*
*
*
Saat Dennis kembali masuk ke dalam rumah, ia kembali ke tempat duduknya, yaitu di sofa ruang tamu. Sebelumnya Dennis sedang menonton tv di sana. Tapi sekarang ia melihat ada Brian sedang bermain game PlayStation.
Dennis tersenyum, lalu berjalan menghampiri anak itu. Saat Dennis ingin duduk di sampingnya, tiba-tiba Brian bertanya dengan nada dingin. "Apaan, ayah?"
"Kau sudah mandi?" tanya Dennis balik.
"Udah, lah."
"Gak makan dulu?"
"Entar aja, ish!"
"Apa kamu gak la–"
"Aaaah, jangan nanya mulu, ayah! Aku gak suka dikasih banyak pertanyaan." Brian menyela. Ia sempat melirik tajam ke Dennis, tapi saat kembali melirik ke tv, ia menggerutu kesal karena ia kalah dalam bertarung di game tersebut. Langsung saja ia membanting stik PS nya ke bawah, lalu beranjak dari sofa.
"Ah, ini gara-gara ayah berisik, sih! Jadi kalah, kan!"
"Emm ... maaf, Brian." Dennis menundukkan kepala, lalu mengambil stik PS yang ada di samping kakinya. Beruntung benda itu mendarat di bantal sofa dan tidak rusak karena hantaman keras. "Kau mau main berdua sama ayah?"
"Gak! Aku udah males." Brian membuang muka, lalu tak sengaja matanya melirik jam dinding. Ia tersentak lalu bergumam, "Ah, waktu itu cepat amat." Setelah itu ia pun pergi ke kamarnya.
Setelah Brian pergi, Dennis menghembuskan napas panjang lalu bersandar di sofa itu. Ia meletakkan stik PS-nya di atas meja. Pandangannya masih menatap televisi yang memperlihatkan lingkungan dalam game.
"Hah, aku lelah kalau begini terus. Apa yang harus aku lakukan?" keluh kesah Dennis dalam batinnya. "Brian sepertinya masih membenciku. Tapi aku tidak tahu kesalahanku apa? Sepertinya aku kurang bisa dalam mendidiknya, haduh ...."
"Oh, halo, Rei. Tumben datang jam segini?"
Dennis membangkitkan kembali tubuhnya, lalu menoleh ke samping. Ia mendengar suara Cahya yang berbicara dengan seseorang dari teras rumah. "Eh, ada kak Rei datang?"
Dennis beranjak dari tempatnya untuk menyambut Rei juga di depan sana. Tapi mendadak muncul Brian yang berlari kecil ke arahnya. "Ah, minggir ayah!"
Brian sudah berganti pakaian. Ia hanya memakai kaus putih dan jaket Hoodie merah. Kelana pendek abu-abu dan di tangannya ia membawa ember plastik kecil yang bisa ia tenteng sesuka hati.
Penasaran dengan penampilan Brian, Dennis pun ikut berjalan ke pintu depan dan menemui Rei di sana.
"Kak Rei! Aku yang membawa embernya sekarang, ya?" Dengan senangnya, Brian menunjukkan barang bawaannya pada Rei. Dennis jadi ikut senang karena ia melihat wajah bahagia anaknya sekarang.
"Kalian mau memancing lagi?" tanya Cahya.
"Ya. Brian yang ngajakin." Jawab Rei.
"Aku pasti akan mendapatkan lebih banyak ikan daripada punya kak Rei, lihat saja nanti!"
"Oke, aku juga tidak akan mau kalah dari Brian."
Cahya tertawa kecil, lalu mengelus kepala anaknya. "Oh, oke oke. Untuk makan malam hari ini, kau yang membawakan menunya, ya, sayang?"
Brian mengangguk cepat, lalu menepis pelan tangan Cahya karena ia tidak suka dielus. Menurutnya elusan di kepala itu hanya untuk anak kecil. Pikirannya sudah mulai dewasa, dan ia juga paling benci kalau dibilang anak kecil lagi.
Brian mulai berlari meninggalkan rumah. "Kak Rei! Siapa yang sampai di sana lebih dulu harus memasangkan umpannya, ya?"
Rei tentu saja mengejarnya dari belakang. "Awas jangan lari-lari. Nanti jatuh, kau nangis."
"Ahaha ... tidak mungkin. Brian kan kuat dan gak cengeng."
