BAB 4

"Arga?! Gila, kamu berani keluar uang segitu? Baru ini kamu mau ngeluarin uang lebih dari lima juta. Enggak salah?" Tanya Doni yang terheran-heran dan diikuti tatapan aneh dari Indra. Arga mengangkat bahunya dengan senyum simpulnya, "Sorry, aku yang menang. Tapi aku nggak mau berbagi sama kalian, pegang kartu ATM ku, aku nggak ada lagi uang kontan." Kata Arga dengan nada sombong, lalu ia langsung melepas Cardigannya yang sepanjang lutut tersebut. Tak peduli dengan tatapan sengit Qirani, ia dengan kasar menarik tangan gadis itu hingga memaksanya untuk berdiri.

Arga menutupi tubuh Qirani dengan cardigannya. Karena Qirani hanya setinggi bahu Arga, Cardigan itu bisa menutupi tubuhnya hingga mendekati mata kakinya. Kemudian, sambil mengedipkan satu matanya membalas tatapan Qirani dan mengancingkan cardigannya itu. Agar tubuh Qirani tak lagi terlihat oleh yang lain.

"Aahh, curang!" Keluh Doni setengah kesal. Indra pun tampak sangat kecewa, "Yaahh, ditutupin," sambungnya. Sayangnya Arga tak peduli dengan komentar kecewa para sahabatnya. Dengan gerakan cepat, ia mengangkat tubuh Qirani. Gadis itu sempat meronta untuk sesaat, tapi menyerah pada akhirnya saat Arga melemparkan pandangan tajam ke arahnya.

"Mau kamu bawa kemana dia?" Tanya Doni cepat, menghalangi langkah Arga. Namun, Arga terus berjalan melewatinya dan menjawab dengan nada suara tegas, "Pulang! Giliran kalian sudah abis. Sekarang giliran ku bermain dengannya. Jangan lupa, urus pacarnya. Beresin semua sampah di sini." Akan tetapi, baru beberapa langkah berjalan Arga berhenti dan menoleh ke arah Doni, "Don, bilangin adikmu, kado ulangtahun dariku, menyusul besok!" sambungnya. Tanpa menunggu jawaban, Argapun membawa Qirani pergi.

"Nanti di lantai bawah, sembunyikan wajahmu." Bisik Arga saat mulai menapaki anak tangga turun kebawah. "Mas Galih... " Qirani tak melanjutkan kalimatnya untuk menanyakan soal keadaan Galih nantimya. Ia takut, akan menjadi bumerang kembali untuknya seperti saat sebelumnya. Arga paham apa yang ingin disampaikan gadis dalam gendongannya, "Enggak usah kuatir, temen-temenku akan membawanya berobat," tutur Arga yang membuat Qirani kemudian merasa lega.

Tiba di ujung tangga terbawah, Qirani menutupi wajah dengan kedua tangannya dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang Arga. Merasakan hembusan nafas Qirani di dadanya, Arga merasa aneh. Apa ini? Deg-degan? Jangan aja dia dengar detak jantungku sekarang.

"Aku... mau pulang..." lirih Qirani yang mulai paranoid dalam pelukan orang asing baginya. Arga melirik ke bawah untuk sejenak, melihat sosok gadis yang tampak lemah itu sedang mengiba kepadanya, Arga merasa tak tega. "Okey, aku akan membawamu pulang,"sahut Arga akhirnya. Namun di dalam hatinya, Arga tak rela membiarkan gadis itu pergi darinya. Langkahnya kembali tegap setelah memperbaiki caranya meggendong Qirani agar tak merosot ke bawah. Syukurlah.... akhirnya aku akan pulang. Kata Qirani dalam hati dan mulai merasa lega.

