...1. Crowded ... Post Holiday Syndrome...
I don’t like Monday! Mungkin memang benar ungkapan itu. Buktinya hampir setiap hari senin ia selalu kesiangan.
Alarm ponsel yang berbunyi tiap lima menit pun tak mengindahkannya dari kasur empuk yang selalu menari-nari menariknya untuk terlelap lagi. Terhitung sudah 5 kali alarm itu berbunyi ulang. Hingga akhirnya kesadarannya kembali pulang.
“Oh my god!” Pekiknya saat melihat jam ponsel sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Salahnya sendiri sehabis salat subuh tadi dirinya tidur kembali.
Keasyikan libur di hari sabtu-minggu membuatnya post holiday syndrome. Padahal liburnya hanya diisi dengan berleha saja, sembari mempelajari berkas-berkas yang diberikan mas Anton lalu.
Bergegas ia bangun dengan kecepatan penuh menuju kamar mandi. Cukup lima menit mandi, gosok gigi. Lalu mengganti pakaian kerja. Menyapukan pelembab, sunblok, dan bedak tabur secukupnya. Memberikan polesan lipstik agar terlihat fresh. Tak lupa menguncir kuda rambutnya.
“Oh ... sial!” Gumamnya melihat ranjang seperti kapal pecah. Tapi ia tak peduli, biarlah nanti saja diberesi setelah pulang kerja pikirnya.
Memakai sepatu sneakers kesayangan. Asli bukan kawe-kawe-an. Hasil todong dari kakaknya tersayang.
“Finish, lets go!” Ucapnya sambil menyambar tas ransel dan kunci apartemennya.
Sesekali berlarian kecil, saat melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul 7 lewat 30 menit.
Dan saat tiba di pintu lift, ia harus mengelus dada. Lift penuh dan sibuk karena memang yang menggunakannya banyak. Apa lagi kondisi pagi ini banyak orang sedang beraktivitas.
Sekitar sepuluh menit barulah ia mendapatkan kotak besi yang bergerak vertikal itu. Finally.
Beruntungnya ojeg online sudah siap di lobi menunggunya lebih dulu.
Tapi tampaknya kesialan belum usai menghampirinya. Kondisi jalanan lebih crowded. Semua kendaraan baik umum, pribadi, motor dan becak saling berebut dan menyikut. Dan parahnya saat tiba di lampu merah simpang Tugu Muda. Durasi lampu merah yang lebih lama menambah kendaraan menumpuk.
Sabar. Batinnya sambil mengelus dada.
Sepagi ini di kota Semarang sudah menyengat. Ibu kota metropolitan kelima di Indonesia ini juga terkenal dengan kota panas yang melegenda.
“Udah nyampe, Mbak!” Seru tukang ojol.
“Eh, i-iya, Mas.” Sahutnya karena beberapa saat lalu pikirannya entah ke mana.
Turun dari motor dan menyerahkan helm berwarna hijau khas ojol.
Dari lobi kantor, ia berlarian menuju mesin absen fingerprint. Tergesa-gesa ia memasukkan jempol kanannya pada scanner.
“Coba sekali lagi." Bunyi mesin fingerprint melalui suara khas seorang wanita.
“Duh,” gumam Kirei. “Kenapa sih, saat genting gini mesin ini pun tak bersahabat," gerutunya sambil mengelap jari jemarinya yang sedikit basah terkena keringat akibat berlarian.
Dicobanya jari jempolnya sekali lagi masuk dalam scanner. Dan bunyi ‘tit’.
“Terima kasih.” Ucap mesin absensi itu.
“Berhasil," lirihnya dengan senyum mengembang.
Kakinya melangkah menuju lift. Memencet tombol 3. Kondisi di dalam lift lengang, terang saja waktu sudah menunjukkan pukul 8 lewat 10 menit. Semua orang sudah menekuri pekerjaannya masing-masing. Reflek ia menepuk jidatnya. Kenapa hampir setiap hari senin, ia selalu terlambat. I don’t like monday. Huft.
“Pasti telat lagi,” sapa Devi rekan sesama jurnalis divisi entertain. Saat ia mengenyakkan tubuhnya di kursi kerjanya.
Kirei hanya meringis, tebakan rekannya itu memang benar. Bahkan mungkin teman-teman di divisi sudah hafal betul kebiasaannya ini.
