BAB 11

Setelah mengatakan itu Anindira kembali ke kamarnya. Dia berjalan mendekati ranjang tidurnya dan mengambil sebuah foto yang ada di atas nakas yang ada di samping tempat tidur. Dia mendudukkan dirinya di tepi ranjang.

"Ma, sebentar lagi aku akan bisa merebut kembali harta yang seharusnya menjadi milik kita. Aku tidak perduli, jika aku harus menderita dalam ikatan pernikahanku dengan putra dari Rangga Wijaya, karena hanya dialah satu-satunya orang yang bisa membantuku." Anindira membelai foto itu dengan lembut. Dia kembali meletakkan foto itu ke tempat semula.

***

"Sayang, sepertinya kamu sudah tahu seluk beluk calon menantu kita, apa kamu tidak ingin menceritakannya padaku?" tanya Rangga saat mereka dalam perjalanan pulang.

"Aku memang sudah mengenal ayah dari Anindira, karena dia dulu adalah pasienku," jawab Bintang.

Rangga menatap istrinya. "Maksudmu?" tanya Rangga.

"Dulu, dia itu sering bolak balik ke rumah sakit hanya untuk check up, karena tekanan darahnya selalu tinggi. Bahkan dia pernah sekali hampir struk dan dirawat di rumah sakit hampir dua minggu. Setiap hari Anindira selalu datang untuk sekedar menengok ayahnya. Dan suatu hari, tanpa sengaja aku mendengar pembicaraan mereka, mengenai harta dan perusahaan yang diambil alih oleh ibu tirinya dengan paksa. Tapi, untungnya, mereka masih memiliki harta warisan dari Sang Kakek yang memang sengaja di siapkan untuk Anindira, tapi dengan syarat Anindira harus menikah. Dari pembicaraan yang aku dengar, sepertinya Pak Hendrawan selalu mencarikan jodoh untuk putrinya agar putrinya bisa segera menikah dan terbebas dari ibu tirinya. Tapi sayang, setiap pemuda yang dia jodohkan dengan putrinya selalu mundur, setelah mereka bertemu dengan Anita. Aku tidak tahu penyebabnya, karena aku tidak mendengar pembicaraan mereka setelah itu. Cuma, suatu hari aku pernah mendengar kalau Anindira sudah punya calon, yang pasti tidak akan terpengaruh dengan apapun yang dilakukan oleh ibunya. Dan aku baru tahu kalau calon yang dia maksud adalah Keenan putra kita, saat aku memergoki mereka di dalam kamar. Makanya aku langsung setuju, karena sejak melihat gadis itu dirumah sakit, aku sudah jatuh cinta padanya. Keberaniannya mengingatkanku pada diriku sendiri."

"Sayang, bukankah itu berarti dia memanfaatkan putra kita?" tanya Rangga yang merasa tidak senang karena tahu putranya hanya dimanfaatkan.

"Mas, kamu lupa ya, dulu kamu juga memanfaatkan aku untuk menipu ibumu. Kamu menyuruhku untuk melakukan Kontrak Pernikahan denganmu. Dan untungnya, aku ini gadis yang tahan banting, makanya aku bisa memenangkan hatimu. Coba kalau dulu aku lemah, aku pasti sudah menyerah saat Livya muncul dihadapan kita."

"Tapi ini beda, Sayang," ucap Rangga.

"Iya, aku tahu. Tapi aku yakin, suatu saat mereka berdua akan saling jatuh cinta seperti kita," tukas Bintang.

Rangga akan selalu kalah jika harus berdebat dengan istri tercintanya, karena selalu ada kata yang istrinya gunakan untuk bisa mendebatnya.

Jari bintang menari-nari di atas papan keyboard ponsel miliknya, sambil tersenyum dia mulai menulis sesuatu dan mengirimkannya kepada Keenan dan Anindira.

"Kamu mengirim pesan untuk siapa Sayang?" tanya Rangga. Dia melihat istrinya yang nampak senang setelah mengirim pesan itu.

"Sayang," panggil Rangga yang mulai sedikit kesal karena fokus Bintang tertuju pada layar ponsel yang ada di tangannya.

"Mas, kembalikan!" pinta Bintang, Dia berusaha untuk mengambil ponsel miliknya yang ada di tangan suaminya. Namun, Bintang terdiam saat suaminya menatap dirinya dengan ponsel yang ada ditangannya bergantian.