SELANG BEBERAPA WAKTU KEMUDIAN

Qirani tertegun dalam gendongan Arga. Ia menatap ke sekeliling sebelum memasuki lift, "Tunggu... ini dimana?" tanyanya dengan nada yang mulai cemas. Arga masih malas untuk menjawabnya dan terus melangkah memasuki lift. Qirani mencoba untuk bertanya kembali dengan menarik kaos Arga, "Kak, bolehkah aku turun? Aku cuma pingin pulang. Bunda pasti mencariku kalo malam ini aku nggak pulang bareng mas Galih. Aku... "

"Diam, berisik banget sih! Kita ke apartemenku dulu." Arga langsung memotong kalimat Qirani dengan harapan agar gadis itu tak lagi banyak bicara. Sayangnya, Qirani tak sepemikiran dengannya. Gadis itu justru memekik keras dan meronta ingin turun dari gendongan Arga, "Dasar, kamu sama aja!! Nggak tau malu!!! Turunin aku sekarang!!!" Arga lumayan kewalahan karena Qirani tak bisa diam dalam gendongan, akhirnya diturunkannya gadis itu. "Berisik! Atau kamu mau ngelakuin itu di lift?" keluh Arga mengumpat karena kesal.

Qirani yang langsung berdiri di sudut lift demi menjauh dari sosok Arga, merasa bingung dengan apa yang dikatakan Arga. "Ngelakuin apa?" Tanyanya penasaran sambil melihat ke arah Arga dengan wajah seriusnya. Arga merasa jengah, diliriknya Qirani dengan sudut matanya tanpa menoleh. Dasar bodoh! Masa iya harus aku jelasin mau ngapain. Pulang dengan keadaan kayak gitu, muka sembab abis nangis dan jejeritan nggak henti, mata pada bengkak kemerahan juga, dan lagi aku yang nganterin? Wah, bisa-bisa aku yang kena getahnya sama orang rumahnya,ogah amat! Sahut Arga hanya di dalam hatinya.

"Kak, Kak...!" panggil Qirani dengan nada suara yang lebih tinggi dari sebelumnya. Dan itu berhasil membuatnya membuyarkan lamunan pemuda yang berdiri tegak di tengah ruangan lift tersebut. Kembali, Arga hanya meliriknya sekilas kemudian dengan acuh tak acuh kembali meluruskan pandangannya kembali. Tepat saat itu, lift pun berhenti dan pintunya terbuka. "Kak, aku nggak mau ikut kamu. Aku mau pulang, tolonglah!" Kali ini, Qirani memberanikan diri mengulurkan tangannya untuk menyentuh kaos Arga. Belum sampai jari jemarinya menyentuh kaos Arga, Arga sudah mencekal pergelangan tangannya dan menariknya keluar dari lift. "Ayo, jalan! Jangan cerewet lagi, aku nggak bakalan ngapa-ngapain kamu," ujar Arga setengahnya menyeret Qirani.

"Enggak! Aku nggak mau ikut! Lepasin!" Qirani bersikukuh dengan memegangi pntu lift yang sebelumnya hampir menutup. Pintu itu pun tertunda karena tubuh Qirani yang berdiri tepat di tengah pintu lift. Arga membelalakkan kedua mata tajamnya ke arah gadis itu. Qirani diam tak berkutik dengan tatapan maut itu, dan akhirnya mau tak mau, ia mengikuti langkah kaki Arga.

Tepat di pintu stainless steel dengan angka 111 yang terpampang jelas karena ukurannya yang besar, Arga memasukkan kode pintu masuk. Dan sesaat kemudian, pintupun terbuka. Arga melangkah masuk ke dalam dan melepas sepatunya. Qirani diam tak bergerak. Takut kalau-kalau ia melangkah masuk, sesuatu yang buruk akan terjadi. Ia hanya melongok ke dalam sambil memeluk tubuhnya sendiri.

"Masuk!!" seru Arga dengan nada memerintah. Dengan rasa was-was, Qirani melangkahkan kakinya ke dalam. Jalannya penuh kewaspadaan. Arga yang melihatnya berjalan seperti seekor kucing yang ingin mencuri ikan, mulai tak sabar. "Sini!" tariknya sedikit gondok dengan sikap Qirani tersebut.