Senyuman Dennis memudar saat Brian dan Rei pergi. Ia merasa sedih melihat Brian yang lebih bahagia di dekat Rei, daripada dirinya yang sudah menjadi ayah untuk Brian.
Dennis merasa tidak bisa menjadi ayah yang hebat untuk Brian. Yang pantas menjadi ayah untuk anak laki-laki itu adalah Rei.
Belum lama ini, keakraban Brian dengan Rei selalu membuat Dennis iri ketika melihatnya. Ia juga ingin mengajak Brian jalan-jalan. Tapi ketika di ajak, anak lelakinya itu selalu membandingkannya dengan Rei.
"Aku tidak menyangka kalau menjadi orang tua itu tidak mudah seperti memelihara anak kucing." Batin Dennis.
... ****************...
Brian dan Rei pergi ke hutan kota yang tak jauh dari rumah Dennis. Di sana ada sungai kecil yang terdapat banyak ikan. Tentu saja mereka bisa izin untuk memancing di sana dan banyak pemancing lainnya juga yang berkumpul. Tapi mereka berdua biasanya mencari tempat yang sepi dari orang lain agar tidak ada pesaing.
Saat sampai di tempat biasa, Brian melompat-lompat kecil, lalu memanggil Rei. "Kak Rei! Aku yang menang, loh!"
"Ya, ya ... aku yang pasang umpan sekarang." Rei meletakkan alat pancing yang ia bawa di samping, lalu mengeluarkan kotak kecil yang berisi banyak cacing di dalamnya. Langsung saja Rei memasangkan umpannya, sementara Brian melemparkan pelet ikan untuk memancing para ikan itu mendekati kawasan mereka.
"Yosh, siap." Rei selesai. Ia langsung memberikan alat pancing yang sudah diberi umpan itu pada Brian.
"Wah, keren kak Rei!" Dengan senang, Brian menerimanya. Setelah itu, Rei memasangkan umpan lainnya di pancingannya.
"Hmm ... Hari ini hanya sebentar saja, ya? Soalnya tar sore, aku ada kerja." Ujar Rei sambil berusaha menusuk tubuh cacing itu secara perlahan.
"Yah ... kurang asik kalau sebentar doang, kak Rei." Brian mengeluh, lalu melempar umpan yang telah terpasang pada kailnya sampai masuk ke dalam air sungai. Ia duduk di batu dekat sana dan menunggu.
"Iya, aku tidak bisa lama-lama. Kalau kau merasa belum puas, minta ayahmu saja untuk mancing juga."
"Hah? Ngapain ngajak ayah. Mending aku main game di rumah kalau kak Rei gak bisa temenin aku mancing."
"Memangnya ada apa dengan ayahmu?" tanya Rei. Tak lama ia selesai dengan pancingannya, dan mulai memancing seperti Brian. Sekarang saatnya mereka mengobrol sambil menunggu ikan menggigit umpan.
"Kan terakhir kita ajak dia, dia masa gak bisa masang umpan, sih? Haduh ... payah banget." Jawab Brian. Ia bahkan kembali mengingat kelakuan ayahnya kemarin yang selalu memutuskan tubuh cacingnya sebelum ditancapkan ke kail pancing.
"Lalu ... kemarin pas pulangnya, mendengar suara anjing menggonggong saja dia langsung ketakutan. Dasar penakut." Kemarin setelah selesai memancing bersama, Dennis dan Brian melewati sebuah gang yang di mana salah satu rumah di sana ada yang memelihara seekor anjing.
Saat hewan itu menggonggong, Dennis terkejut dan nyaris berlari. Tapi ia ingat dengan Brian yang ada di dekatnya, dan langsung mengajaknya untuk cepat-cepat jalannya. Di situ Brian benar-benar merasa hari kemarin adalah hari terburuk untuknya.
"Apanya yang harus ditakutkan, coba? Anjing doang. Dih!" Brian melanjutkan. "Trus sikapnya masih kayak anak kecil." Brian sering melihat beberapa orang yang suka mengelus kepala Dennis dan lelaki itu selalu menyukainya.
Rei sudah kenal dengan Dennis sejak lama. Ia juga tahu apa kelemahan dan ketakutan Dennis. Jadi kalau soal Dennis takut dengan anjing itu hal biasa untuknya. "Brian, ayahmu memang takut sama anjing karena traumanya. Jadi maklum aja. Tapi ayahmu itu pemberani, loh!"
