Siapa Dia

Hari demi hari ya gini-gini aja. Bangun, kuliah, nongkrong, pulang, tidur. Besoknya lagi juga begitu, the cycle still the same.

Perkuliahan baru aja selesai. Semua kelas pun bubar. Gedung untuk kuliah teori cuma 3 lantai. Gue jarang banget dapet kelas di atas, selalu dilantai 1. Kalo bubarnya bareng begini, udah kaya anak ayam dibuka kandangnya semua berhamburan keluar.

Gue berjalan ke tengah gedung, supaya gue bisa liat keatas, dan bersandar ditiang gedung.

Gue melihat ke arah tangga, Ferdi turun bareng temen kelasnya cewe dan cowo. Dibelakang dia, gue ngeliat seseorang yang juga turun, Darwin. Dan cewe yang jalan disampingnya, Shanti.

"Mereka itu beneran pacaran gak sih." gue bergumam.

Gue pura-pura gak ngeliat mereka.

"Cha, ngapain lu diem disini?" Adie menepuk pundak gue.

"Gak. Lagi mau cek hp aja." gue menjawab.

"Tuh Ferdi sama Darwin udah turun, yuk." ajak Adie.

"Lu duluan deh. Entar gue nyusul."

"Mau ngapain lu?" tanya Adie.

"Gak. Udeh sana." gue mengusir Adie.

Dia pun memanggil Ferdi dan Darwin.

"Woi, Win, Fer. Tunggu." teriak Adie.

"Eh, Die. Baru keluar?" tanya Darwin.

"Iya."

"Chacha mana?" tanya Darwin.

"Masih di dalem." jawab Adie.

"Tumben. Mau ngapain dia?" tanya Darwin lagi.

"Gak tau gue." jawab Adie.

"Win, gue main lagi ya ke kosan lu." kata Shanti pada Darwin.

Darwin nyengir nggak enak.

"Boleh aja sih, tapi dikosan gue gak ada apa-apa." kata Darwin.

"Gak papa Win. Gue sama Vania juga ke kosan lu deh." kata Ferdi sambil nyengir.

"Lah, lu sama Shanti, Ferdi sama Vania, masa gue jadi palang pintu." gumam Adie.

Mereka pun tertawa, "Ya udah sih, ikut aja. Lagian gue juga gak enak." Darwin berbisik pada Adie.

Setelah gue melihat mereka pergi, gue baru keluar gedung. Karena gue sambil ngeliatin hp, jalan gue pun jadi gak fokus. Gak sengaja gue nabrak orang.

"Aduh."

"Eh, maaf, maaf." sahut seorang cowo yang gue tabrak.

"Gak papa." gue menjawab datar.

"Danisha ya?" dia bertanya.

Gue menatapnya, 'Siapa ya dia.' gue bertanya dalam hati sambil mengingat-ingat.

Gue emang suka bergaul sama banyak orang, tapi gue jarang banget liat makhluk di depan gue ini.

"Iya." gue menjawab.

"Lu? Siapa?" gue bertanya sambil nyengir.

"Aku Putra. Kita emang jarang ketemu, kan aku anak pariwisata. Kita beda gedung." jawab Putra.

"Ooo. Tapi kok gue gak inget ya. Hehe.."

"Ya kan kamu sibuk kemana-mana. Tapi aku tau kamu lah, siapa sih disini yang gak kenal Danisha." katanya sambil tersenyum.

"Kayanya gue gak sepopuler Natalia deh." jawab gue.

"Iya sih. Tapi kamu itu terkenal dengan gaya kamu yang begini. Yang membangkang soal seragam, yang bisa teriak manggil orang dari sini sampe ujung sana, yang bisa cuek aja kalo disuruh keluar sama dosen cuma gara-gara gak pake high heels."

"Itu mah ngeledek namanya." gue berkata sambil mengeluarkan topi dari tas dan memakainya.

"Tuh, bener kan. Gimana gak dikenal, mana ada cewe dikampus ini yang kaya kamu." kata Putra lagi.

Gue hanya mengangkat bahu dan mau melangkah pergi.

"Danisha," Putra menahan gue.

"Chacha. Gak usah panggil gue itu." protes gue.

