dan jangan harap Lily bisa berpacaran. Karena setiap pemuda yang mendekati Lily akan dibuat lari tunggang langgang jika sudah bertemu dengan Dokter Evan.
Terkadang Lily sendiri tidak tahu mesti tertawa atau menangis. Yang jelas, di usianya yang sudah menginjak dua puluh satu tahun, Lily belum pernah merasakan yang namanya berpacaran.
"Sudah sampai." Suara Dokter Evan membuyarkan lamunan Lily.
Lily pun langsung mengambil tas dan buku-bukunya, lalu hendak beranjak turun dari mobil.
"Tuan Putri, apa kamu tidak melupakan sesuatu?" Tanya Dokter Evan sambil tersenyum.
Lily berbalik sambil berdecak sebal.
"Papa, aku bukan anak SD lagi." Ujarnya sambil cemberut.
"Iya, tapi kamu tetap putri Papa." Dokter Evan bersikeras.
Lily menghela nafasnya, kemudian mencium kilas pipi Dokter Evan. Hal yang selalu dia lakukan saat diantar ke sekolah oleh Papanya itu sejak taman kanak-kanak.
Dokter Evan tersenyum senang, lalu mengusap dengan sayang pucuk kepala Lily.
"Papa...rambutku jadi berantakan..." Lily sedikit merengek sambil merapikan kembali rambutnya. Dokter Evan hanya tertawa sambil mencubit gemas pipi Lily.
"Sakit, Papa!" Lily protes dengan sedikit terpekik. Terkadang dia kesal pada sikap Papanya yang selalu menganggapnya seperti anak kecil.
Dengan memegangi pipinya yang masih memerah karena cubitan tadi, Lily turun dari mobil. Meskipun kesal, Lily tetap melambaikan tangan saat mobil sang papa bergerak meninggalkan area kampus.
Lily pun melangkah memasuki bangunan kampus tempatnya berkuliah.
Sepanjang perjalanan, hampir setiap mahasiswa dan mahasiswi di kampus itu menyapanya dengan ramah. Dan tentu saja Lily menanggapi dengan ramah juga.
Lily adalah seorang selebriti kampus. Entah itu senior ataupun juniornya, tak ada yang tak mengenal seorang Lily Bramasta di kampus tersebut. Bukan hanya karena wajahnya yang cantik, tapi ada beberapa alasan yang membuatnya dikenal hampir semua orang.
Pertama, dia adalah satu-satunya mahasiwi kedokteran dengan nilai di atas rata-rata yang kemudian tersesat ke fakultas bisnis. Saat di fakultas kedokteran, Lily pernah pingsan karena melihat darah ketika tugas praktek berlangsung. Dan baru diketahui ternyata dia penderita hemophobia, sebuah kondisi dimana ia punya ketakutan berlebih terhadap darah. Sejak saat itu dia keluar dari fakultas kedokteran dan memilih untuk masuk ke fakultas bisnis. Yah, setidaknya dia sudah berusaha untuk meneruskan profesi Papanya, meski tak berhasil.
Lalu yang kedua, Lily sangat ahli dalam hal tebar pesona. Dimana pun dia berada, gadis itu akan jadi pusat perhatian dan mampu mengambil hati siapa saja. Bahkan tak jarang para mahasiswa berkelahi satu sama lain hanya untuk merebut perhatian Lily. Bahkan yang terakhir terjadi, seorang mahasiswa junior Lily sampai masuk ke dalam got hanya karena Lily tersenyum padanya.
Pesona Lily memang sudah tidak diragukan lagi.
Lalu yang terakhir, Lily adalah teman baik Zivanna Brylee. Putri dari investor terbesar di kampus itu.
Zivanna juga tercatat sebagai seorang mahasiswi di sana. Mahasiswi yang seharusnya di wisuda tahun ini, tapi meminta ditangguhkan karena masih ingin kuliah. Disaat orang lain ingin menyelesaikan kuliah secepat mungkin, gadis itu malah tak ingin cepat-cepat selesai kuliah. Lalu alasannya, hanya dia sendiri dan Tuhan saja yang tahu. Yang pasti, hanya putri keluarga Brylee saja yang bisa melakukan hal itu.
Lalu setelah Lily dan Zivanna, ada satu lagi orang yang melengkapi kemana pun mereka pergi. Seorang pemuda bernama Darrel yang tak lain adalah putra dari mantan asisten Papa Zivanna.
Darrel ibarat perpaduan antara seorang vampir dan tokoh anime, Naruto. Seringkali terlihat dingin, tapi terkadang juga bisa jahil dan melakukan hal gila yang tak terbayangkan orang lain. Tapi meski begitu, Darrel ternyata orang yang peduli terhadap penderitaan orang lain. Seringkali dia kedapatan membantu sesama mahasiswa yang memgalami pembulian. Dan saat mengetahui apa yang dilakukan Darrel, Lily dan Zivanna juga ikut-ikutan menggalakkan gerakan anti-bullying di kampus mereka, hingga akhirnya ketiga orang ini mendapatkan julukan The Three Musketeers. Julukan yang terdengar sangat konyol dan membuat ketiganya merasa ingin muntah.
Dan kini, setelah Lily tiba di kampus, The Three Musketeers yang legendaris itu melakukan pertemuan darurat di kantin kampus. Dengan di temani makanan ringan dan minuman kesukaan masing-masing, ketiganya tampak sedang membahas sesuatu yang amat sangat penting. Terlihat sangat serius, hingga para mahasiswa lain tak berani untuk terlalu mendekat, apalagi sampai mendengar pembicaraan mereka.
"Jadi kamu sungguhan menyukai Kak Al?" Zivanna terus memberondong Lily dengan pertanyaan yang sama berulang kali. Dia seakan tak percaya pada pengakuan Lily.
"Kenapa Kak Zi terkejut begitu, sih? Aku kan memang sejak lama menyukai Kak Albern. Kenapa sekarang heboh sendiri?" Lily yang notabene-nya adalah pihak yang diintrogasi malah terlihat santai.
Zivanna sedikit membulatkan matanya.
"Aku tahu kamu suka Kak Al, tapi aku kira hanya rasa suka yang biasa. Aku tidak pernah mengira rasa suka kamu sampai seperti itu."
Lily menoleh kearah Zivanna, lalu tertawa kecil.
"Kak Zi ini bicara apa, rumit sekali? Rasa suka biasa, suka yang seperti itu. Aku jadi agak bingung." Ujar Lily di sela kekehannya.
"Jangan bilang kamu sedang menjahili aku?" Zivanna tiba-tiba menatap Lily dengan penuh rasa curiga.
Lily semakin terkekeh melihat raut wajah Zivanna.
"Benar, kan? kamu pasti sedang menjahili aku." Dengus Zivanna agak kesal.
"Tidak, aku serius." Jawab Lily kemudian.
Zivanna kembali menoleh dengan mata membulat.
"Ayolah, Lily. Kamu jangan mempermainkan aku." Zivanna terlihat gemas dan sedikit putus asa. Seperti biasa, Lily selalu berhasil memanipulasinya.
"Kalau begitu, biar aku tanya satu hal pada Kak Zi." Lily terlihat mulai berbicara serius.
Zivanna tertegun sejenak.
"Oke, mau tanya apa?"
Lily terdiam selama beberapa saat.
"Kak Zi, apa Kakan keberatan kalau suatu hari nanti aku menikah dengan Kak Al dan menjadi Kakak ipar Kak Zi?" Tanya Lily kemudian.
Darrel langsung tersedak minuman yang di sesapnya. Sedangkan Zivanna terperangah dengan mata yang membulat sempurna.
"Are you kidding me?" Zivanna bergumam lirih.
"Aku serius." Jawab Lily dengan santai.
Zivanna tampak terkejut sampai-sampai membekap mulutnya sendiri dengan telapak tangannya.
"Lily, jika tidak ingin aku membuat rambutmu menjadi botak, aku harap kali ini kamu tidak sedang membuat prank."
Bersambung...
Jangan lupa like, komen dan vote
Happy reading❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Borahe 🍉🧡
kirain LIly anaknya Dean dan Kara. eh anaknya si dokter ternyata
2024-12-30
1
suhawati Wati
darel tu anaknya asisten Aaron sama sahabatnya zaya ya. duh siapa sih namanya lupa
2021-08-04
0
Kang goyang
uwuuuuu 3 orang yg bikin heboh 😍😍😍😍😍 suka suka suka 🤗🤗🤗🤗🤗
2021-07-25
0