"Aduuuhh!!" keluh Qirani saat lututnya tak sengaja mengenai ujung meja kaca di sisi kirinya.

Mendengar Qirani mengaduh, Arga melihat ke arahnya dan benar saja, Qirani membuka ujung Cardigan yang dikenakannya, lututnya tampak sedikit berdarah dengan luka tergoresnya tadi.

"Cewek bodoh! Jalan aja nggak bisa ngeliat ada apaan di depan mata sendiri." Umpat Arga yang tak habis dengan kecerobohan gadis itu. Wajah Qirani langsung masam "Kamu tarik aku... " sahut Qirani dengan nada lirih, takut salah memberikan alasannya mengaduh.

Arga mendorongnya untuk duduk di sofa. Kemudian ia melangkah ke sudut ruangan. Sesaat kemudian, ia meletakkan kotak P3K di atas meja, tepat di hadapan Qirani. Kasar banget.... Batin Qirani setengah kesal. "Nih! Obati lukamu!" kata Arga, yang lagi-lagi dengan nada memerintah.

Qirani membuka kotak P3K tersebut dengan tangan gemetar. Sekali ia melirik Arga, Arga malah menatapnya dengan tatapan menusuk. Qirani tak berani lagi mengangkat wajahnya.

Melihat Qirani yang gemetaran dan lamban, Arga merasa geregetan. Ia kembali mendekat ke arah Qirani duduk. Dengan kasar ia merebut kapas di tangan Qirani yang baru saja diambil gadis itu dari kotak P3K. "Lama sekali kerjamu. Cuma luka kecil aja, udah kayak mau mati aja!" komentar Arga pedas.

Aku ketakutan mau mati karena matamu itu!Jawab Qirani dalam hatinya sambil melihat apa yang dilakukan pemuda arogan itu.

Dengan cekatan, Arga membersihkan lukanya. Kemudian menorehkan sedikit obat merah dan memasang perban dengan rapi.

Qirani merasa takjub dengan hasilnya. Ia membelai perban yang menutup lukanya.

" Ih... rapi banget. Bagusnya. Apa kamu kuliah kedokteran?" puji Qirani dengan polosnya. Mendengar pujian tersebut membuat Arga merasa bangga. Merasa senang dipuji, padahal hanya sebuah hal kecil. Tapi Arga tak ingin terlihat senang di hadapan gadis tersebut. Raut wajahnya masih tetap tampak sombong. Cuma kayak gitu doang mah kecil... "Apa harus jadi dokter buat ngobatin luka kayak gitu doang?!" ketusnya.

Kembali Qirani tak berani bereaksi sedikitpun mendapat tanggapan segalak itu. Arga merapikan kembali kotak P3K-nya saat Qirani memberanikan diri untuk bersuara, "Mm... kapan aku bisa pulang? Sekarang udah makin larut, aku takut bundaku... "

"Sekarang juga boleh," tanggap Arga sambil duduk di sebelah Qirani setelah mengembalikan kotak P3K nya ke lemari kecil di sudut ruangan.

Mendengar apa yang dikatakan Arga, Qirani langsung menoleh ke arahnya dan terlihat sangat senang. Matanya langsung bersinar. Melihat betapa polosnya gadis disisinya itu, Arga merasa heran. Cewek ini beneran bodoh apa gimana sih? Dia ini kan lagi di tempat ku.

Di apartemen Arga Ekadanta, yang semua cewek berharap buat bisa masuk kesini. Koq dia malah pingin pulang melulu? Segitu nggak senengnya apa... mau jual mahal?? Atau dendam karena kejadian tadi? Nggak mungkin juga dia nggak tau siapa aku, bukan?Batin Arga merasa aneh.

Sesaat kemudian, tiba-tiba Arga seperti mendapatkan sebuah ide untuk melakukan sesuatu atas gadis yang ada di sampingnya tersebut.

