BAB 12

"Mas, kembalikan!" pinta Bintang, Dia berusaha untuk mengambil ponsel miliknya yang ada di tangan suaminya. Namun, Bintang terdiam saat suaminya menatap dirinya dengan ponsel yang ada ditangannya bergantian.

"Kenapa Mas menatapku seperti itu?" tanya Bintang.

Rangga tertawa saat melihat ekspresi istrinya yang memajukan bibirnya. Dia memberikan kembali ponsel yang dia ambil kepada istri tercintanya.

"Sepertinya kamu benar, kalau kisah mereka akan sedikit mengingatkan kita pada kisah cinta kita dulu, Kamu bahkan berperan sama seperti Mama dulu." Rangga tersenyum. "Semoga saja dia juga bisa sama sepertimu, bisa meluluhkan hati putra kita," lanjut Rangga.

Bintang menghadap kearah Sang Suami dan mengalungkan kedua tangannya di leher Rangga. "Aku yakin dia pasti bisa."

Sepasang suami istri yang sudah tidak lagi muda itu, menyatukan bibir mereka, saling memagut dan bertukar saliva.

Pak Mun, yang saat itu duduk di jok depan hanya menyunggingkan sedikit sudut bibirnya.

"Tuan dan Nyonya, masih sama seperti dulu yang selalu romantis," batin Pak Mun. Dia cekikikan sendiri membayangkan adegan selanjutnya yang akan dilakukan oleh majikannya.

"Mas, jangan di sini," bisik Bintang di telinga Rangga. Dia tahu persis kalau suaminya akan melakukan hal lebih dari sekedar berciuman.

"Pak Mun, kita pulang sekarang!" titah Rangga.

"Mas, bukannya tadi kamu bilang kalau kamu akan langsung pergi ke perusahaan karena Nando dan Arya sedang berada di luar kota?" tanya Bintang.

Rangga mengambil ponsel yang ada di sakunya dan menghubungi seseorang.

"Dion, gantikan Daddy meeting hari ini. Kalau sudah selesai kirimkan hasilnya lewat email. Daddy ada urusan mendadak." Tanpa menunggu jawaban dari menantunya, Rangga langsung menutup sambungan ponselnya. "Semua sudah bereskan?" Rangga mengatakan itu sambil melihat Bintang.

Bintang menggeleng pelan, dari dulu sikap seenaknya dari suaminya itu tidak pernah berubah.

***

Keenan bergegas menuju ke rumah Anindira untuk mengajaknya memilih gaun untuk pernikahan mereka.

"Harusnya semalam aku minta nomor tuh cewek, jadi akukan nggak perlu susah-susah menjemputnya," gerutu Keenan. "Mommy, juga kenapa panggilanku tidak dijawab sih?"

Keenan melempar ponselnya di jok kosong di sebelahnya. Dengan kecepatan sedang, dia melajukan mobilnya menuju ke rumah Anindira. Tidak butuh waktu lama, akhirnya mobil itu tiba di depan rumah yang di tuju. Keenan berniat turun dari mobilnya, namun, saat melihat Anindira sudah menunggunya di depan rumah, dia mengurungkan niatnya dan hanya menyuruhnya masuk ke mobil.

"Masuk!" seru Keenan dari dalam mobil, dia menurunkan sedikit kaca mobilnya.

Anindira segera menghampiri mobil milik Keenan dan masuk ke mobilnya.

"Pasang seatbeltmu!" suruh Keenan ketus. Dia begitu malas harus pergi bersama gadis yang duduk di sampingnya. Tanpa banyak bicara, Anindira melakukan seruan dari Keenan.

Selama dalam perjalanan ke butik, tidak satupun dari keduanya bersuara. Keduanya sama-sama diam dalam pikirannya masing-masing. Bahkan, ketika sampai di Butik pun keduanya masih diam. Hingga seorang pramuniaga menghampiri keduanya dengan membawa sepasang gaun pengantin yang memang sudah di saipkan khusus untuk mereka.

"Tuan, Nyonya, ini adalah gaun pengantin yang dipesan oleh Nyonya Wijaya. Silahkan dilihat!" pramuniaga itu memberikan sepasang gaun pengantin kepada dua orang yang berada dihadapannya.

Keenan melihat dengan seksama jas yang ada tangannya dan semua sudah sesuai dengan seleranya. "Bagus, aku suka." Keenan kembali memberikan jas itu kepada Sang Pramuniaga.