“He he he,” tawanya garing dan dipaksakan.
“Ati-ati, lho. Nanti ke divisi news program koordinator divisinya terkenal galak.” Kata Devi.
“Hah!”
“Yang bener?!” Tanyanya dengan berseru.
“Coba aja nanti pas udah di sana.”
Kirei menggaruk rambutnya yang tiba-tiba gatal. Dilepasnya tali rambut, ia menyisir rambutnya yang lepek habis memakai helm ojol dengan jari jemarinya.
Untung helm ojol gak bau. Batinnya setelah mencium jari jemarinya yang digunakan untuk menyisir rambut sebahunya masih bau harum.
“Kapan lo, sembuh dari post holiday syndrome?” Tanya Devi.
“Kebiasaan!” Imbuh Devi.
Lagi-lagi ia hanya membalas dengan meringis.
“Lagi mencoba,” balasnya.
“Haiiss ....” Desis Devi sambil berlalu meninggalkan kubikelnya.
Pagi ini ia menyiapkan segala laporan dan program yang telah dikerjakan untuk serah terima pada staf baru yang akan menggantikannya.
**
Siang hari setelah jam istirahat makan siang. Ia menuju ruangan divisi news program. Untuk menemui Mas Anton yang telah menunggunya.
“Sori, Mas telat sedikit," ucapnya saat sudah mendekati kubikel mas Anton.
“Gak, pa-pa.” Sergah Anton.
“Maklum,” imbuhnya lagi.
Istirahat siang memang selalu riuh. Kantin penuh. Toilet full. Mushala jangan tanya lagi dipastikan antri. Harus ekstra sabar.
“Ke sofa aja, yuk!” Ajak Mas Anton.
“Gimana, sudah mempelajari berkas yang aku kasih kemarin?” Mas Anton bertanya saat mereka sudah duduk di sofa.
Ia mengangguk.
“Aku bisa tenang ninggalin di sini kalo kamu siap. Sebenarnya berat juga sih, ninggalin TVS, sudah sepuluh tahun aku di sini sudah kayak rumah kedua, seperti sodara semuanya. Tapi pada akhirnya yah ... tawaran jabatan lebih tinggi bisa mengalahkan idealisme,” tuturnya.
“Iya, sih. Lagian nanti Mas Anton jadi produser TV sana. Beeuuhhh ... sapa yang nolak!” Sahutnya.
“Heh, bisa aja kamu!” Selak Mas Anton. “Aku masih berat ninggalin keluarga. Apa lagi di Jakarta gak punya siapa-siapa,” ungkapnya.
“Lhoh, istri sama anak-anak gak diajak?”
“Mereka belum bisa ikut. Mungkin nanti tunggu ajaran sekolah baru. Yang memberatkan lagi, harus ninggalin ibuku yang sakit sepuh. Gak tega sebenarnya.”
Ia menepuk pundak Mas Anton, “Itulah perjuangan hidup, Mas. Kita harus memilih. Dan tentunya harus pandai memilih."
“Tumben,” kelakar Anton.
Mereka pun tergelak bersama.
“Oh, ya. Kamu udah pada kenal ‘kan orang-orang divisi news program?” Tanya Mas Anton.
“Sebagian sih,” jawab Kirei.
“Baguslah. Lagian kita masih satu lantai. Sering jumpa kalo pas di kantor.”
“Ton!” Panggil seorang pria jangkung yang menghampirinya dan Mas Anton.
“Hei, Bro. Kenalin nih, Kirei yang gantiin gue besok,” tunjuk Anton padanya.
Spontan ia bangkit berdiri dan mengulurkan tangannya pada pria jangkung itu.
“Kirei," ucapnya.
“Aldi.”
“Dia koordinator news program,” jelas Mas Anton.
“Selamat bergabung,” ucap Aldi.
Kirei menyunggingkan senyumnya.
Aldi sudah meninggalkan mereka.
“Mas, katanya Mas Aldi galak, ya?” Bisiknya di dekat telinga Mas Anton seraya menutupnya dengan telapak tangannya.
Tawa Mas Anton tiba-tiba meledak, “Ha ha ha” hingga orang yang bernama Aldi pun yang baru akan masuk ke dalam ruangannya menoleh ke belakang tepatnya kepada mereka berdua.
“Aiih, tuh kan. Dia noleh, jangan-jang ....“
“Ton, bawa berkas telusur peristiwa yang udah siap!” Serunya. Lalu masuk ke dalam ruangan koordinator program yang mempunyai ruangan tersendiri. Tidak seperti staf biasa yang hanya terdiri dari bilik kubikel.
“Aku tinggal dulu, ya.” Ucap Anton seraya berdiri.
Kirei mengangguk.
Mas Anton mampir di meja kubikelnya dengan membawa beberapa map snelhecter. Lalu menghilang di ruangan koordinator program.
“Huh,” gumamnya sambil menyandarkan punggungnya pada sofa.
Ddrrrtttt...ddrrrtttt
Ponselnya bergetar di saku celananya.
My brother calling...
“Assalamu'alaikum ... Ya, Kak.” Sahutnya begitu sambungan telepon masuk.
“Wa'alaikumsalam, weekend besok bisa pulang gak?”
“Hemm, belum tau. Kenapa?”
“Bunda kangen sama kamu. Lagian udah tiga minggu kamu gak pulang.”
“Haiihh, cuma nanya pulang doang!” Cebiknya.
“Trus, maksudmu suruh nanya apaan?”
“Nanya, kapan Kakak kawin?”
“Kawin mah, gampang. Yang susah nikah.”
Ia semakin bersungut sebal mendengarnya, “Awas ya kalo kawin duluan, Ku aduin sama Bunda”
“Ha ha ha ....” Suara tawa membahana terdengar di telinganya.
“Pokoknya weekend besok pulang. Kakak sama Bunda tunggu. Gak ada alasan. Semarang-Solo dekat."
“Iya, iya.”
Sambungan telepon pun berakhir.
Liburan minggu kemarin padahal ia gunakan untuk berleha-leha. Karena memang divisinya sedang off kejar tayang. Semua program sudah tayang dan sudah banyak stok recording. Kecuali program dadakan. Tapi seingatnya bulan ini tidak ada.
“Sori, lama.” Ucap mas Anton.
“Gak pa-pa, Mas.”
Lalu mereka membahas keseluruhan program yang sedang digarap oleh divisi news. Jika bisa diibaratkan divisi inilah tonggak paling depan dari keseluruhan program dari TVS. Namun program lain juga sebagai penyokong yang tidak boleh dikecilkan.
TVS News sendiri terdiri dari beberapa program. Program rutin terdiri dari Seputar Jawa Tengah yang tayang pagi, siang dan petang. Telusur peristiwa termasuk program khusus yang tayang seminggu sekali. Dan program breaking news adalah progam dadakan jika ada berita informasi yang up to date sesuai waktu kejadian.
“Sudah kenal koordinator program news. So, besok kita tinggal ke lapangan. Bertemu pihak-pihak yang akan kita gali informasinya.”
“Oke, Mas.”
-
-
Catatan :
Post holiday syndrome : depresi yang berlebihan dikarenakan ekspektasi liburan terlalu tinggi, perasaan bersalah karena telah menghabiskan uang yang banyak dan ada ketakutan atau stres karena harus kembali bekerja. Untuk kasus Kirei masih tergolong ringan dan ia masih bisa mengatasinya sendiri dengan cara menemukan sesuatu yang membuatnya semangat dalam bekerja, yaitu passion-nya sebagai seorang jurnalis. (sumber idntimes.com)
Terima kasih yang sudah mampir, membaca dan memberikan dukunganya .... 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Riny Ponganan
Datang utk yg ke 3 kalinya
Salam dari negara tetangga
2024-02-12
0
Erinda Dwi Wulandari
lanjut ke sini ..setelah maraton di blind date 🤗🤗
2022-09-29
0
Jeny Juwan Alfa
baca ulang LG ke 3x.😍🥰👌 bagus tulisan nya jg rapi mudah di pahami seru Pkoe nya the best 🥰 keren author .
tapi knp yg baca like komen sdikit ya .belum pda tahu atau gmna.pdhal biasanya novel critanya itu2 aja sampai bosen hafal kyakk sinetron ikan terbang bnyak yg baca like bnyak komen bahkan beribu-ribu heran deck.
ini pemeran cwo/cwe keren2 Lo 🥰👌
2022-09-18
0