"Hah? Pemberani dari mananya? Sama ibuku saja takut. Huh, benar-benar payah. Dia terlalu lembut orangnya."
"Ya ... tapi kan mau bagaimana pun juga, dia tetap ayahmu. Kau harus menghormati dan menyayanginya. Dia pasti juga sayang padamu." Rei menasihati. Lalu mendadak tongkat pancingnya bergerak. Tanda kalau sudah ada ikan yang memakan umpan.
Rei langsung bersiap. Ia mendiamkannya beberapa detik, lalu menarik pancingannya secara perlahan. Saat kail dengan ikan itu sudah dekat dengan daratan, Rei langsung menariknya dan memasukkan ikan itu ke dalam jaring yang sudah Brian siapkan.
Brian sangat senang Rei bisa mendapatkan ikan yang lumayan besar. Sampai dengan sengaja ia bergumam dalam hati, "Andai saja ayahku adalah kak Rei. Pasti bakalan seru."
...****************...
"Maaf, ya, tidak bisa menemanimu lebih lama lagi."
"Tidak apa kak Rei!" Brian menggeleng pelan, lalu menunjukkan ember yang penuh dengan ikan hasil tangkapan mereka. "Dua jam ini saja kita bisa dapat lumayan buat makan malam. Kalau aku sama ayah, gak bakal bisa dapat sebanyak ini."
"Eh? Kau membawa pancinganku?" tanya Rei sambil melihat-lihat sekelilingnya. Di tangan, ia hanya memegang satu pancingan. Saat memerhatikan Brian, ternyata Brian hanya memegang ember itu saja. "Ah, sepertinya pancingan kita ketinggalan satu di tempat tadi."
"Oke kalau gitu aku yang ambil ke–"
"Jangan, Brian. Kita bersama-sama saja. Ayo!" Rei mengajak tapi Brian menggeleng pelan. Ia tidak mau ikut dengan Rei dan memutuskan untuk tetap tinggal di tempat itu saja sambil menunggu. "Tidak. Aku menunggu di sini saja."
"Oh, oke. Berhati-hatilah! Aku akan segera kembali." Rei pun pergi kembali ke hutan kota. Untung jalannya tidak terlalu jauh, jadi Rei tidak akan lama.
Sementara itu, Brian masih menunggu di pinggir jalan yang sepi. Tapi masih terdapat rumah penduduk di sana. Hanya saja, jarang ada pejalan kaki atau kendaraan apapun yang lewat.
Sampai tak lama setelah Rei pergi, sebuah mobil Van hitam tiba-tiba berhenti di depan Brian. Brian yang heran, tapi merasa curiga pun memerhatikan mobil itu dengan hati-hati. Tapi tidak ada gunanya juga dia berdiam diri di sana. Anak laki-laki itu ingin meninggalkan tempatnya dan menyusul Rei saja.
Namun saat baru tiga langkah ke depan, tiba-tiba pintu mobil itu terbuka dan dua orang dewasa keluar dari dalam sana lalu menangkap kedua tangan Brian dan menjatuhkan ember yang ia pegang. Ikannya pun berantakan di atas aspal.
Anak laki-laki itu sudah sering berkelahi, jadi ia bisa sedikit melawan. Tapi karena lawannya lebih besar, ia memutuskan untuk melarikan diri saja setelah terbebas dari kedua orang dewasa tersebut.
Brian mencoba untuk terus memberontak sampai mereka mau melepaskannya. Tak lupa ia juga berteriak meminta tolong dan kakinya terus menahan tubuhnya agar tidak dapat ditarik masuk ke dalam mobil.
Karena teriakan dan tubuhnya yang tidak bisa diam, salah satu dari orang dewasa itu langsung membekap mulut Brian dengan kain dan seketika lelaki itu langsung tak sadarkan diri. Tubuhnya lumpuh seketika. Tapi sebelum menutup mata, ia sempat melihat bayangan seseorang yang menghampirinya dengan cepat, namun tak jelas.
*
*
*
To be continued–
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Emmy Ndoen
aduh... anak 9 tahun ko bisa ya... g ada hormatnya sama orang tua....
2021-07-28
0
IZHUKAA``^-^
si Brian nya g da akhlak njr samai u nya sndr
2021-07-18
0
WillStanis S
novelnya menarik dan tidak ketebak
2021-05-05
0