"Iya, Chacha. Eh, kamu mau kemana?" tanya Putra.

"Kenapa emangnya?" gue balik bertanya.

"Udah gak ada kuliah lagi kan?" tanya Putra.

Gue hanya menggelengkan kepala.

"Makan yuk. Sekalian ngobrol-ngobrol." ajak Putra.

Gue terdiam menatapnya, 'Ngobrol-ngobrol? Lah, dari tadi juga udah ngobrol-ngobrol.' dalam hati gue.

"Yuk." ajaknya lagi.

"Tapi lu yang bayar ya.." gue berkata sambil nyengir.

"Iya. Aku tau kamu itu emang bukan cewe yang penuh basa-basi dan gak ada jaim nya." kata Putra.

Akhirnya gue dan Putra pun menuju kantin dan makan berdua.

Gue tau sebenernya ada beberapa mata memandang gue dan Putra pas kita ke kantin dan makan.

Putra duduk di depan gue. Tanpa dia suruh, gue langsung pesen makanan, karena gue juga udah laper banget.

Putra tersenyum melihat cara gue makan.

"Kenapa?" gue bertanya.

"Gak papa. Kamu itu unik." jawab Putra.

"Unik apa aneh?"

"Unik itu udah pasti aneh, tapi aneh itu belum tentu unik." jawabnya.

Setelah selesai makan, gue minum dan menyalakan rokok gue.

Menghembuskan asap, dan menawari Putra.

"Rokok?"

"Nggak. Aku gak ngerokok. Aku kan vokalis." jawab Putra tersenyum.

"Vokalis?" gue bergumam dan mencoba mengingat-ingat.

Putra tersenyum, "Ingat sesuatu?"

"Ya ampun. Lu kan yang ketemu gue sama temen-temen gue waktu kita nongkrong di cafe tempat lu ngamen, ya kan?" gue bertanya.

"Iya, kamu sama tiga temen cowo kamu itu kan." kata Putra.

Gue mengangguk tersenyum.

"Jadi lu kalo malem ngamen disitu?" gue bertanya.

"Iya. Kalo malem aku ngisi acara disitu. Lumayan lah buat nambah-nambahin uang jajan." jawabnya tersenyum.

"Apa gak cape tuh, pagi kuliah, malem kerja."

"Cape sih pasti iya, tapi namanya hobi, pasti seneng-seneng aja." jawabnya.

Dia kemudian mengeluarkan ponselnya dan memberikan ke gue, "Cha, minta no hp lu donk."

Gue mengambil ponselnya dan mengetik nomor ponsel gue, "Asal jangan nelpon nagih utang yaa." gue mengembalikan ponselnya lagi.

"Haha.. Gak lah. Bukan nagih utang, tapi nagih yang lain." katanya sambil menghubungi nomor gue.

"Aku udah miskol hp kamu tuh. Simpen ya."

Gue mengambil ponsel dan menyimpan nomor nya.

*

Dikosan Darwin.

Ferdi, Adie, Vania, Shanti, dan Darwin. Mereka berlima sedang ngobrol-ngobrol dan tertawa.

"Die, mana si Chacha? Kok belum kesini?" tanya Darwin pada Adie.

"Gak tau gue. Ngayap kali dia." jawab Adie.

"Ngayap?" gumam Darwin.

"Eh, kalian itu emang sering jalan sama Danisha ya?" tanya Vania.

"Ya bukan sering lagi. Dia itu udah kaya buntut kita. Makanya kalo dia gak ada, pasti kita kecarian." jawab Ferdi santai.

Darwin mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu.

"Lagi gak online dia, cuma deliver aja." gumam Darwin.

"Ya berarti lagi maen kali dia. Dia kan tongkrongannya juga dimana-mana." kata Adie.

"Tapi motor dia masih ada dikosan lu kan, Die?" tanya Darwin.

"Masih. Kunci motornya kan dikamar gue. Kunci kamar, gue bawa nih." jawab Adie.

"Berarti gak jauh-jauh dia. Bentar lagi juga kesini." kata Ferdi.

"Lu kenapa, Win? Kok kayanya khawatir?" tanya Shanti pada Darwin.

