Prolog

Hai, gue Danisha, atau biasa dipanggil Chacha. Gue salah satu mahasiswi perhotelan di salah satu kampus yang gak terlalu terkenal. Kalo kata temen-temen, gue itu cowo berkedok cewe, hihi. Gue tomboy menurut mereka. Menurut gue sih, gue cuma cuek dan gak bisa pake high heels aja. Walaupun kuliah pake seragam; kemeja+rompi+dasi+rok+kadang-kadang blazer, gue tetep gak bisa jalan pake high heels ato sepatu cewe, dan gue lebih mau pake jaket dibanding blazer atau rompi. Makanya nilai grooming gue gak pernah B atau A untuk beberapa matkul praktek yang mesti pake high heels.

Setelah satu semester training di sebuah hotel, akhirnya hari ini gue kembali lagi ke kampus. Hari yang gue tunggu-tunggu, karena gue akan ketemu sama temen-temen gue. Bisa dibilang mereka 3 sahabat gue. Ya pastinya mereka semua itu cowo. Adie, Ferdi, dan Darwin. Ketemu mereka setiap hari, yang bikin gue selalu semangat ke kampus. Selama training, kita berempat gak bareng disatu hotel. Mereka bertiga kos di dekat kampus, tapi gak disatu kosan. Cuma gue yang gak kos, dan gue selalu bawa motor kalo ngampus.

Setiap pagi, gue pasti ke kosan Adie, taro motor, ganti seragam, plus bangunin dia. Gue sama Adie sering satu kelas.

"Woi, Die! Bangun napah!" gue membangunkan Adie sambil melempar bantal kemukanya.

Adie menggeliat, "Aduuuh, Cha. Lu tau-tau udah disini aja." gumam Adie yang masih merem.

"Iyalah. Udeh sono, lu cepetan bangun." gue menyalakan lampu dikamarnya dan membuat kopi untuk gue sendiri.

Adie dengan malas bangun dan mengambil handuknya.

"Woi, Cha. Ada rokok gak? Sakit perut nih gue." tanya Adie.

"Ada nih." gue memberinya satu batang rokok.

Ngopi+roti+rokok, menu andalan gue setiap pagi.

Sambil menunggu Adie siap-siap, gue selalu melihat jadwal kuliah gue. Soalnya, gue suka salah jadwal. 😅 Udah pede pagi-pagi ke kampus, ternyata gue gak ada kuliah pagi.

"Cha." Darwin tiba-tiba datang dan menyapa.

"Eh, Win. Kapan balik ke kosan?" gue bertanya.

"Barusan." jawab Darwin.

"Kenapa gak bilang. Tau gitu kan kita bisa bareng. Yaaa, walaupun gue yang bawa motor. Kan lu gak bisa bawa motor." gue meledek Darwin.

"Makanya gue males bilang sama lu." jawab Darwin sambil menyeruput kopi gue dan menyalakan rokoknya.

"Adie masih mandi?" tanya Darwin.

"Iye."

"Cha, minggu ini lu nginep gak?" Darwin bertanya lagi.

"Gak tau gue, liat aja nanti." gue menjawab.

"Kenapa emang?" gue bertanya.

"Ya gak papa, biasanya kan lu kalo abis kuliah bartending pasti nginep. Soalnya muka lu udah kaya lobster rebus kalo abis kuliah itu. Haha." giliran Darwin ngeledek gue.

"Liat nanti deh. Kalo mixing minumannya biasa aja, ya gue balik lah. Tapi kalo wow, pasti gue nginep."

"Iyalah. Kalo lu mabok, gue mana kasi lu pulang bawa motor sendiri." gumam Darwin.

Gue kok kaya denger dia ngomong apa yaa, "Lu bilang apa Win?"

"Hah? Nggak. Gak bilang apa-apa." jawab Darwin.

Setelah Adie selesai, kita bertiga berjalan kaki ke kampus. Biasanya, kita selalu mampir dulu ke kosan Ferdi, buat ngebangunin dia.

Darwin dan Adie mengetuk pintu kamar Ferdi,

"Woi, bangun woi!" teriak Adie.

Namun tidak ada jawaban dari dalam.

"Woi, kebakaran woi!" giliran Darwin berteriak.

