BAB 9

Tiga puluh menit kemudian Keenan, keluar dari kamarnya dan menemui gadis itu. Dia duduk dibangku kosong yang ada di depan gadis itu.

"Apa yang ingin kamu dengar?" tanya Keenan. Dia langsung menyerobot minuman yang sedang di pegang oleh gadis itu dan menenggaknya tanpa rasa bersalah.

"Apa benar kamu akan menikah?" tanya gadis yang dipanggil bocah alay oleh Keenan.

"Iya," jawab Keenan.

Tiba-tiba gadis itu menangis dan membuat Keenan kelabakan. "Hei, diam kamu! Nanti dikira aku ngapa-ngapain kamu lagi!" Keenan bahkan menutup mulut gadis itu menggunakan telapak tangannya.

"Lalu bagaimana dengan aku?" tanya Ale.

Keenan memutar bola matanya. "Dengar ya Alea Aliska. Aku menganggap kamu itu sahabat tidak lebih." Keenan memberikan jawabannya kepada Alea, gadis yang sering Keenan panggil bocah alay. Padahal, umur Alea lebih tua satu tahun darinya. Tapi karena sikapnya yang kekanak-kanakan membuat Keenan selalu memanggilnya bocah alay.

"Apa karena umurku yang jauh lebih tua darimu, makanya kamu tidak bisa mencintaiku?" tanya Alea lagi.

"Ale, bukan karena itu. Tapi memang aku tidak bisa merubah perasaanku terhadapmu. Jika, karena umur. Aku tidak mungkin memiliki perasaan lebih terhadap Anjani, temanmu." Keenan menjelaskan.

Wajah Alea berubah sendu, dia memang tahu kalau Keenan menyukai Anjani temannya. Tapi, dia masih berusaha untuk mendapatkan hati Keenan, saat tahu Anjani tidak memiliki perasaan lebih pada Keenan. Apalagi, Anjani lebih memilih melanjutkan S2-nya di luar negeri.

"Ale, kamu harus bisa membuka hatimu untuk orang lain. Jangan terus mengagumiku dan membuatmu tidak peka dengan perasaan tulus yang orang berikan kepadamu."

Alea menatap Keenan.

"Maksudmu?" tanya Alea. Dia tidak mengerti maksud ucapan Keenan.

"Suatu saat, kamu pasti akan mengerti." Keenan mengusap rambut Alea dan tersenyum.

Meski kecewa Alea tetap merasa senang karena setidaknya dia masih bisa menjadi sahabat orang yang dia kagumi.

Alea mulai mengagumi sosok Keenan, setelah putra bungsu dari Rangga Wijaya itu menolongnya, saat dia hendak di lecehkan oleh segerombolan geng motor. Dan sejak hari itu, dia selalu berusaha untuk memberikan perhatian lebih kepada Keenan. Bahkan saking fokusnya untuk bisa mendapatkan hati Keenan, membuat Alea tidak menyadari perasaan Arya terhadapnya.

***

Anindira berjalan mondar-mandir di kamarnya, dia merasa cemas karena sudah hampir jam sepuluh, keluarga Wijaya belum juga tiba di rumahnya. Padahal tadi pagi Bintang memberitahu dirinya, kalau dia dan suaminya akan datang pukul sembilan.

"Sepertinya keluarga Wijaya tidak jadi datang untuk melamarmu," cibir Anita. Dia menunjukkan senyumnya kepada Anindira.

Anindira berusaha untuk tidak menanggapi cibiran dari ibu tirinya tersebut. Walau sebenarnya dia juga memiliki kekhawatiran yang sama, tapi dia tidak mau terlihat lemah dihadapan ibu tirinya itu.

"Aku yakin mereka pasti akan datang." Anindira berusaha untuk tetap menunjukkan kepercayaan dirinya kepada Sang Ibu tiri.

Bersamaan dengan itu, salah seorang pembantu memberitahu kalau ada tamu yang datang.

"Lihat, mereka datangkan?" Denagan tidak sabar Anindira keluar dari kamarnya.

Anita mengepalkan tangannya. Dia tetap berharap kalau tamu yang dimaksud oleh pembantunya bukanlah Rangga Wijaya dan istrinya. Dan akhirnya Anita tersenyum penuh kemenangan saat tahu yang datang adalah kurir dari sebuah ekspedisi pengiriman barang. Yang ternyata salah mengirimkan peketan.

"Ini yang kamu bilang keluarga Wijaya?" cibir Anita. Dia bahkan tersenyum lebar, saat melihat ekspresi kecewa dari wajah putri tirinya. Namun, senyum itu mendadak sirna ketika melihat orang yang tidak dia harapkan kehadirannya sudah ada di depan mata.