Darwin masih mengetik-ngetik di ponselnya.

"Hah? Apa?" tanya Darwin.

"Ya elu kenapa, kok kayanya khawatir banget sama Danisha." jawab Shanti.

"Nggak. Gak papa kok gue." jawab Darwin tersenyum garing.

"Gimana gak khawatir. Kalo si Chacha sampe kenapa-kenapa, apa gak bakalan ditanyain emaknya dia." Ferdi meledek Darwin.

"Ooo, lu berarti udah akrab juga sama keluarganya ya." kata Shanti.

"Bukannya gitu, soalnya si Chacha itu kalo pergi atau pulang telat, pasti bilangnya sama gue perginya. Jadi pasti emaknya akan nanyain gue." jawab Darwin.

Tak lama kemudian, seorang teman cowo mereka pun datang ke kamar Darwin, Azis namanya, teman sekelas Darwin dan satu kosan.

"Win, pinjem korek donk. Korek gue ilang nih." sahut Azis.

"Wuih, lagi kedatangan tamu bening-bening nih. Pantesan si Ferdi sama Adie nongkrong disini." ledek Azis sambil melirik Vania dan Shanti.

"Nih, korek." Darwin melemparkan korek api ke Azis.

Azis menyalakan rokoknya.

"Lu kenapa Win? Kok gelisah amat?" tanya Azis.

"Chacha belom kesini. Lu ada ngeliat dia gak Zis?" tanya Adie pada Azis.

"Liat. Orang dia lagi makan dikantin." jawab Azis.

"Tuuh kan, gue bilang juga apa. Gak bakalan dia pergi jauh-jauh kalo gak sama kita." kata Ferdi.

"Iya, lagi makan dikantin berdua cowo." kata Azis lagi.

Ferdi, Adie, dan Darwin terkejut mendengarnya, terutama Darwin.

"Cowo? Temen kelasnya?" tanya Adie.

"Kayanya bukan sih. Orang gue gak kenal. Kayanya bukan anak hotel." jawab Azis.

"Dia berdua aja? Gak sama temen-temennya yang lain?" tanya Darwin.

"Iye. Orang mereka ketawa-ketawa ngobrolnya berdua." jawab Azis.

'Siapa?' Darwin bertanya dalam hatinya. Dia tau betul siapa aja temen Chacha, karena Chacha selalu bercerita ke mereka bertiga.

"Temen Chacha kan emang banyak, Win. Bukan kita aja. Banyakan temen dia dibanding kita." kata Ferdi.

Ponsel Adie pun berdering, "Eh, Chacha nih nelpon gue." kata Adie sambil mengangkat telpon.

Hanya beberapa saat, kemudian Adie menutup telponnya dan berdiri.

"Gue balik ke kosan dulu ya. Chacha ada disana, dia mau ambil motor." kata Adie.

Darwin berdiri dan menahannya, "Gue aja yang kesana. Sini kunci kamar lu."

Adie pun memberikan kunci kamarnya. Darwin melangkah keluar kosan.

"Diantara kalian bertiga, kayanya Darwin paling perhatian ya sama Chacha?" tanya Vania pada Ferdi dan Adie.

"Iyalah. Mereka lebih sering jalan bareng, soalnya rumah mereka juga searah. Tapi Chacha itu gak boleh ngekos sama emaknya. Kalo Darwin pulang, pasti bareng sama Chacha." jawab Ferdi.

"Kenapa mereka gak pacaran aja?" tanya Vania lagi.

Ferdi dan Adie tertawa, "Lu pikir Darwin mau pacaran? Dia kan tipe cowo yang gak mau terikat, dan bukan tipe cowo yang mau nganter-nganterin cewenya kemana-mana." jawab Ferdi.

"Lah, tapi itu Darwin kayanya mau kalo nganterin Chacha kemana-mana." kata Shanti.

"Ya karena Chacha itu bukan cewenya." jawab Adie.

Shanti pun mengangguk dan berpikir.

*

Kosan Adie.

Gue duduk nungguin Adie di depan pintu kamarnya. Sambil nunduk menggambar sesuatu dikertas.

Seseorang berdiri di depan gue. Gue berhenti menggambar dan mengangkat kepala untuk melihat. Gue menghela napas dan berdiri.