Terdengar suara kunci kamar dibuka dari dalam. Dengan wajah yang masih mengantuk, Ferdi membuka pintu kamarnya.

"Apa sih, guys?" tanya Ferdi.

"Bangun woi. Lu gak kuliah?" tanya Darwin.

Ferdi mengucek matanya.

"Jam berapa ini?" Ferdi bertanya.

"Udah mau jam delapan." jawab Adie.

"Haduh." Ferdi menepuk jidatnya.

"Win, pagi ini gue sekelas sama lu kan. Gue nitip absen aja ya. Gue masih ngantuk banget." kata Ferdi pada Darwin.

Gue menatap Ferdi heran.

"Emang lu semalem begadang? Sama siapa? Darwin aja baru dateng." gue bertanya pada Ferdi.

"Ya ada lah, pokoknya. Nanti aja gue ceritain. Ok ya Win, gue nitip absen, sekalian sama makan siang nanti kalo udah kelar kuliah." jawab Ferdi.

Kita bertiga pun pergi meninggalkan Ferdi berjalan menuju kampus sambil menggelengkan kepala.

Adie, diantara kita berempat, dia yang paling sabar. Gak pernah marah kalo diledekin. Dan orang yang paling gak bisa bilang No ke kita bertiga. Rajin banget kuliah, walaupun kadang-kadang kita habis nongkrong begadang. Menurut dia, yang penting hadir dikelas. Masalah ngerti atau gak sama materi yang dosen kasi, itu urusan belakangan.

Ferdi, ini orang yang paling santai diantara kita berempat. Kata dia, kuliah itu cuma buat beli sertifikat aja. Dia sebenernya males kuliah, tapi karena disuruh orang tuanya, dia pun menurut asal jurusannya yang dia mau. Dia kuliah jurusan perhotelan karena dia suka matkul bartending. Menurut dia, selalu ada seni dalam membuat minuman, apalagi pas kita sendiri yang minum. Dikamar kosnya, ada beberapa botol minuman import, ya karena dia juga dari keluarga yang berada, dan orang tuanya suka bepergian keluar negeri.

Darwin, dia sendiri gak begitu ngerti kenapa kuliah perhotelan. Cuma dia pernah bilang kalo dia suka masak. Karena dirumahnya juga buka rumah makan. Dia suka bereksperimen sama masakan. Darwin suka banget baca, dia juga termasuk orang yang cerdas, dan cepet belajar. Dan dia adalah gitaris yang hebat menurut gue. Dikamar kos nya, cuma ada satu kasur, gitar, dan radio tape. Tapi, dia kurang suka ngeband, lebih suka solois kaya Steve Vai atau Joe Satriani.

Walaupun mereka semua cowo, mereka selalu menganggap gue kaya adik kecil mereka. Ya emang karena gue juga yang paling muda umurnya dibanding mereka.

Enak dan serunya sahabatan sama mereka, mereka itu tetep bisa nempatin diri mereka di depan gue yang cewe satu-satunya. Mereka tetep bisa ngehormatin dan ngelindungin gue.

Dan enaknya kalo sahabatan sama cowo, kita jarang banget ngomongin cewe laen ato cowo laen.

*

Setelah perkuliahan selesai, gue gak pernah langsung pulang. Gue selalu ngabisin sore bareng mereka dikosan Adie atau Darwin. Gue males kalo dikosan Ferdi, karena dikamarnya banyak botol minuman yang bikin gue ngiler, kalo gue minum, bisa-bisa gak pulang-pulang gue. 😅

Gue rebahan di kasur Darwin. Adie duduk di pintu kamar sambil memainkan ponselnya. Darwin sendiri sedang membuka nasi bungkusnya dan mau makan.

"Lu udah makan, Cha?" tanya Darwin ke gue.

"Udah." jawab gue.

Tapi, pas gue nyium aroma makanan Darwin kok kayanya enak ya. Gue melirik ke makanannya.

"Wah, ayam bakar padang. Plus ada gorengan lagi." gue bergumam sambil menghampiri Darwin.

"Kenapa? Mau? Ya udah nih." kata Darwin sambil menyuapi sesendok nasi+ayam ke mulut gue.

Gue pun gak menolak, karena siapa sih yang tahan nyium wangi ayam bakar padang.

