High and Dry

Pagi hari. Seperti biasa, gue dikosan Adie, ngebangunin dan nungguin dia siap-siap. Sambil ngopi pagi plus ngebul.

Adie pun telah selesai mandi dan berpakaian, dia duduk dan ngambil rokok gue. Menyeruput kopi gue dan ngebul.

"Masih lama kan Cha, masuknya?" tanya Adie sambil ngeliat jam tangan gue.

"Setengah jam lagi."

Tak berapa lama, Darwin pun datang dan langsung duduk disamping Adie.

Gue masih kesel sama Darwin, udah beberapa hari ini gue ngediemin dia.

Adie melirik gue dan Darwin, "Masih perang dingin nih?" tanya Adie.

"Cha," sahut Darwin.

Gue gak ngejawab dan cuek aja sambil ngebul.

Dia duduk kesamping gue.

"Udah donk ngambeknya." bujuk Darwin.

"Gue bukan ngambek, gue kesel." gue menjawab.

"Sama gue?" tanya Darwin.

"Pake nanya lagi." gue bergumam.

"Cha, ada korek kok di depan lu. Bakar aja nih si Darwin kalo lu kesel." kata Adie meledek.

Darwin melempar bantal ke arah Adie, "Jangan memperkeruh, cuy."

"Hahaha.. Orang yang gak tau kalian, pasti bakalan ngira kalo lu berdua tuh pacaran." kata Adie tertawa.

"What? Gue mending sama lu deh, daripada sama Chacha." kata Darwin ngeledek.

"Iiih, gue ogah amat. Masa ngadu pedang sama lu." balas Adie.

"Gue juga gak mau sama lu, Win. Kaya gak ada lagi makhluk berbatang di dunia." gue menyeletuk.

"Nah, gitu donk bersuara." kata Darwin nyengir ke gue.

"Maafin gue ya Cha. Waktu itu udah marah-marahin lu. Lu sih, deket sama cowo yang kita gak kenal." kaya Darwin lagi.

"Dia itu Putra. Waktu itu kita pernah ketemu dia di cafe, dia yang ngamen di cafe itu." gue bercerita.

"Ooo. Dia yang manggil lu ke stage ya?" tanya Darwin.

"Iya. Tapi kan gue gak mau terusnya." jawab gue.

"Eh, hari ini lu ada kuliah bartending ya sama Adie?" tanya Darwin.

"Iya, happy weekend kan." kata Adie nyengir.

"Lu nginep donk, Cha?" tanya Darwin.

"Gak tau. Kenapa emang?"

"Kalo lu nginep, besok pulangnya bareng gue ya. Gue mau pulang kerumah besok. Ada kerjaan." jawab Darwin.

"Kerjaan apaan?"

"Biasa, benerin komputer tetangga." jawab Darwin.

"Lu salah jurusan, Win." ledek Adie.

"Iye, gue pikir juga begitu. Tapi kalo gue gak kuliah disini, gue gak akan ketemu lu, Ferdi, sama si gurita kecil ini." kata Darwin melirik ke gue.

"Gurita?" gue bergumam.

"Iya, lu tuh kaya gurita. Kemana-mana susah di atur." sahut Darwin sambil merangkul kepala gue dan ngacak-ngacak rambut gue.

"Aduuuh. Tuh kan jadi berantakan rambut gue."

"Sejak kapan lu peduli sama penampilan lu. Lu kan cewe jadi-jadian." ledek Darwin sambil berdiri dan berlari.

"Sialaaan luuu." gue mengambil tas dan mengejar dia.

Adie pun mengunci kamar dan nyusul gue sama Darwin.

Kita bertiga tiba di depan kamar Ferdi.

"Paket." teriak Adie.

"Paket." teriak Adie lagi sambil mengetuk pintu kamar Ferdi.

Terdengar pintu kamar dibuka dari dalam.

"Aduh, ada apaan sih lu pada? Pagi-pagi gini gangguin tidur gue aja." kata Ferdi yang masih ngantuk.

"Kuliah, woi." kata Darwin.

Ferdi keluar dari kamarnya dan menutup pintunya. Gue ngerasa ada yang aneh sama dia.

Dia merangkul pundak Darwin, "Win, gue nitip absen ya." kata Ferdi sambil nyengir.

Gue menghampiri Ferdi dan menatapnya. Gue memegang mukanya dan memiringkannya ke kanan kiri.

"Lu ngapain sih, Cha?" tanya Ferdi.

Gue diem gak ngejawab dan tetap memiring-miringkan mukanya sampai dia mengangkat kepalanya dan terlihat lah lehernya.

Gue langsung menunjuk sesuatu dilehernya.

