Hal yang paling menyakitkan adalah mendapat penolakan dari orang yang kita cintai. (≚ᄌ≚)ℒℴѵℯ❤
Alan menatap ke segala arah. Pandangannya menerawang, bahkan dia tak menyadari Jika seseorang sudah berada di sampingnya sedari tadi. Tangan itu menepuk pelan bahu bidang milik Alan, berusaha menyadarkan kembali lelaki itu dari lamunannya.
"Bersabarlah, Cah Bagus! Setiap rumah tangga itu pasti punya cobaan masing-masing, yang terpenting adalah saling menguatkan! " ujar Eyang Putri dengan bijaknya. Berharap Alan bisa menempatkan posisinya menghadapi masalah rumah tangganya saat ini.
"Tapi, bagaimana jika Jingga menolak pernikahan ini? "
"Wong lanang harusnya memang bisa tegas, sabar tur kudu tanggung jawab supoyo bisa memimpin(laki laki itu memang di haruskan tegas, sabar dan tanggung Jawab agar bisa memimpin rumah tangga) sekarang tugasmu membimbing Jingga , Cah Bagus." Eyang Putri masih berusaha meyakinkan Alan agar cucunya bisa membina keluarganya agar tetep bisa menghadapi masalah yang sedang terjadi.
Alan hanya terdiam, banyak hal yang sedang dia pikirkan, dan tetang tatapan asing Jingga padanya. Bagaimana dia bisa melakukan semuanya? Ini pasti akan menjadi hal yang sulit. Dia merasa, ini akan menjadi sesuatu yang jauh lebih sulit dari pertama kali pernikahan mereka. Jika dulu mereka tidak saling mengenal tapi jingga masih menatapnya dengan familiar.
###
Setelah beberapa minggu di rumah sakit, akhirnya Jingga bisa di bawa pulang. Sejak kecelakaan itu, Jingga memang terlihat lebih pendiam, banyak hal yang berubah dari sosok Jingga yang dulu.
Alan menghentikan mobil Jeepnya di garasi, dia mengendarai mobilnya sendiri dengan barang-barang yang di bawanya pulang dari rumah sakit. Sementara Jingga, Bu Sasmita dan Eyang Putri berada dalam satu mobil sedan yang di kemudikan oleh Pak Santoso (sopir pribadi Eyang)
Perempuan sepuh yang selalu berpenampilan nyentrik itu membuka kaca mata hitamnya sebelum masuk ke dalam rumah milik cucu kesayangannya itu. Mereka disambut Bi Murti, untuk mengambil alih barang-barang yang dibawa Alan dari rumah sakit. Ya, Eyang Putri membawa Bi Murti untuk menetap di rumah Alan agar bisa membantu di sini.
"Jingga, Cah Ayu! Iki rumahmu, sebaiknya kamu langsung istirahat di dalam kamar. Ayo Alan, antar Jingga masuk ke kamarmu! " ujar Eyang yang masih di tanggapi Alan dengan kernyitan dahi karena merasa bingung.
"Wes-wes ayo masuk saja! " tangan tua itu menarik Sasmita yang masih menggandeng Jingga untuk masuk ke dalam kamar Alan, sementara Alan masih bingung dengan semua perubahan yang tiba-tiba ini. Perempuan sepuh itu sedang menunjukkan otoritasnya terhadap pasangan muda yang saat ini bermasalah.
"Buk... bagaimana bisa Jingga satu kamar dengan orang yang tidak Jingga kenal? " ujar Jingga dengan memegang pergelangan tangan Sasmita. Matanya menatap tajam Sasmita, seolah meminta penjelasan dari orang yang paling dia percaya.
"Ndok, dia suamimu. Entah, kamu ingat atau tidak, tapi itu tidak memungkiri kenyataan yang sebenarnya. Berjanjilah pada ibu, kamu akan jadi istri yang baik! " ujar Sasmita dengan menahan tangisnya ketika melihat Jingga yang saat ini lebih pendiam.
"Percayalah, dia laki-laki yang bertanggung jawab! Sekarang kamu istirahat dulu! Ibuk akan keluar sebentar. " Sasmita meninggalkan Jingga yang sedang merebahkan tubuhnya di tempat tidur berukuran king size milik Alan. Melihat Alan dan Eyang Putri sedang mengobrol di ruang tengah, Sasmita pun ikut menghampiri mereka.
"Sas, besok sebaiknya kita pulang saja! Aku pikir Jingga sudah jauh lebih baik! Lagian Murti akan tinggal di sini membantu Jingga. " ucap Eyang saat melihat Sasmita memilih duduk di antara mereka.
"Iya Eyang, saya manut saja...! "
"Oh ya, belakang rumah kemarin sudah Eyang tambahi satu kamar buat Bik Murti , dia yang akan membantu Jingga membereskan rumah ini, Cah Bagus! "
"Apa? Kenapa nggak bilang, Eyang? Itu bisa merubah model rumah ini! Disini juga sudah ada yang datang untuk bersih-bersih setiap hari. " dengus Alan sedikit kecewa.
