Hari ini Putri ke sekolah seperti biasanya. Ketiga temannya memberondong pertanyaan seputar pertengkarannya kemarin dengan Chalista. Zaki begitu penasaran, karena kemarin dia tak masuk sekolah karena sedang diare. Mereka berbincang di kantin saat jam istirahat.
“Jadi cuma elo yang disuruh bersihin WC sama bu Siska?” tanya Zaki.
Belum sempat menjawab pertanyaan Zaki. Orang yang dibicarakannya sudah nongol di sana. Melihat Putri and the gank, Chalista sengaja duduk di dekat mereka.
“Guys, inget ya kalau kalian punya gebetan atau cowo dijagain baik-baik deh. Soalnya di sekolah ini ada pelakor nomer wahid,” sindir Chalista seraya melihat pada Putri.
“Padahal orangnya biasa banget. Ngga tau deh pake jurus apa sampe cowo-cowo udah kaya orang bego mau aja digodain sama dia,” tambahnya lagi.
“Pake jurus goyang ngebor atau jurus gergaji kali Lis,” timpal Diva, temannya.
Zaki yang kesal dengan ulah kakak kelasnya yang rese itu hendak menghampirinya, tapi dicegah oleh Putri.
“Apaan sih lo Put, gue mau kasih pelajaran buat tuh nini lampir,” sungut Zaki.
“Udah biarin aja. Omongan unfaedah kaya gitu ngga usah ditanggapi. Anggep aja itu suara kodok ngorok,” jawab Putri santai.
Sontak saja ketiga temannya tertawa mendengarnya. Lain lagi dengan Chalista yang semakin emosi. Sikap santai Putri semakin membuatnya kesal. Sebenarnya dia sengaja memancing keributan dengan Putri, supaya gadis itu terkena hukuman lagi.
Putri mengingat betul nasihat kakaknya kemarin. Sebisa mungkin dia menutup telinganya dan tak menanggapi tingkah Chalista yang semakin menyebalkan. Selesai menyantap makanannya kuartet gesrek bermaksud meninggalkan kantin. Namun tanpa disangka-sangka Chalista menghampiri dan,
BYURR
Dia menyiramkan orange juice ke wajah Putri. Zaki yang memang sudah kesal sedari tadi langsung mendorong tubuh Chalista hingga terjatuh.
“Woi!! Jangan beraninya sama cewe!! Hadepin gue kalau lo berani!”
Terdengar sebuah suara dari arah belakang mereka. Tampak Dodit teman sekelas Chalista berdiri sambil berkacak pinggang. Tak ada yang berani padanya di sekolah ini. Tubuh Dodit yang lebih besar dibanding teman-teman seusianya dan perangainya yang kasar membuat para siswa takut padanya. Kecuali kuartet gesrek, itupun hanya Zaki dan Putri.
Melihat suasana sudah tidak kondusif, Putri segera mengajak teman-temannya pergi. Namun Dodit yang terlanjur datang langsung menghadang. Dia menarik kerah kemeja Zaki. Tak terima diperlakukan seperti itu, Zaki pun melawan. Terjadilah pergulatan di antara keduanya. Beberapa siswa yang berada di kantin tak berani melerai. Mereka malah memberi dukungan. Bahkan ada yang bertaruh siapa yang akan memenangkan perkelahian.
Putri berlari ke WC lalu mengambil setengah ember air. Dengan cepat dia kembali ke kantin dan,
BYURR
Putri menyiramkan air pada Zaki dan Dodit. Namun naas, bukan mereka berdua yang terkena siraman melainkan pak Wawan, guru olahraga yang bajunya basah terkena air.
“Putri!!” pekik pak Wawan.
“Maaf pak, ngga sengaja.”
Putri melemparkan cengiran kuda pada pak Wawan, yang hanya dibalas tatapan tajam darinya. Sesuai prediksi, semua kekacauan ini berakhir dengan hukuman. Putri dihukum mengepel kantin, Zaki dan Dodit lari keliling lapangan sepuluh kali. Sedangkan Chalista seperti biasa lolos dari hukuman.
Jam pelajaran terakhir usai. Dengan cepat Putri membereskan buku-bukunya. Zaki yang memang sekelas dengannya menghampiri.
“Put, mau pulang bareng gue ngga?”
“Ngga. Hari ini kak Han mau jemput gue.”
“Yo wiss, gue duluan ya.”
Zaki melangkahkan kaki keluar kelas. Tak lama Putri mengekor di belakangnya. Dia duduk di dekat pos satpam yang kosong, menunggu Farhan menjemputnya. Tiba-tiba Chalista datang menghampirinya.
“Tumben belum pulang, nunggu dijemput om-om ya,” ledek Chalista.