"Apa beneran aku boleh pulang sekarang? Ya, sekarang?... Ya, kak?" tanya Qirani penuh harap dan masih menunggu jawaban yang pasti.

Arga mendekati Qirani dengan senyum yang mengembang. Kening Qirani berkerut. Secara spontan tubuhnya beringsut bergeser menjauh dari tubuh Arga yang mulai condong miring ke arahnya, "Siapa namamu?" tanya Arga yang terus mendekat ke arah tubuh Qirani dengan perlahan. Terpojok di sudut sofa, Qirani mulai cemas. Raut wajah cantiknya memucat. "Qi-Qirani.... Asha.... Glekk!" jawabnya sembari menelan ludah.

"Mmm, pake K apa Q?" lanjut Arga sambil mengulurkan tangannya ke bahu Qirani. Itu membuat Qirani gemetar. Pikirannya yang sempat tenang, kini kembali paranoid, "Ma-mau ap-pa?" gagapnya.

Dia benar-benar ketakutan, hehehe! Geli Arga dalam hati. "Jadi pake K atau Q?" Arga mengulang pertanyaannya sembari mengusap lembut pipi Qirani. Gadis itu menepis jari jemari Arga, "Q... " jawabnya lirih.

"As.... Ha apa Asa?" sambung Arga yang kini meletakkan tangannya di atas paha Qirani. Spontan gadis itu mencekal pergelangan tangan Arga demi mencegah Arga melakukan hal yang lebih lagi.

"As-ha, artinya harapan," jawab Qirani menjelaskan sambil memindahkan tangan Arga ke paha Arga sendiri. Arga tersenyum simpul, tapi bagi Qirani, senyum itu lebih mirip seringai. "Kumohon, biarin aku pulang sekarang ya. Aku janji, setelah ini, aku dan mas Galih nggak akan pernah muncul di hadapan kakak dan teman-teman kakak. Aku... "

"Cantik juga namamu... " pujian Arga memotong perkataan gadis berkulit putih pucat itu. Kali ini, Arga menyentuh rambut panjang Qirani yang tampak berantakan. Pemuda itu menarik pelan beberapa helai dan menciumnya tanpa mengalihkan pandangan matanya ke wajah Qirani.

"Wangi... rajin creambath?" tanya Arga dengan nada suara melembut. Qirani menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Arga. Kemudian, kedua tangannya mulai memeluk bagian depan tubuhnya. Insting melindungi diri sendirinya cepat juga. Tapi mau bertahan berapa lama buat jual mahal padaku? Yakin bisa menolakku? Di depan bilang nggak, ujung-ujungnya kamu yang akan tergila-gila padaku. Selalu kayak gitu, semua cewek sama saja...

"A-aku mau pulang!" Tiba-tiba Qirani memekik dan bangun dari duduknya. "Jangan harap!" cegah Arga dan langsung menggendong tubuh Qirani ke bahunya. Tentu saja, gadis itu memberontak dengan memukul punggung Arga berkali-kali, "Lepasin! Kumohon!!" serunya yang mulai terdengar terisak. Arga tak peduli. Begitu memasuki kamar tidurnya, dia melempar Qirani ke atas ranjang.

"Kamu mau apa?! Kasar banget! Aku mau pulang! Tolong! Tolong! Siapapun tolong aku!!!" Kali ini Qirani berteriak sekencang-kencangnya dengan harapan akan ada yang mendengarnya.

"Mau teriak sekencang apapun, enggak bakal ada yang denger. Apartemen ini kedap suara, cantik. Dan gimana dengan uang sepuluh jutaku? Bukankah aku harusnya dapetin sesuatu dengan harga setinggi itu, hem?" Arga terus menerus menggoda Qirani, kali ini dirinya berpura-pura masang wajah mesum. Mengerlingkan satu matanya dan membasahi bibirnya dengan lidahnya secara perlahan.

