Teman Kakakku
Namaku Aulia Permata, aku masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas kelas 2 semester akhir. Orang-orang di sekelilingku bilang jika aku ini cantik dan juga rajin, tapi pada kenyataannya aku biasa saja.
Ya, mungkin aku memang cantik karena aku adalah seorang wanita. Dan jika dikatakan rajin mungkin itu tidak benar, karena sampai sekarang aku masih terus mengandalkan Kakakku untuk melakukan segala hal, termasuk membangunkan aku dan juga membuatkan makanan untukku setiap hari.
Kakakku bernama Reza Anugrah, seorang laki-laki yang menjadi saudara sekaligus merangkap sebagai orang tua. Karena semenjak orang tuaku meninggal 5 tahun lalu ia tidak pernah sedikit pun melepaskan pandangannya dariku. Dia sangat menyayangiku, semua yang aku katakan pasti akan ia penuhi bagaimana pun caranya.
Laki-laki bertubuh tinggi, berkulit putih dan bermata sipit itu menjadi tiang sandaranku saat aku mulai merasakan kegelisahan dan juga kegundahan.
Bagi dirinya aku bukan hanya seorang adik atau pun keluarga, aku adalah harta yang paling berharga untuknya dan karena hal itulah Bang Reza, (biasanya aku memanggilnya begitu) sangat posesif kepadaku.
Kami hanya tinggal berdua di sebuah rumah kecil bercat biru tua dengan kebun bunga yang kecil di depan rumah. Rumah ini adalah peninggalan dari Almarhum kedua orang tua kami dan sekaligus menjadi harta satu-satunya yang kami miliki saat ini.
Bang Reza sekarang bekerja paruh waktu di sebuah restoran, ia melakukan itu semua karena ia ingin memenuhi semua kebutuhanku dan juga kebutuhannya sendiri. Ia biasa berangkat kerja setelah sepulang dari kampus tempatnya menuntut ilmu.
Sebenarnya aku merasa kasihan pada Bang Reza, aku juga ingin membantunya dan tidak ingin terus menerus bergantung padanya. Tetapi, karena sayangnya kepadaku melebihi rasa sayang pada dirinya sendiri, ia tidak pernah sekali pun mengizinkan aku untuk pergi bekerja paruh waktu seperti apa yang ia lakukan.
Ia berkata jika aku hanya harus belajar dan belajar agar nanti bisa membuatnya bangga dan tidak usah berpikir untuk bekerja. Aku sedikit kesal sebenarnya, aku juga ingin menikmati masa SMA seperti teman-temanku yang lain.
Mereka bisa ke luar, bekerja paruh waktu, menghabiskan akhir pekan bersama dan masih banyak lagi. Tapi aku, aku hanya duduk manis di rumah, menatap layar komputer dan terus menerus bergelut dengan huruf dan angka.
"Selamat pagi, Bang" aku menarik kursi ruang makan dan segera duduk di depan nasi goreng yang sudah tersedia di atas meja. Aku yang sudah bersiap pergi ke sekolah, memakai seragam dan merapikan rambut pendekku, segera melahapnya dengan ritme yang sedikit cepat.
Ruang makan yang sekaligus terhubung langsung dengan dapur itu terlihat sudah sangat usang karena cat temboknya sudah tidak diganti selama 5 tahun terakhir ini. Kursi dan meja yang terbuat dari kayu jati yang di ukir itu masih terlihat kokoh meski usianya sudah lebih tua dari Bang Reza.
Semua peralatan dapur yang juga sudah tampak tua dan kusam, menjadi saksi bisu betapa bahagianya keluargaku dahulu, sebelum akhirnya takdir berkata lain dan hanya menyisakan kami berdua.
"Pelan-pelan, nanti tersedak" Bang Reza yang pagi ini memakai kemeja kotak-kotak berwarna merah dan bercelana bahan itu mendekat ke arahku sambil membawa segelas air putih dan meletakkannya di samping piringku dan Bang Reza pun ikut duduk di sana.
Aku tidak menjawab, aku masih menikmati sarapan sederhana yang semakin terasa nikmat itu. Nasi goreng dengan telur ceplok di atasnya, selalu bisa mengganjal perutku yang selalu lapar tidak tahu waktu itu.
