Billiard

Tik tik tik tik. Gue ngeliatin detik yang berputar di jam tangan gue. Kuliah teori emang bikin bete, apalagi kalo dosennya flat banget kalo kasi materi. Dua jam rasanya kaya dua hari.

"Sssstt, Cha." Adie memanggil gue.

Dia duduk dibelakang gue. Gue bersandar pada kursi, "Apaan?"

"Abis kuliah kita ke tempat billiard yuk. Semalem gue udah kesana, tempatnya emang asik." ajak Adie.

Gue menoleh kebelakang, "Gue gak bisa maen billiard."

"Gue juga awalnya gak bisa. Tapi pas udah bisa, jadi ketagihan." kata Adie.

"Ya udah, liat nanti."

"Nanti lu minta ajarin aja sama Darwin atau Ferdi. Mereka jago kok main billiard nya." saran Adie.

"Iye."

Setelah beberapa lama, akhirnya kelas pun selesai. Gue keluar kelas.

"Cha, makan yuk, dikantin." ajak Nopee.

Nopee adalah temen cewe gue satu-satunya yang akrab.

Gue berpikir, "Hmmm, kayanya gak deh Nop. Gue mau nongkrong, biasa, sama para batang."

"Yah elu mah. Gak bisa yah sehari aja tanpa mereka. Gimana lu mau punya cowo, orang lu sama mereka terus. Yang suka sama lu juga pada mundur dah, ngeliat tentara lu sampe tiga begitu." ledek Nopee ke gue.

"Ya mereka bertiga itulah cowo gue. Hahaha.." gue pun pergi menyusul Adie yang jalan duluan.

"Gue ke kosan dulu, mau ganti baju. Lu tunggu dikosan Darwin aja ya." kata Adie.

Gue mengiyakan dan berjalan ke kosan Darwin.

Gue melihat ada dua pasang sepatu cewe didepan pintu kamar Darwin.

"Lagi sama siapa dia." gue bergumam.

Gue langsung ke kamarnya karena pintu kamarnya juga gak ketutup.

"Ehem." gue berdehem.

Darwin dan dua orang temen cewe nya menoleh ke gue.

Gue langsung duduk disamping Darwin dan menatap mereka yang duduk didepan gue.

"Hai Cha." sahut Vania menyapa gue.

"Hai."

"Udah kelar kuliah, Cha?" tanya Shanti ke gue.

Gue menoleh dia dan menyalakan rokok.

"Menurut lu? Ya kali gue masih ada kuliah trus gue kesini."

Mereka berdua tersenyum tersipu sambil menutup mulut mereka dengan tangannya.

'Oh my God! Apa cewe-cewe emang begitu ya. Mau nyengir aja ribet banget.' gue bergumam di dalam hati sambil menggelengkan kepala.

"Udah makan Cha?" Darwin bertanya ke gue.

Gue menoleh ke dia, "Belom. Katanya Adie, kita mau main billiard, jadi gue pikir nanti gue makan disana aja."

"Emang lu bisa main billiard?" tanya Darwin ngeledek gue.

"Nggak." gue menjawab dingin.

Sebenernya gue agak kesel, karena ada temen-temen cewe kelasnya Darwin. Mereka tumben banget lagian ke kosan Darwin. Mau mgapain coba. Di kamar Darwin juga gak ada apa-apa, TV aja gak ada. Masa iya mereka kesini cuma mau dengerin radio atau dengerin Darwin main gitar.

"Gak bisa main billiard kok mau ikut?" tanya Darwin lagi, dan tetep ngeledek gue.

Gue menghela napas sambil menghembuskan asap rokok.

"Tadinya, gue mau minta ajarin sama lu. Tapi kayanya lu lagi sibuk, jadi gue minta ajarin Ferdi aja." gue menjawab sambil mematikan rokok gue di asbak dan berdiri.

"Eh, lu mau kemana?" tanya Darwin.

"Kosan Ferdi." gue menjawab dan langsung pergi.