Diantara mereka bertiga, Darwin ini emang yang paling perhatian sama gue. Mungkin karena gue juga sering nolongin dia, nganterin dia kemana-mana. Malah kita pernah nyasar bareng naek motor berdua, gak tau jalan pulang ke kosan sampe ke bogor.

Tak lama kemudian, Ferdi datang.

"Win, mana makanan gue?" tanya Ferdi pada Darwin.

"Tuh, dikantong." jawab Darwin.

Ferdi pun mengambil kantong dan membuka makanannya.

"Cha, lu gak mau nih makan bareng gue?" tanya Ferdi nyengir.

Gue menoleh ke Ferdi.

"Males gue makan sama lu mah." sahut gue sambil mengambil minum dan duduk disamping Adie sambil menyalakan rokok.

"Ngebul troooos." sahut Darwin ke gue.

"Iyalah. Namanya juga lokomotif. Lagian dari tadi pagi, gue baru ini kok ngebul lagi." gue menyahut ke Darwin.

"Eh, guys. Gue semalem nemu tempat nongkrong baru. Deket kok dari sini." kata Ferdi tiba-tiba.

"Tempat apaan?" tanya Adie.

"Tempat main billiard. Asik tempatnya. Nanti malem kita kesitu yuk." jawab Ferdi.

Darwin diam tak menjawab.

"Boleh juga tuh, kita coba." jawab Adie.

"Lu gimana, Win?" tanya Ferdi.

"Ya udah, gue ikut. Tapi lu yang bayar ya koin nya." jawab Darwin.

Mereka bertiga menoleh ke arah gue.

"Kok kalian tega banget sih." jawab gue.

"Tega? Tega kenapa?" tanya Ferdi heran.

"Besok kan masih kuliah guys, trus gue kan gak ngekos, bentar lagi juga gue pulang." gue berkata dan cemberut.

"Ya udah, lu nginep aja. Biasa juga tidur dikamar Adie atau Darwin." kata Ferdi ke gue.

"Gue," belom selesai gue ngomong, si Darwin langsung ngomong.

"Lu pulang aja. Gak usah ikut. Kalo bener tempatnya asik, baru nanti pas lu nginep kita kesitu lagi. Lagian, gue juga belom tau tempatnya kaya gimana, nanti kalo banyak pekael disana gimana hayo. Lu kan cewe." kata Darwin menasehati gue.

"Iya, Cha. Kita dulu aja yang pergi kesitu. Besok kita ceritain deh." sahut Adie mencoba menghibur gue.

"Hadeeeh. Susah juga ya kalo punya tentara sampe tiga begini. Udahlah, gue mau pulang aja. Lagian udah mau ujan. Die, gue ambil motor dikosan lu ya." gue bangun dan pamit pada mereka bertiga.

"Iyee, ambil aja." jawab Adie.

Akhirnya, gue pun berjalan menuju kosan Adie sendirian. Setelah mengganti rok dengan jeans, gue pun siap-siap ke motor diparkiran kosan Adie. Gue ngeliat Darwin duduk dimotor gue.

"Awas, gue mau pulang." sahut gue ke Darwin.

Darwin nyengir, "Makanya, kalo mau pulang itu jangan sambil ngambek. Pake nih jaketnya, tadi ketinggalan dikamar gue." sahut Darwin sambil menyerahkan jaket gue.

"Tengkyu."

"Hati-hati ya." sahut Darwin sambil menjitak helm yang udah terpasang dikepala gue.

"Aduh. Sialan lu. Awas lu ya." teriak gue ke Darwin yang berlari ke kosannya sambil meledek gue.

Gue pun mengendarai motor dan pulang menuju rumah. Tiga cowo itu emang kadang-kadang ngeselin. Tapi, kalo gak ada mereka gak seru.

Dicerita ini, gue akan menceritakan persahabatan gue dengan tiga makhluk berbatang tersebut. Sedih, senang, kecewa, marah, dan lain-lain.

Dan seperti kebanyakan yang orang-orang duga, persahabatan antara cewe dan cowo gak mungkin gak ada rasa cinta.

Tapi, cinta yang kaya gimana yang terjadi diantara gue dan tiga sahabat gue itu..

Danisha

Darwin

Ferdi

Adie

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***