"Bang Reza enggak makan?" tanyaku setelah selesai makan dan juga minum.
"Sudah makan kok tadi," jawabnya lesu, wajahnya terlihat begitu lelah dan juga sedikit tirus, tidak seperti waktu Ayah dan Ibu masih ada. Aku menyapanya sejenak dan kemudian mengusap wajah tirusnya
"Maafkan aku, Bang. Aku membebani Abang selama ini" mataku sudah terlihat merah dan terasa panas. Bang Reza kemudian menggenggam tanganku erat dan menghembuskan nafasnya kasar.
"Aulia, sekarang kamu adalah tanggung jawab Abang. Abang tidak pernah merasa terbebani atau semacamnya, Abang menyayangimu dan akan terus berusaha mewujudkan semua impianmu!" jelasnya kemudian
"Jika saja, Ayah dan Ibu masih ada. Pasti Bang Reza tidak perlu bekerja keras seperti ini" ucapku kemudian sambil menyeka air mata yang entah sejak kapan mulai menetes.
"Jangan berbicara seperti itu, Abang tidak suka" ia pun kemudian berdiri dan menghindar dari tatapan mataku, aku tahu ia sebenarnya juga sudah tidak mampu lagi menahan air matanya, tapi karena dia adalah seorang laki-laki maka mencoba untuk tegar dan tidak menangis.
"Ayo, nanti kamu terlambat" suara Bang Reza mengejutkan aku yang masih berperang dengan masa lalu yang kini mendominasi hati dan pikiranku. Aku kemudian tersadar dan beranjak menghampiri Bang Reza.
Setelah mengunci pintu, aku kemudian memasukkannya ke dalam tasku, hal ini sering aku lakukan karena Bang Reza dan aku sama-sama memiliki satu kunci. Itu semua kami lakukan karena ketika Bang Reza pulang bekerja ia tidak harus membangunkan aku yang mungkin sudah tertidur pulas.
Aku kemudian menerima helm yang sudah di berikan oleh Bang Reza, aku memasangkannya dan segera naik di atas motor tua peninggalan Almarhum Ayah. Motor yang menjadi teman setia ketika Ayah pergi bekerja.
Aku berpegangan erat di perut Bang Reza dan kemudian Bang Reza segera melajukan motornya menuju ke tempat di mana aku bersekolah sebelum nanti pada akhirnya dia pergi kampus dan kembali menjemputku saat aku pulang.
"Nanti jangan keluyuran ke mana-mana, tunggu Abang datang dan jangan pulang dengan sembarang orang" ucapannya tanpa sela ketika aku membuka helm yang melindungi kepalaku. Aku sudah sangat hafal dengan kata-katanya itu, setiap pagi selalu ia ucapkan. Tapi aku mengerti, itu semua ia lakukan karena ia sangat menyayangiku.
"Iya, Abang Reza Anugrah tersayang. Adikmu yang cantik jelita ini akan menuruti semuanya" dia hanya tersenyum dan aku kemudian mencium punggung tangannya. Ia pun kemudian memutar motor yang ia naiki dan segera melaju ke kampus.
Aku kemudian berjalan masuk ke dalam kelas yang letaknya berada paling ujung. Aku masih terdiam sambil terus berjalan menyusuri jalan yang kanan kirinya sudah banyak siswa-siswi yang duduk sambil bercengkerama bersama dengan teman-teman yang lain.
Beberapa dari mereka menyapaku dan aku pun membalas sapaan mereka. Aku sendiri sampai saat ini tidak miliki teman dekat sepeti yang lainnya. Itu semua karena Bang Reza tidak pernah mengizinkan aku berteman dengan siapa pun.
Ya, walaupun terkadang aku sendiri masih bandel dan berusaha berteman dengan seseorang, nanti pada akhirnya Bang Reza sendiri yang akan turun tangan dan menemui siapa pun yang berteman denganku dan memintanya untuk menjauhiku.
Menyebalkan bukan, tapi lambat laun aku mulai terbiasa dan bisa mengatasi semuanya sendiri.
.
.
.
.
jangan lupa like vote dan komen ya
🧡🧡🧡🧡🧡🧡🧡🧡🧡🧡🧡🧡🧡
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Nendah Wenda
ko sampai segitunya seorang kakak ngekang banget sampai adiknya ga punya teman
2023-11-23
0