"Elu." sahut gue.

"Iya." jawab Darwin sambil membuka kamar Adie.

Gue masuk untuk mengganti rok dengan celana.

"Lu ngapain masuk? Gue mau ganti rok." gue mendorong Darwin keluar.

Setelah selesai, gue membuka lagi pintu kamar. Darwin masih berdiri.

"Haduh. Ngagetin aja lu. Ngapain sih lu berdiri disitu?" gue bertanya.

Darwin gak ngejawab dan masuk ke kamar.

Gue duduk dan menyalakan rokok. Darwin duduk dihadapan gue.

"Udah abis sebungkus?" Darwin bertanya.

Gue mengecek bungkus rokok, "Belom. Masih ada dua nih. Mau?"

Darwin menghela napasnya.

"Lu abis darimana Cha?" tanya Darwin dingin.

Gue aneh ngedenger nada bicara dia. Gue menatapnya.

"Kampus. Kenapa?"

"Sampe jam segini? Ngapain?" tanya Darwin lagi.

"Makan. Dikantin."

"Sama siapa?"

Gue merasa ada yang aneh sama pertanyaan Darwin. Biasanya dia kalo nanya gak kaya orang tua gini.

"Sama Putra." gue menjawab sambil menghembuskan asap.

"Putra siapa?" tanya Darwin lagi.

"Bukan anak hotel sih dia. Anak pariwisata, gedung depan." gue menjawab.

Darwin mengernyitkan dahinya.

"Lu baru kenal dia?" tanya Darwin.

Gue menatap Darwin heran.

'Ini orang kenapa sih. Baru sebentar aja gue gak ke kosannya, tapi pertanyaannya udah kaya tim penyidik polres aja.' gue bergumam dalam hati.

Gue berdiri dan mengambil jaket.

"Gue mau pulang."

Darwin berdiri dan menahan gue. Dia menutup pintu kamar.

"Lu belum jawab pertanyaan gue." kata Darwin.

"Maksud lu apa sih, Win?" tanya gue yang mulai kesel.

"Cha, hari ini lu gak ada main ke kamar gue. Gue chat lu juga lu gak bales. Abis kuliah lu makan sama cowo yang gue, Ferdi, atau Adie gak kenal." kata Darwin.

"Ya trus kalo gue makan sama dia emangnya kenapa? Dia kan temen gue juga." gue mencoba protes.

"Tapi lu makannya juga lama banget sama dia. Emang ada makan doank sampe dua jam?" tanya Darwin dengan nada sedikit tinggi.

Gue menatapnya tajam dan kesal, "Win! Mau dua jam kek, tiga jam kek, itu urusan gue. Kenapa kok lu jadi ribet banget ngurusin gue. Lagian, gue juga gak pernah protes kok, kenapa akhir-akhir ini lu sering bareng Shanti, dan dia sering main ke kosan lu."

"Cha, gue sama Shanti gak ada apa-apa. Dia cuma main aja ke kosan gue. Dan gue gak pernah cuma berdua aja sama dia dikosan." kata Darwin.

"Gue sama Putra juga temen aja. Kita emang cuma berduaan aja, tapi itu dikantin, dan makan. Bukan dikosan. Lagian, kalo lu mau berduaan aja dikosan sama Shanti juga gak masalah kok, itu bukan urusan gue." gue memprotes Darwin.

"Cha,"

"Udeh, awas. Gue mau pulang." gue menarik tangan Darwin agar dia menyingkir dari pintu.

Gue keluar dari kosan Adie dengan hati yang kesal. Sambil menyalakan motor untuk pulang kerumah.

"Hhhkkk! Si Darwin itu, kalo ngomong apa gak mikir dulu, dia aja seenak-enaknya jalan bareng cewe. Masa trus gue gak boleh berdua aja sama temen cowo gue yang lain." gue bergumam sendirian.

Darwin duduk sendirian termenung dikamar Adie.

"Gue gak tau perasaan gue gimana ke lu. Tapi gue gak suka denger lu makan berdua aja sama cowo yang bukan Ferdi atau Adie." Darwin berkata pada dirinya sendiri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!