Sikap apa itu? Kenapa aku merasa dia mulai nggak bener? Aku sempet mikir, dia berbeda dengan yang lain. Tapi, sekarang dia mulai nunjukin sikap aslinya, sama-sama mesum. Qirani bergidik dengan isi pikirannya sendiri.

Tiba-tiba Arga membuka paksa cardigan yang menutupi tubuh Qirani. Spontan, "Jangan! Kumohon! Jangan!!!" Qirani menjerit histeris. Tapi Arga tak menghiraukan teriakan gadis yang kini berada di bawah tubuhnya dan hanya mengenakan pakaian dalam yang tersisa di tubuh Qirani.

"Aku mauu pulaaang!!! Kembali gadis itu menjerit sekencang-kencangnya sambil terus mendorong tubuh Arga agar menjauh. Aku mau tau, sampai dimana kamu pura-pura menolakku. Batin Arga yang mulai menciumi leher jenjang milik Qirani. Tubuh Qirani gemetaran. Spontan ia terus menjerit dan ketakutan.

Rasa takut yang teramat sangat mulai menguasai tubuh Qirani. Imajinya memperlihatkan sesuatu yang buruk atas dirinya akan terjadi.

Qirani terus menjerit, meronta, mengharapkan bantuan dari siapa saja yang mendengar permintaan tolongnya. Bahkan suaranya semakin lama terdengar serak dan hampir habis.

Arga menghentikan tindakannya karena mulai pusing dengan teriakan gadis itu, ditambah tangan Qirani memukul, mencakar, dan mendorongnya, "Hei! Kenapa kamu nggak bisa diam aja sih??? Berisik banget! Kupingku sakit!!" gerutu Arga kesal dan langsung memegangi kedua tangan Qirani dengan tangannya, lalu meletakkannya ke sampinv tubuh mereka.

"Kumohon, lepasin aku! Tolong, jangan, kak! Jangan! Lepasin aku!" suara protes dan memohon dengan nada serak dari Qirani membuat Arga merasa gadis itu benar-benar polos dan tak berpura-pura seperti dugaannya.

"Kamu tau siapa aku nggak sih?!" kali ini Arga mengajukan pertanyaan sembari mengangkat wajahnya agar dapat melihat wajah Qirani. "Jadi cewek bodoh banget sih?? Harusnya kamu bersyukur, aku bawa kamu kesini. Baru kamu, satu-satunya cewek yang bisa masuk ke tempatku dengan seijinku." Sambungnya saat mendapati mata sendu Qirani mulai meluncurkan bulir-bulir bening.

"A-aku... aku mau pulang... Kumohon, aku mau pulang... Bunda pasti nyariin aku. Aku mohon...." sahut Qirani yang terisak.

Arga menarik tubuhnya dan duduk di tepi ranjang setelah melepaskan kedua tangan Qirani, "Apaan sih, emang umurmu berapa?! Bunda, bunda, bunda melulu!! Ini malem minggu, wajarlah anak muda nggak pulang! Bundamu juga pernah muda!"

Qirani beringsut duduk di tempatnya terbaring sebelumnya, "Tolong aku, kak. Kumohon anterin aku pulang sekarang. A-aku harus pulang... A-aku ... "

"Emangnya kamu punya jam malam?!" sentak Arga mulai merasa kesal sambil berdiri dari duduknya dan mulai melepaskan kaos yang dikenakannya. Selanjutnya, laki-laki berusia awal dua puluhan itu mulai membuka ikat pinggangnya.

"Kak, kumohon. Aku mau pulang. Aku harus pulang...." Pinta Qirani dengan pemikiran yang negatif saat melihat apa yang sedang dilakukan Arga. Kenapa dia ngelepas pakaiannya?! Apa yang pingin dia lakuin lagi abis ini? Ya Allah! Ya Allah, tolong aku.... Kali ini, Qirani benar-benar menangis.

Arga yang baru saja menurunkan celana jinsnya dan hanya mengenakan celana boxer tampak melongo tak percaya melihat Qirani yang menangis bagaikan anak kecil minta jajan ke ayahnya.