"Kalo maen itu, yang bersih. Bilangin tuh sama cewe yang di dalem, gak usah ninggalin kiss mark disini." gue berkata sambil pergi.

Ferdi menggaruk-garuk kepalanya.

"Lu abis sama siapa semalem?" tanya Darwin.

"Nggak, bukan siapa-siapa." jawab Ferdi.

"Awas, nanti Chacha malah ngambek sama lu. Kemaren dia baru abis ngediemin Darwin, jangan sampe lu juga di diemin dia." kata Adie memperingatkan Ferdi dan berjalan meninggalkan Ferdi.

Darwin menggelengkan kepalanya ke Ferdi.

"Gak bisa ya, ditahan dulu gitu." kata Darwin.

"Yah, Win. Gue cowo normal kali. Lagian, bukan gue kok yang ngajak Vania nginep." kata Ferdi.

"Hah? Jadi itu si Vania? Kalian jadian?" tanya Darwin.

Ferdi menggelengkan kepalanya, "Nggak." jawab nya tersenyum.

"Udah lah. Gue kuliah dulu." kata Darwin meninggalkan Ferdi.

*

Kuliah jam terakhir kelas bartending pun selesai. Gue sama Adie keluar dari kelas.

"Hei, Cha." seseorang memanggil gue. Gue menoleh.

"Eh, Put."

"Baru selesai kuliah, Cha?" tanya Putra.

Gue agak melayang ngeliat Putra, alcohol effect.

"Iya." gue menjawab.

"Cha, gue ke toilet dulu ya." pamit Adie ke gue.

Gue mengangguk mengiyakan.

"Cha, muka kamu kok merah begitu? Kenapa?" tanya Putra.

Gue memegang kedua pipi gue, 'Aduh, ini pasti gara-gara minum.' gue bergumam dalam hati.

"Gak papa. Ada apa ya Put?" gue bertanya supaya cepet selesai, soalnya gue rasanya pengen rebahan banget.

"Cha, besok kan libur. Nanti malem, kita jalan yuk. Kebetulan aku gak ada jadwal ngamen entar malem." ajak Putra.

"Gak bisa. Chacha udah ada janji sama gue entar malem." kata Darwin tiba-tiba. Yang entah darimana dia datengnya, tau-tau udah ada aja disamping gue.

"Ya gue kan nanya Chacha, bukan lu." kata Putra ke Darwin.

Gue seperti merasa akan ada keributan, karena Darwin melangkah maju kehadapan Putra.

Gue menahan tangan Darwin.

"Sorry, Put. Kayanya gue gak bisa jalan entar malem." gue berkata ke Putra.

"Kenapa? Karena kamu udah ada janji sama dia?" tanya Putra sambil menunjuk Darwin.

Gue menoleh ke Darwin, "Iya Put, sorry ya."

"Ya udah gak papa. Tapi next time kita bisa ya jalan bareng berdua." kata Putra tersenyum ke gue.

Gue cuma mengangguk dan terpaksa tersenyum.

Putra pun pergi.

"Ayo ke kosan." Darwin menarik tangan gue.

*

Gue langsung merebahkan badan gue di kasur kamar Darwin.

"Muka udah kaya lobster rebus gitu." gumam Darwin.

"Biarin. Lobster kan mahal." gue menyahut.

"Minum dikit sama banyak, sama aja merah juga muka gue." gue bergumam.

"Jadi belom mabok nih." ledek Darwin.

"Emang pernah sampe mabok banget kalo abis praktek bartending? Yang ada ditambahin lagi dikosan, baru beneran mabok." kata gue.

"Heeee, udah disini taunya. Gue cariin juga lu. Kan gue ke toilet doank, ngapa lu tinggalin gue?" Adie baru dateng dan protes ke gue.

"Oiya, sorry. Gue lupa. Soalnya tadi langsung ditarik sama Darwin."

"Kirain gue lu lagi ngobrol sama si Putra." sahut Adie.

Mendengar nama Putra, Darwin langsung menatap gue tajam.

"Ya emang tadi lagi ngobrol, trus di tarik sama bapak ini kesini." jawab gue.

"Guys, gue tidur dulu sebentar aja ya. Pusing kepala gue, tanggung soalnya." gue berkata sambil mengambil bantal dan memejamkan mata.

Sebelum gue terlelap, gue mendengar Adie juga pamit keluar ke kosannya. Dan gue mendengar Darwin menyalakan gitar listriknya dan mulai bermain. Suara gitarnya malah makin bikin gue ngantuk dan tidur.

Darwin duduk di kursi teras diluar kamarnya. Ferdi datang menghampirinya.

"Win, kok diluar lu?" tanya Ferdi.

"Ada Chacha di dalem, lagi tidur." jawab Darwin.