“Euugh si nilam cari gara-gara mulu,” gumam Putri tapi masih bisa didengar oleh Chalista.
“Nilam? Siapa tuh?”
“Elo!! Nilam alias nini lampir huahahaha...”
Kesal mendapat julukan nini lampir dari Putri. Chalista menarik tangannya dengan keras. Putri yang tak terima diperlakukan kasar balik mencengkeram tangan Chalista hingga gadis itu meringis kesakitan.
“Ngga usah kasar makanya. Emangnya gue ngga bisa kasar juga,” sungut Putri. Tiba-tiba ada seseorang yang mendorong tubuh Putri dengan kasar hingga terjatuh.
“Kak Wira!” panggil Chalista.
Ya, yang mendorong Putri adalah Wira, kakak Chalista. Usianya seumuran Farhan. Dia tak terima Putri menyakiti adik kesayangannya. Dengan marah dia menghampiri Putri yang masih terduduk kemudian mencengkeram lengannya dengan keras membuatnya meringis kesakitan.
“Jangan macem-macem lo sama adik gue! Lo tuh adiknya Farhan kan? Eh denger ya anak pungut, ngga usah belagu lo. Status lo di keluarga Farhan cuma anak pungut!! Cih berani-beraninya lo nyentuh adik gue!”
“Woi!!” Wira menengok ke arah datangnya suara lalu,
BUGH
Sebuah pukulan mendarat di wajahnya. Wira jatuh tersungkur, hidungnya mengeluarkan darah. Chalista menjerit dan langsung menghampiri kakaknya. Farhan membantu Putri berdiri. Dengan mata nyalangnya dia melihat pada Wira juga Chalista.
“Kalau lo mau ribut sama gue bukan adik gue, dasar banci lo! Berani-beraninya lo main kasar sama cewe!”
Farhan mendekati Wira yang masih mengerang kesakitan. Chalista berusaha melindungi kakaknya dengan berdiri di depannya. Namun Farhan segera mendorongnya. Kemudian dia mencengkeram baju Wira.
“Apa lo bilang tadi? Anak pungut? Brengsek!!”
BUGH
Sekali lagi kepalan tangan Farhan mencium wajah Wira.
“Sekali lagi gue denger lo ngomong gitu sama adik gue, habis lo!!” ancamnya.
“Ayo dek, kita pulang,” imbuhnya lagi.
Farhan merangkul bahu Putri menuju mobilnya yang terparkir di depan pintu gerbang. Tak lama dia melajukan kendaraan menuju rumah. Putri hanya diam sepanjang perjalanan. Ingatannya masih tertuju pada ucapan Wira tadi, anak pungut. Sedari awal Putri sudah tahu kalau dia bukan anak kandung ayah dan bundanya. Tapi perkataan Wira tadi sungguh menyakiti hatinya.
Sesekali Farhan menengok pada Putri yang menundukkan kepalanya. Dia mengelus puncak kepalanya dengan lembut. Membuat sang empu kepala melihat ke arahnya. Farhan tersenyum padanya. Rasa sedih Putri sedikit berkurang melihat senyum manis kakaknya.
Semenjak kejadian tadi sore di sekolah Putri lebih banyak diam. Saat makan malam, biasanya dia ramai berceloteh tentang hari-harinya di sekolah kini hanya diam membisu. Kirana yang merasa aneh dengan kelakuan sang putri mencoba bertanya.
“Sayang, kamu lagi sakit gigi ya? Apa sariawan?”
“Ngga bun.”
“Tumben ngga ada suaranya.”
“Abis batre bun. Tadi kelupaan ngga di cas,” timpal Farhan.
Putri hanya mengerucutkan bibirnya menanggapi candaan Farhan. Selesai makan dia langsung kembali ke kamarnya. Kirana yang penasaran langsung menginterogasi Farhan.
“Farhan! Kenapa adikmu itu?”
“Ngga apa-apa bun.”
“Jangan bohong kamu. Bunda tau ada yang ngga beres sama Putri. Apa dia dihukum lagi di sekolah?” selidik Kirana.
Farhan menghela nafasnya. Sebenarnya dia malas membahas kejadian tadi sore karena hanya akan menyulut emosinya saja. Tapi sang bunda terus mencercanya, ditambah pandangan tajam ayah membuatnya tak mempunyai pilihan selain mengatakannya. Memerah wajah Kirana mendengar penuturan putranya. Tangannya mengepal keras.
“Berani-beraninya dia bilang Putri anak pungut. Dia belum tahu siapa bunda kayanya. Kamu tahu orang tuanya?”
“Udahlah sayang. Orang tua ngga usah ikut campur urusan anak-anak,” Fadli mencoba menenangkan istrinya.