Darwin pun nyengir dan menggaruk-garuk kepalanya.

"Win, lu sama Danisha pacaran ya?" tanya Shanti ke Darwin.

Darwin kaget ngedengernya, "Hah? Pacaran? Nggak. Gue sama dia gak pacaran."

"Tapi, dari cara lu mandang dia kayanya beda deh. Trus Danisha juga ngeliat lu juga beda. Kayanya dia juga jealous sama kita." kata Shanti lagi.

"Ah, itu mah perasaan lu aja kali. Gue sama Chacha temenan doank kok." jawab Darwin.

*

Ketika gue melangkah menuju kosan Ferdi, gue berpapasan dengan Adie.

"Eh, Cha. Mau kemana? Kok lu sendirian? Darwin mana?" tanya Adie.

"Darwin sibuk. Gue mau ke kosan Ferdi aja. Biar dia aja yang ngajarin gue."

Ponsel Adie berdering, "Lah, ini Ferdi telpon gue. Bentar, gue angkat dulu." kata Adie.

Gue menunggu Adie menerima telepon dari Ferdi. Setelah beberapa saat, Adie pun menutup telponnya.

"Cha, kata Ferdi, kita langsung aja ke tempat billiard. Dia udah disana."

"Ya udah, ayo."

"Bentar, gue samperin Darwin dulu." kata Adie.

Gue menahan dan menarik tangannya, "Gak usah. Kan tadi gue bilang ke lu, kalo Darwin lagi sibuk."

Gue pun langsung menarik dan menggandeng Adie untuk jalan.

"Naik apaan kita?" Adie bertanya.

"Mobil. Gue bawa mobil hari ini. Makanya tadi pagi gue gak ke kosan lu. Gue parkir dikampus."

"Tumben amat. Motor kemana?" Adie bertanya.

"Pas mau berangkat, ban motor gue kempes. Pagi-pagi belum ada tukang tambal yang buka."

Gue dan Adie pun masuk ke mobil.

Dalam perjalanan, "Cha, emang si Darwin lagi sibuk mgapain sih?" Adie bertanya.

"Sibuk pacaran."

"Hah? Yang bener lu?" tanya Adie tertawa.

"Kenapa lu ketawa?"

"Ya kali Darwin pacaran. Dia emang ngerti gimana cara nembak cewe?" kata Adie nyengir.

"Siapa tau gak pake ditembak. Orang sampe dua cewenya."

"Hahahaha... Doyan threesome donk mereka yah." sahut Adie.

Tak berapa lama, gue dan Adie pun tiba di tempat billiard.

Gue langsung duduk di dekat meja billiard yang sedang Ferdi mainkan. Dia bermain billiard bersama dengan dua orang teman kelasnya. Gue gak begitu kenal sama teman-temannya, karena gue gak pernah sekelas sama Ferdi. Tapi, rata-rata temen-temen dia tau gue.

Karena gue laper, gue pun langsung memesan makanan.

"Laper?" tanya Ferdi yang duduk disamping gue setelah dia memukul bola dengan stik nya.

Gue hanya mengangguk menjawabnya.

"Kok muka lu angker banget sih, Cha?" tanya Ferdi lagi.

"Iye, soalnya gue laper." gue menjawab.

"Dan kesel." sahut Adie tiba-tiba sambil maju ke meja billiard dan memukul bola putih.

Ferdi tersenyum, "Kesel kenapa?" tanyanya.

Gue gak ngejawab dan tetep makan sampe habis. Gue minum dan menyalakan rokok.

"Gue tadinya mau minta ajarin Darwin main billiard, tapi, dia kayanya sibuk. Jadi, gue di ajarin sama lu aja ya, Fer." gue berkata pada Ferdi.

"Ooo, jadi kesel karena itu." kata Ferdi tersenyum.

Dia pun kemudian menarik tangan gue menuju meja billiard disebelah. Dia memberi kode pada petugas billiard untuk menset-up meja tersebut.