Arga menjadi kebingungan. Koq jadi begini, sih?! Apa yang harus aku lakuin? Apa pulangin aja? Masa sih, dia nggak tau aku? Dia bisa datang ke acara ulangtahunnya Dita, harusnya dia kenal Dita. Dan kalo dia kenal Dita, dia juga tau aku dong, biarpun nggak kenal. Tapi, dia beneran nangis lho! Batin Arga semakin penasaran dan keheranan.

Qirani yang sebelumnya menangis keras, kini beralih perlahan menjadi sesenggukan saat melihat Arga yang hanya diam menatapnya, diapun berusaha untuk duduk. Sebuah selimut di dekatnya, ditariknya untuk menutupi tubuhnya. Ia merasa lelah yang teramat sangat dan kedinginan karena AC di kamar itu. Kepalanya mulai pening dan berputar.

"Siapa yang kasih ijin kamu pake selimut?!" sentak Arga sambil menyingkap selimut itu dari tubuh Qirani dan bersamaan dengan itu, tubuh kurus Qirani tumbang begitu saja tanpa basa-basi. Arga menatap sosok tubuh yang kini terbujur tak bergerak dan tanpa isak tangis.

"Hei! Hei!" panggil Arga yang merasa aneh dengan tak bergeraknya Qirani. Arga beranjak naik ke ranjang dan mengguncang tubuh Qirani beberapa kali, "Hei, cewek! Hei, ayolah! Aku cuma godain doang, koq! Hei, bangunlah!" Arga mulai cemas.

"Duh, dia pingsan beneran. Gimana nih? Ah, bener-bener dah, jadi ribet begini," keluh Arga sembari beringsut bangun dari ranjang dan mencari handphonenya.

Tepat di saat dirinya mengedarkan pandangan, matanya menemukan barang yang dicari. Segera Arga berjalan ke arah sofa untuk mengambil handphone nya. Dihidupkannya handphone dengan brand yang terkenal mahal di negri ini dan membuka kunci layarnya.

Wajahnya bergeleng beberapa kali saat menatap notifikasi di layar beranda, "Eh, Doni dan Indra? Banyak amat panggilan... Paling juga penasaran sama cewek ini... " Gumamnya seraya melirik ke arah tempat tidur. Ah, iya! Aku kan mau mau nelpon mereka buat minta tolong ngurusin itu cewek. Arga teringat kembali tujuan awalnya menyalakan handphone nya. Segera ditekannya nomor panggilan atas nama Indra dan menyambungkannya.

Setelah beberapa kali nada panjang panggilannya, akhirnya tersambung juga, "Ya, sayang...." Indra menjawab dari seberang dengan nada suara seorang kekasih. Arga yang sedang tak ingin menanggapi candaan sahabatnya itu segera berujar dengan serius, "Jangan lebay, buruan kesini! Aku butuh kamu buat nyadarin orang pingsan."

"Lah, koq bisa pingsan? Cewek apa cowok?" Kini, Indra terdengar serius menimpali alasan Arga meneleponnya. Ada nada penasaran dalam pertanyaannya. "Jangan banyak tanya, buruan aja kesini!" sahut Arga ketus.

Dan sambungan telepon pun diputus oleh Arga tanpa menunggu jawaban dari seberang. Setelah meletakkan handphone nya kembali di atas sofa, Arga pun kembali ke tempat tidur dan duduk di tepinya sembari termangu. Ditatapnya wajah Qirani yang tampak putih pucat. Rambutnya berantakan dan agak lembab karena basah oleh keringat. Disentuhnya leher Qirani, terasa dingin di telapak tangannya.

Ada rasa iba yang muncul melihat bagaimana kondisi Qirani. Selimut yang tadi sempat dihempaskanya begitu saja, kini dipungutnya dan digunakannya untuk menyelimuti gadis itu.

Dia bikin aku inget seseorang. Seseorang yang tiba-tiba ngilang gitu aja....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!