"Ooo. Abis kelas bartending ya dia? Nginep donk dia." tanya Ferdi.

"Iya." jawab Darwin.

"Bangunin lah, udah sore banget ini." kata Ferdi.

"Jangan. Nanti dia marah." Darwin menahan Ferdi.

Ferdi menghela napasnya. Dia duduk disamping Darwin.

"Win, mendingan lu ngomong yang jujur sama Chacha." kata Ferdi.

"Hah? Ngomong jujur? Apaan?" tanya Darwin heran.

"Win, cuma orang bego yang gak tau kalo lu tuh sebenernya suka sama Chacha." jawab Ferdi.

"Gue suka sama Chacha?" tanya Darwin.

"Iyalah." jawab Ferdi.

"Fer, gue itu nganggep dia udah kaya ade gue sendiri. Jadi ya wajar aja kalo gue perhatian sama dia, khawatir sama dia. Trus, nyokapnya dia juga udah percaya untuk nitipin dia ke gue." kata Darwin.

Ferdi tertawa, "Yakin lu cuma nganggep dia ade?"

Ferdi pun melangkah menuju kamar Darwin.

*

"Woi, putri tidur. Bangun." suara Ferdi membangunkan gue.

Gue menggeliat dan melihat muka nggak berdosanya dia.

"Bisa gak, gak gangguin gue." gue bergumam.

"Udah sore nih. Mandi dulu sana." sahut Ferdi.

Tak lama kemudian, Darwin pun masuk.

Gue duduk dan bersandar di tembok.

"Tanggung ya Cha?" tanya Ferdi.

"Ya menurut lu?" gue bertanya balik.

Ferdi tersenyum licik, dan gue tau banget kalo dia udah senyum kaya gitu maksudnya apa.

"Gue baru dapet kiriman dari bokap. Entar malem yah." kata Ferdi tersenyum.

Gue pun tersenyum senang, gue berdiri dan melangkah ke kamar mandi.

"Gue mandi dulu ya. Abis itu kita makan dulu ya." gue berteriak dari dalam kamar mandi.

"Bokap kirim berapa botol?" tanya Darwin.

"Cuma dua botol. Tapi ok lah. Entar gue yang mixing. Gue ke kosan Adie dulu deh, bangunin dia. Kita makan ditempat biasa aja ya." kata Ferdi sambil keluar kamar.

*

Kita berjalan berempat untuk makan malam. Gue memakai hoodie punya Darwin, supaya kepala gue tertutup. Kaos dan celana pendek.

Darwin duduk disamping gue. Dia emang yang paling perhatian sama gue. Sampe-sampe ke dalam hal makanan.

"Kok makannya cuma itu doank?" tanya Darwin ke gue.

"Ya kan gue banyak gak doyannya."

"Mau gue beliin apa gak? Nanti malem kalo lu laper, susah loh." katanya lagi.

Gue ketawa ngedengernya, "Win, ini kan bukan baru pertama gue nginep."

'Bener kata Adie, orang yang gak tau kita banget, pasti ngira gue pacaran sama Darwin. Keliatan tuh dari tatapan para makhluk kosan yang lagi makan disini.' gue bergumam dalam hati.

"Udah kelar kan makannya, yuk. Banyak nyamuk disini. Cuma gak ngegigit aja, tapi menatap." gue bangun dari duduk dan keluar dari tempat makan.

Setelah beberapa saat berjalan, kita berempat tiba dikosan Darwin.

Gue menyalakan rokok dan membuka hoodie.

"Jadi lu semalem hooked up sama siapa?" gue bertanya ke Ferdi.

Ferdi tersenyum, "Vania."

Gue terkejut, "Hah? Tapi pasti kalian gak pacaran kan?"

"Ya nggak lah." jawab Ferdi sambil membuka botol minuman.

Dia kemudian meracik minuman.

"Kenapa lu gak pacarin dia, Fer?" gue bertanya.

"Belom kepengen pacaran gue. Nanti kita susah kalo mau seneng-seneng kaya gini, ya kan." jawab Ferdi sambil nyengir.

"Nih minum. Toast!" seru Ferdi sambil memberikan gue, Adie, dan Darwin masing-masing segelas.

Gue menenggak habis minumannya. Aneh rasanya.

"Apaan nih?" gue bertanya.

"Vods, ginger beer, sama tonic water aja kok." jawab Ferdi.

"Yaiks. Pantesan." gue menggumam.

"Kenapa?" tanya Ferdi.

"Kan lu tau gue gak suka Vodka." gue menjawab.

"Ya dibawainnya ini." kata Ferdi nyengir.

"Itu yang satu lagi apa?" gue bertanya sambil melirik ke botol yang satu lagi.