Dia mengambil satu stik billiard dan ngasih ke gue, "Nih, pegang. Sini gue ajarin."

"Liat ya, bola putih nya dipukul, arahin ke bola yang warna warni. Yang nomor satu yang duluan di incer, tapi kalo bola-bola yang lain ikut masuk, ya bagus." kata Ferdi memberi penjelasan.

"Ya ngeliatin doank mah kayanya gampang." gue berkata.

"Makanya sini." ajak Ferdi.

Dia pun mengajarkan gue gimana cara pegang stik billiard, mengarahkannya ke bola putih dan memukulnya.

"Yah, kok bola putih nya pelan banget, Fer? Trus gak sesuai sama yang gue incer lagi." gue bertanya pada Ferdi.

Ferdi tersenyum dan menghampiri gue. Dia berdiri di belakang gue, dia memegang dan mengarahkan kedua tangan gue ke arah bola putih. Tangannya di atas tangan gue. Hembusan napasnya pun terasa dipundak gue.

Pada saat yang bersamaan, Darwin pun datang. Dia melihat gue yang sedang diajari bermain billiard oleh Ferdi.

"Yeeay. Masuuuk." gue berseru karena bola nomor satu akhirnya masuk.

"Naah, udah bisa kan?" tanya Ferdi.

"Ya itu kan karena lu pegangin."

"Haha.. Iya. Ya udah nih, minum dulu. Trus, lu coba latihan aja dulu sendirian. Gue mau nerusin game gue dulu disitu. Lagian ada Darwin tuh, lu minta ajarin lagi aja sama dia." kata Ferdi sambil memberikan gue sebotol minuman bersoda. Dia pun menuju meja yang sebelumnya. Dia terlihat berkata sesuatu pada Darwin.

Gue duduk dan menyalakan rokok. Darwin menghampiri gue dan duduk disamping gue.

"Udah berapa batang dari tadi disini?" tanya Darwin.

"Belom sebungkus." jawab gue.

"Udah bisa main billiard nya? Lawan gue yuk." ajak Darwin.

"Gak mau."

Darwin menatap ke arah gue.

"Lu kenapa? Marah ya sama gue?" tanya Darwin.

"Nggak. Emang marah kenapa?" gue bertanya balik.

"Karena gue sampe dua cewenya." Darwin meledek.

Dia berdiri dan menarik gue.

"Ayo kita main."

Karena gue masih belum lancar bermain billiard, ya pastinya gue kalah terus sama Darwin.

"Yah, masa kalah terus sih? Gak ada challenge." kata Darwin.

"Ya gue kan belom pro kaya lu atau Ferdi." gue menjawab.

Darwin menghampiri gue. Dia berdiri dihadapan gue, memutar badan gue menghadap ke meja billiard.

"Nih, pegang stik nya." Darwin memberikan stik, dia berdiri dibelakang gue. Dia menggenggam kedua tangan gue, mengarahkan stik ke bola putih, sehingga tubuh gue dan dia membungkuk ke meja billiard.

Gue merasakan hembusan napasnya. Tapi, yang lebih bikin gue bener-bener terkejut, gue merasakan jantung gue berdegup kencang ketika dia dibelakang gue, memegang tangan gue, dan sedikit memeluk gue. Gue kenapa?

Setelah memukul bola putih, tangannya tetap menggenggam tangan gue.

"Seandainya, Cha." Darwin bergumam.

Gue membalikkan badan dan menatapnya, "Lu bilang apa, Win? Seandainya apa?"

Darwin langsung bersikap salah tingkah, "Eh, nggak Cha. Itu, seandainya aja dikosan ada meja billiard ya kan. Jadi kita gak perlu kesini." kata Darwin sambil nyengir.

"Hadeeh. Dasar aneh." gue berkata sambil menyerahkan stik padanya, dan menuju meja billiard Ferdi.

Darwin memandangi gue, "Kenapa gue kok tadi kesel banget pas ngeliat Chacha di ajarin sama Ferdi." gumam Darwin.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!