Namanya Raga angkasa Stevano Bianca mendengar Orang-orang
memanggilnya Raga jadi dia pun mencoba menyebutkan nama itu diam-diam, untuk
mengetes bunyinya. Raga, Raga
Dengar-dengar, dia sangat pintar. Nilainya tidak pernah kurang dari angka delapan,
Walaupun dia jarang belajar dan lebih sering ketiduran saat pelajaran. Gayanya Cuek dan sepertinya sifatnya agak pendiam. Bianca mengambil tempat duduknya di sebuah bangku kosong di baris kedua paling
Belakang. Hari ini, resmi jadi hari pertamanya belajar di sekolah baru. Tasnya sudah terisi beberapa Buku tulis kosong dan daftar pelajaran per minggu, juga sekotak pen warna biru yang khusus dibelinya. Murid murid lain masih berkeliaran di luar sebelum
Bel berdering, beberapa duduk di atas meja sambil mengobrol Bianca tahu dia masih jadi pusat perhatian. Diam-diam, dia menyalahkan bentuk tubuhnya yang kurang normal dan penampilannya yang sangat jauh dari raut Asia.Juga nama Mama yang sangat, sangat tenar.Dengan gugup, Clara mengeluarkan buku bukunya. Merapikan mereka di atas meja, menyusunnya berdasarkan urutan pelajaran. Memasukan beberapa ke dalam laci, lalu berubah pikiran
"Duh, kapan sih bel akan berbunyi ?
Di depan kelas, Bianca melihat Raga Dia sedang bercanda-canda dengan murid sekelasnya, seorang gadis berambut poni yang lengan kemeja putihnya digulung dan dijepit bros pink--gadis yang kemarin membuka pintu UKS, lalu pulang bersama Raga Dia menyambut uluran tangan Raga menerima earphone dan memasangnya di telinga.
Tiba-tiba, Raga mendongak Pandangannya dan Bianca bertemu tanpa sengaja. Bianca jadi salah tingkah, lalu menunduk malu. Ketika ia mengangkat muka, Raga
Sudah mengambil kembali earphone-nya dari gadis itu. Tiga detik kemudian, bel pertama berbunyi. Raga mengambil tempat duduk tepat di belakangnya. Bianca menyembunyikan wajahnya yang memerah walau dia yakin Raga tidak akan bisa melihatnya.
Cewek yang tadi berdiri di samping Raga justru duduk di samping sheila. Dia memperhatikan Bianca sejenak, lalu pertanyaan itu tersembur begitu saja dari mulutnya,
"Kamu beneran anaknya Sandra Clathin kan?"Pertanyaan itu terdengar sungguh polos sehingga insting pertama Jenny adalah ingin tertawa daripada tersinggung, tapi jika dia tertawa pasti akan tidak sopan sekali. Jadi sambil menahan tawa, Bianca mengangguk serius
Raga berkomentar singkat dari belakang. Senja fans beratnya Sandra Calthin
Gadis itu-- Senja mengangguk antusias. Bisa minta tanda tangannya gak yah?"
Senja tersenyum dikulum, lagi.
"Sekarang, Mama lagi tour ke Paris. Nanti ya kalau
" Udah balik, aku mintain tanda tangannya untuk kamu." Mata Senja membulat kagum.
Bianca sadar sesuatu, lalu menjulurkan tangannya. "Oh ya, aku Bianca Pleasure to meet you."
Senja menyambut jabatan tangannya dengan senyum lebar. "Aku Senja Panggil aja Senja
Raga menggeleng-geleng ringan.
"Hati-hati sama Senja nanti diterkam. Dia mengoleksi segala hal yang berbau Sandra Clathin
Yang diledek memukul lengan Raga dengan lembut, lalu mencubitnya. Bianca merasakan kedekatan mereka, mungkin mereka teman baik, atau bahkan... pacar?
"Senja sahabat gue, sejak kecil." Raga berkata lagi dengan tiba-tiba seakan bisa membaca pikirannya. Bianca bersemu merah sekali lagi, lalu mengangguk mengerti.
"Kemarin, belum sempat tur keliling sekolah, kan?" Senja berkata sambil tersenyum.
"Nanti, pas istirahat siang, aku tunjukin tempat-tempat rahasia sekolah ini, dari tempat makan bakso paling enak sampai tempat bolos paling oke
Bianca menyanggupi tanpa banyak bicara. Sejujurnya, dia tidak berharap banyak untuk persahabatan ini, toh Sheila tidak terbiasa memiliki sahabat. Setiap pindah sekolah, selalu ada teman-teman lama yang ditinggalkannya, juga orang-orang baruyang harus dikenalnya. Awalnya dia terus berkoresponden dengan beberapa teman lamanya, tetapi lama-kelamaan rutinitas menulis e-mail untuk satu sama lain semakin
berat dan mereka hilang kontak begitu saja. Sejak saat itu, Bianca tidak ingin terlalu dekat dengan remaja-remaja seumurnya--dia benci rasa kehilangan ketika akhirnya harus mengucapkan selamat tinggal.
"Kamu mau ikut ekstrakulikuler apa?" Gadis di sampingnya mulai berbicara lagi.
Sepertinya, dia tidak pernah kehilangan energi. "Di sini ada kelas melukis, memasak,
" olahraga, band, sampai cheerleading." Sambil membusungkan dada, Senja melanjutkan
dengan nada bangga, "Aku anggota cheers. Kamu mau ikutan? Dengan postur tubuh seperti kamu, pasti gampang banget jadi anggota."
Sheila tidak ingin menjawab bahwa jadi pemandu sorak adalah hal terakhir yang ingin dilakukannya. Mereka semua tidak tahu seberapa buruknya dia dalam olahraga apa pun jenisnya. Dia tidak bisa memegang raket dengan benar, selalu gagal memasukkan bola ke dalam gol maupun keranjang, selalu lari paling lambat, dan dengan ceroboh jatuh karena tersandung kaki sendiri. Jadi cheerleader? Bisa-bisa semua
Orang mati ketawa melihatnya berlaga di atas panggung dengan pompom rafia warna-warni dan gerakan patah-patah
"Ada kelas fotografi?"
"Ada" Raga yang menjawab. "Tahun ini anggota klub fotografi mau bikin galeri kecil untuk pentas seni."
Hati Bianca melambung, dan segera dia teringat pada kameranya yang sudah lama tidak menjepret foto. Kalau begitu aku akan bergabung dengan klub fotografi."
Senja kelihatan sedikit kecewa. Padahal, kamu pasti cocok banget jadi cheerleader."
"Nanti aku foto kalian para cheerleader aja deh." Bianca menawarkan, dan dengan cepat semangat Senja pulih. Kamu bisa jadi modelnya
Tangannya sudah gatal ingin memotret. When you take a Photography of someone, you take a potrait of their soul, begitu ayahnya sering berkata. Bianca ingin mengunci ekspresi di
Wajah Senja, semangatnya yang berkobar-kobar dan wajah polosnya yang manis. Wajah orang-orang asing di sekitarnya, yang merupakan objek fotografi paling menarik. Lalu,
Wajah Raga sorot matanya yang tajam, garis wajahnya yang tegas, dan senyumnya yang belum pernah benar-benar tampak sebelumnya.
Jika dia tersenyum, Bianca ingin menyimpan kenangan ekspresi itu melalui lensa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments