...“biasa aja dong bang lihatnya. Itu matanya nanti copot”-Agatha...
Wajah tampan yang sangat familiar itu kini sedang berada di atas benteng dan berusaha mencari pijakan untuk melompat ke area dalam sekolah. Ide jahil terlintas di pikiran Syasya.
Syasya kembali menuju pos satpam mengendap endap seperti seorang maling. Padahal jika diperhatikan tak ada seorangpun yang akan mendengar suaranya bahkan jika dia berlari.
Setelah sampai di hadapan pak Munir yang tak lain adalah satpam sekolah, gadis jahil itu melambaikan tangannya sebagai tanda menyuruh pak Munir keluar dari pos satpam.
“pak bapak coba liat benteng samping sana deh, ada maling pake seragam soalnya” pak Munir mengerutkan dahinya mendengar penuturan Syasya yang tidak masuk akal. Mana ada maling pakai seragam, pikirnya.
“iihh bapak mah lama cepetan keburu masuk malingnya” karena penasaran dengan yang dikatakan Syasya, akhirnya pak munir berlari ke arah benteng yang ditunjuk Syasya. Sementara gadis itu segera pergi ke kelasnya dengan tenang tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Sesampainya di kelas ternyata sudah ada guru yang mengajar. Dengan tenang Syasya mengucapkan salam dan ijin masuk kepada guru tersebut.
“Assalamualaikum, ibu. Saya ijin masuk ya, maaf kesiangan soalnya tadi habis liat maling dulu di depan” tak menunggu guru mengijinkan, ia nyelonong masuk dan menuju kursinya. Hal itu tentu saja tidak untuk ditiru, hanya saja dengan kepribadian Syasya yang aneh membuat seorang guru pun memakluminya.
Teman-teman termasuk gurunya hanya melongo menyaksikan hal tersebut. Sebenarnya kelakuan abstrak Syasya sudah tidak aneh lagi bagi mereka. Hanya saja mereka bingung, dimana ada maling siang-siang begini. Sementara sang pembawa kabar hanya terkekeh sembari menutup mulutnya mengingat kejadian jahil yang dia lakukan.
Belum lama Syasya menempelkan bokongnya pada kursi, pintu terbuka dengan keras dan menampakkan pria tampan yang tadi dia kerjai. Ya, pria yang ada di atas benteng tadi adalah teman sekelas Agatha. Dia juga salah satu pria dingin yang tak tergapai. Dan sampai saat ini tak ada yang berani berurusan dengan pria tampan itu, kecuali Syasya.
...***...
Disaat pria dingin lainnya berani melewati post satpam saat kesiangan, lain halnya dengan Vano Alkanza. Dia lebih memilih memanjat benteng samping sekolah untuk sampai ke kelasnya. Bukan apa-apa, hanya saja dia bukan anak pemilik sekolah yang bisa seenaknya melakukan apapun yang dia mau. Tapi kali ini misinya gagal. Dia ketahuan satpam dan hampir saja tertangkap jika saja dia tidak cepat berlari.
Vano menghela nafasnya sesaat setelah mendudukan bokongnya di kursi dan pikirannya kembali melayang membayangkan bagaimana nasibnya jika saja tadi dia tertangkap.
“heeiiiii!!!! Berhenti kamu!! Anak nakal!!” satpam itu terus mengejar Vano sebelum kemudian kehilangan jejaknya di toilet belakang sekolah.
“hhhh... untung gue cepet” Vano menarik nafas dalam-dalam kemudian keluar dari persembunyiannya.
Dia berjalan agak cepat menuju kelas sebelum ada guru lain yang memergokinya. Saat pintu kelas sudah ada di hadapannya, dia membukanya dengan sedikit keras dan masuk ke dalam tanpa mengucapkan apapun.
Baru saja pikirannya tenang karena berhasil lolos dari satpam itu, dan kali ini dia dihadapkan dengan guru yang bertanya alasanya telat. Yakali dia akan memberitahukan jika dia menghabiskan rokok dulu di warung pinggir sekolah. Bunuh diri itu namanya.
“Vano kenapa telat?!” bu Letta tahu bahwa pertanyaannya tak akan mendapatkan jawaban, dia hanya menghela nafas dalam sebelum akhirnya kembali mengajar.
Ya. Vano memilih tidak menjawab pertanyaan gurunya, toh gurunya akan memakluminya karena memang begitulah Vano. Irit bicara. Dan jika guru itu terus mendesaknya maka percuma karena tak akan ada jawaban yang keluar dari mulut Vano. Disamping itu, Vano sangat risih dengan suara kekehan yang berasal dari samping kursinya.
“Lo kenapa ketawa-ketiwi mulu sih, Sya?” apa yang dikatakan Lita memang benar adanya. Sejak pertama masuk kelas tadi, Syasya tidak berhenti terkekeh.