"Blue label. Tapi yang ini nanti aja ya dibukanya, pas kita lulus-lulusan kek. Sayang soalnya. Gue mau peluk-peluk dulu. Hehe.." kata Ferdi nyengir.

"Dasar aneh." ledek Adie.

Ferdi pun menuangkan lagi minuman racikannya.

Setelah sekian gelas, "Straight ya." kata Ferdi.

"Gue lewat deh." sahut Darwin.

"Kenapa?" tanya Ferdi.

"Nih ya, dulu kan gue pernah bilang. Di antara orang-orang yang mabok, harus ada satu orang yang sadar atau setengah mabok. Jadi kalo kalian kenapa-kenapa, gue gampang ninggalinnya. Haha.." jawab Darwin.

"Hadeeh. Gue udah serius dengerinnya." Adie menggerutu.

"Beneran kok gue. Gue lewat, Fer." kata Darwin lagi.

Dia menghampiri gue dan duduk di sebelah gue.

"Cha, ini straight loh. Dan itu Vodka. Lu kan gak suka." bisik Darwin ke gue.

Gue tersenyum dan menoleh ke arahnya.

"Iya. Gak papa. Segelas aja kok straight nya."

Ferdi memberikan gue segelas straight. Gue meminumnya.

Gue menyalakan rokok. Kita berempat pun ngobrol gak jelas dan tertawa.

Gue merasakan sesuatu yang gak beres di dalam perut gue. Rasanya mual. Inilah kenapa gue gak suka sama yang namanya Vodka straight. Gue bangun dari duduk dan langsung ke toilet.

Memuntahkan semua yang ada diperut gue.

Darwin masuk dan berjongkok disamping gue. Dia memijat leher dan pundak gue.

"Gue bilang juga apa. Vodka straight. Emang pernah lu minum Vodka trus gak jackpot?" ledek Darwin ke gue.

Gue gak ngejawab dia.

Darwin pun mengambilkan tissue untuk mengelap mulut gue.

Setelah muntah, gue pun kembali ke kamar.

Adie, Ferdi, dan Darwin pun berbaring dengan wajah yang semua menatap ke langit-langit kamar. Darwin menarik tangan gue dan gue pun berbaring disampingnya. Dia menyetel lagu wajib kita kalo abis minum-minum, High and Dry by Radiohead.

Ngedengerin lagu itu sambil ngobrol-ngobrol.

"Guys, kira-kira kita bakalan sampe tua gak yah begini?" tanya Ferdi.

"Mabok? Ya gak lah." jawab Adie.

"Bukan maboknya. Tapi, bareng-bareng kaya gini. Kita udah tua nih, trus punya anak. Kira-kira, anak-anak kita bakalan sahabatan kaya kita gak ya.." kata Ferdi.

"Haha.. Anak gue nanti gak gue kasi maen sama anak lu. Soalnya gue tau bapaknya." ledek Darwin ke Ferdi.

"Sial lu, Win." kata Ferdi nyengir.

"Seru kali ya, kalo anak-anak kita nanti juga kaya kita gini. Trus kita gep-in. Kaya gimana mukanya mereka itu nanti." kata Adie mengkhayal.

"Kalo lu gimana, Cha?" Ferdi bertanya ke gue.

Darwin tiba-tiba menggengam tangan gue. Gue menatap ke arahnya yang lagi tersenyum memandangi langit-langit kamar.

"Gue? Ya mungkin anak gue adalah salah satu anak kalian. Hahaha.." gue menjawab.

Kita berempat pun tertawa.

Malam semakin larut. Ferdi dan Adie pun pulang kembali ke kosannya, karena gak mungkin tidur berempat, gak muat.

Gue tadinya mau tidur dikosan Adie, tapi gue lemes banget mau jalan.

Gue pun berbaring dan mencoba memejamkan mata. Gue ngantuk banget, dan kepala gue sedikit pusing. Gue percaya sama Darwin, dia gak akan berani ngapa-ngapain gue. Jadi ya, gue tidur aja dengan cuek.

Darwin menatap Danisha yang terbaring disampingnya.

"Jadi cewe kok susah banget dibilangin." gumam Darwin tersenyum.

"Apa iya gue suka sama lu? Lagian, ngapain juga tadi si Putra ngajakin lu jalan malem-malem? Orang yang keliatannya baik belum tentu baik. Mendingan gue, udah ketauan suka minum bareng lu. Tapi gue gak pernah ngapa-ngapain lu. Gue selalu ngejagain lu. Pake manggil aku kamu lagi dia sama lu. Gak bisa apa, biasa aja kalo jadi cowo." Darwin berbicara pada Chacha yang sudah tertidur.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!