“Iya bun. Lagian tadi aku juga udah kasih pelajaran sama tuh orang.”
“Ngga bisa gitu! Dari cara bicara anaknya yang kurang ajar sudah bisa ditebak kalau orang tuanya ngga bisa mendidik anaknya dengan benar. Bunda harus ketemu orang tuanya biar mereka tahu kelakuan anak-anaknya. Siapa dia?”
“Wira bun, anaknya tante Vita,” Kirana terkejut mendengar nama Vita, karena dia adalah salah satu teman arisannya.
“Awas aja Vita, besok aku bakalan bikin perhitungan sama kamu.”
“Udah sayang, ngga usah diperpanjang.”
“Ayah gimana sih? Ngga lihat apa anaknya sedih begitu? Kalau masalah antar anak di sekolah bunda ngga akan ikut campur. Tapi dia udah berani bilang Putri anak pungut, berarti itu udah jadi urusan bunda juga.”
Fadli memilih diam dari pada kena semprot istrinya yang sudah tandukan. Begitu pula dengan Farhan. Dia buru-buru melarikan diri naik ke atas. Sebelum masuk ke kamarnya, Farhan menyempatkan diri menemui Putri. Saat membuka pintu, terlihat Putri sedang mengerjakan PR-nya. Farhan duduk di sisi ranjang.
“Dek, ada yang susah ngga PR-nya?”
“Ngga kak. Ini cuma PR Bahasa Indonesia aja.”
Tak lama Kirana masuk ke dalam kamar. Dia segera menghampiri Putri di meja belajarnya. Membelai lembut kepalanya.
“Sayang, sini duduk sebentar. Bunda mau bicara,” Putri meletakkan pulpennya lalu duduk di sisi ranjang bersama Kirana.
“Kenapa dari tadi anak bunda yang cantik ini sedih banget? Apa ada yang mengganggu kamu di sekolah sayang?” Putri hanya menggeleng pelan.
“Sayang, menurut Putri bunda sama ayah sayang ngga sama Putri?”
“Sayang bunda, sayang banget malah.”
“Kalau kak Ri sama kak Han?”
“Kakak sayang sama Putri.”
“Kalau Putri sayang ngga sama kita semua?”
“Sayang bunda. Putri sayang bunda, ayah, kak Ri sama kak Han. Putri juga bahagia tinggal di sini.”
“Bunda dan yang lain juga sayang sama Putri. Kita semua bahagia dengan kehadiran Putri di tengah-tengah kami. Jadi bunda minta, Putri jangan memikirkan hal-hal yang ngga penting. Satu yang harus Putri ingat kalau kami semua menyayangimu. Buat bunda dan ayah, ngga ada istilah anak pungut, anak angkat atau apapun itu. Putri adalah anak kesayangan bunda dan ayah.”
“Dan Putri juga adik kesayangan kak Han dan kak Ri,” timpal Farhan.
Senyum terbit di wajah Putri. Dia memeluk Kirana dengan erat. Sungguh dia merasa beruntung, papanya menitipkan dirinya di keluarga ini. Membuatnya tetap bisa merasakan kasih sayang orang tua, bahkan dia juga mendapatkan kasih sayang dari kedua kakaknya.
Setelah menenangkan putri kecilnya, Kirana kembali ke kamarnya. Sedangkan Farhan tetap menemani Putri mengerjakan PR-nya. Jarum pendek telah menunjuk angka sembilan. Putri mulai menguap. Farhan membantunya membereskan buku-bukunya. Setelah itu dia menemani Putri tidur.
Putri memeluk gulingnya erat. Karena sudah mengantuk, tak butuh waktu lama untuknya terlelap. Farhan yang sedang bermain game dengan ponselnya melihat pada adiknya ini. Dia menyelimuti tubuh Putri kemudian pelan-pelan keluar dari kamarnya.
❤️❤️❤️
**Ngga usah dipikirin omongan si Nilam. Bersyukur aja Put, banyak anak yang ngga dapet kasih sayang dari keluarga kandungnya sendiri.
Masih menunggu like, comment n vote dari kalian semua😘**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 227 Episodes
Comments
🧡⃟ᴄᴇͫɢᷲɪᷝʟᷲ ⍣⃝ꉣꉣ𝓐𝔂⃝❥
perlu dilakban mulutnya calista dan wira
gregetan😮
2024-02-05
2
anonim
memang suka cari ribut tuh si Chalista.
Wira juga gitu...asal belain adiknya yg minus ahklak
2024-01-30
1
reza indrayana
Bener bikin ngiri dg keharmoNisan klrga kecil Bunda Kirana...😘😘😘👍🏻😥👍🏻💙💙👍🏻💙💙😘😘😘😘😘
2024-01-29
2