“gak apa-apa. Lucu aja, pengen ketawa” Lita merinding. Apa jangan-jangan temannya ini kesurupan? Atau dia strees karena gak bisa nonton konser? Tanpa memikirkan jawabannya, Lita menjauh dari Syasya dan memilih mendengarkan bu Letta yang sedang mengajar.
“oke anak-anak untuk pertemuan kali ini ibu cukupkan sekian. Ada yang ditanyakan?” monoton sekali pikir Syasya. Setiap selesai jam pelajaran selalu saja itu pertanyaan yang diajukan guru kepada siwanya.
“gak ada pertanyaan lain apa? Misalnya ‘kalian lapar gak, biar ibu yang traktir’. Kalo gitu kan enak dengernya” bisik Syasya. Mungkin bisikannya itu hanya didengar oleh dirinya sendiri. Tentu saja dia tidak ingin mengambil resiko dimarahi gurunya jika dia bicara terlalu keras.
Sementara Lita di sampingnya hanya menggelengkan kepala menyaksikan kebobrokan sahabatnya.
“kuy kantin” seru Lita sesaat setelah Bu Letta keluar dari kelas. Akhirnya mereka pergi ke kantin. Lain halnya dengan anak cowo termasuk Vano. Mereka dengan gengnya pergi ke pojokan kelas. Ya kalian pasti tahu apa yang akan mereka lakukan. GAME.
“oyy Van, kenapa telat tadi?” tanya Hans yang merupakan salah satu teman dekat Vano.
“telat bangun dan gue dikejar satpam” seketika seisi ruang kelas dipenuhi dengan gelak tawa kedua sahabat Vano yaitu Hans dan Rian. Tak lama karena tawa mereka seketika terhenti saat Vano menatap sahabatnya dengan tatapan mematikan.
“lagian lo kenapa bisa sampai dekejar sih, biasanya juga aman-aman aja” kali ini Rian yang terlihat penasaran.
“gak tau tuh satpam tiba-tiba datang” Rian dan Hans mati-matian menahan tawanya. Tapi suara tawa lain menggelegar, tawa itu berasal dari pintu masuk.
“jahat banget lo, Sya. Kalo gue mencret lo harus tanggung jawab pokoknya” lagi lagi Dina menjadi korban bully seorang Syafiera Agatha.
“tanggung jawab apanya, hamilin lo juga kagak. Lagian gue kira itu punya Lita” pembelaan seorang Syasya memang tiada duanya.
“TERSERAH LO!!” saking gregetnya Dina berjalan duluan ke kursi belakang sambil menghentak-hentakkan kakinya.
“BERISIK LO, GAUSAH TERIAK-TERIAK” Dina tersentak karena teriakan Rian.
“LO JUGA TERIAK-TERIAK” dan disaat seperti ini hanya satu orang yang bisa menenagkan mereka.
“BE RI SIK!” seketika kedua orang itu bungkam mendengar Vano bersuara. Inilah pesona seorang Vano. Sangat dingin.
“hei heiii lo berdua nurut sama nih orang?” ucap Syasya sambil menunjuk Vano dengan tatapan aneh.
“kalian gak salah? Lo berdua takut sama orang ini? ahh gak seru lo berdua, kenapa gak dilanju..”
“Lo diem. Berisik” Syasya menggantungkan kalimatnya saat dirasa posisinya saat ini sedang tidak aman.
“eheheh.. biasa aja dong bang lihatnya. Itu matanya nanti copot” Vano tidak membalas ucapan Syasya, tapi hanya terus menatap wanita itu dingin.
“iya iya elah canda doang diambil hati banget” wanita itu meninggalkan mereka di bangku belakang dan pindah ke bangku depan. Sementara sahabat Syasya dan sahabat Vano hanya melongo menyaksikan kepergian Agatha dan amarah Vano.
“Van gue rasa lo udah ketemu pawang lo deh. Baru kali ini gue lihat lo nahan amarah lo. Dan itu karena cewe gila itu” Hans memang sudah gila mengatakan hal seperti itu saat keadaan memanas seperti ini.
Rian menyenggol lengan Hans agar menghentikan bualannya. Rian memang lebih tahu situasi dan kondisi dibanding Hans. Setelah semuanya kembali tenang mereka melanjutkan kegiatan mereka.
Syasya dan sahabatnya lanjut nobar drama korea yang tertunda sementara Vano dan sahabatnya mabar di sudut kelas sampai masuk jam pelajaran selanjutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Miss haluu🌹
Masa-masa SMA yang manis😊
Si Syafira kok usil ya..??😉
Salam hangat dari Camelia...😘
2021-04-03
1