"Ora urusan, arep merubah model rumah ini opo nggak, yang pastinya ojo sampai isi rumah yang berubah!"
"Omah kok yo cilik banget ... ada tanah Luas kok malah jadi kolam sama lapangan! " cebik Eyang Putri dengan lirikan sinis ke arah Alan. Wanita super power itu emang suka bertindak semau sendiri dan parahnya, cucu laki-lakinya itu pun tak kuasa untuk melawan.
Setelah makan malam dan perbincangan ringan di meja makan, Alan lebih banyak menghabiskan waktunya di ruang kerja. Hingga hampir tengah malam, dia baru keluar menuju kamarnya. Rumah sudah nampak sepi, bahkan sebagian lampu sudah ada yang dimatikan. Alan membuka pintu kamar agar tidak terdengar bunyi derit yang mengganggu.
Langkahnya berlahan mendekati Jingga yang sudah tertidur pulas, mungkin karena effect obat yang masih rutin dia minum.
"Aku sudah sangat merindukan tawamu! kehebohanmu, Ngga! " lirihnya yang kemudian menaikkan selimut Jingga sampai ke leher dan mencium kening istrinya.
Alan meraih remot AC dan berjalan memutari tempat tidur sambil menurunkan suhu AC. Direbahkan tubuhnya di samping Jingga, kepalanya bertumpu pada kedua lengannya yang di tekuk, pandangannya menerawang menatap langit-langit kamar, saat ini ingatannya me-replay kembali kejadian sebelum Jingga kecelakaan. Sikap Jingga yang terkesan janggal membuatnya semakin penasaran.
Lamunannya terhenti, saat tubuh Jingga menggeliat, merubah posisi menghadap ke arahnya. Alan melirik wajah Jingga, lelaki itu kemudian memiringkan tubuhnya menghadap wajah mungil yang terlihat menggemaskan.
Pagi petang, Jingga sudah terbangun. Ruangan yang terasa Asing. Belum lagi, sebuah tangan besar yang melingkar di atas perut datarnya, Jingga merasa sedikit risih. Berlahan Jingga mengangkat dan menjauhkan tangan Alan dari tubuhnya.
"Maafkan aku! Aku belum bisa menerima ini. " gumam Jingga sebelum beranjak menuju kamar mandi.
Alan membuka matanya setelah Jingga masuk ke kamar mandi. Sebenarnya dia sudah terbangun dan sengaja meletakkan lengannya di atas perut istrinya.
"Aku yang akan berjuang, Ngga! Entah kamu ingat atau tidak. Mau kamu tolak atau kamu terima. Aku tidak akan melepaskanmu! " tekad Alan untuk memperjuangkan pernikahannya sudah begitu bulat.
Jingga terkaget, saat melihat Alan sudah duduk di pinggir ranjang menatap ke arahnya yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Maaf...lama! " ujar Jingga terlihat canggung saat menanggapi tatapan Alan.
Aneh, bagi Alan kalimat itu sudah mencubit hatinya. Rasanya sedikit menyakitkan, saat istrinya membangun jarak diantara mereka. Ah, tapi itu tidak sengaja bukan? tanpa menjawab Jingga, Alan Kemudian masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah sholat subuh, Jingga menyisir rambutnya pelan. Kepalanya masih terasa sakit jika rambutnya ditarik sedikit kuat. Matanya kini melihat bayangan lelaki yang hanya melilitkan handuk di pinggang. Ya, Alan yang sudah keluar dari kamar mandi bisa terlihat oleh jingga dari cermin. Wajah mungil itu mendadak merah merona, Alan menangkap raut wajah Jingga yang tersipu malah sengaja mendekati perempuan yang duduk di depan kaca.
"Bisakah mengambilkan aku kaos? " ujar Alan sambil mengamati gerak canggung istrinya.
Jingga mulai beranjak membuka lemari, "Yang warna putih saja, Ngga! " pinta Alan berusaha mengikis kecanggungan diantara mereka.
Jingga menyerahkan celana jeans dan kaos putih kepada Alan.
"Namaku Alan. Kuharap kamu tidak melupakan lagi nama suamimu! " ujar Alan mengambil pakaian dari tangan Jingga.
"Apa Mas Alan akan ganti di sini? " tanya Jingga sedikit grogi.
"Iya, kenapa? bukankah kamu pernah melihatnya? " senyum licik tersemat di bibir Alan.
"Benarkah kita pernah melakukannya? " Jingga sedikit meragu dengan pernyataan Alan.
"Tentu saja, tiga bulan lebih kita menikah! Mana kuat aku sebagai lelaki normal menahan untuk tidak melakukannya, sementara kita selalu satu kamar !" bohong Alan membuat Jingga terbungkam. Wajah Jingga terasa panas bahkan rona merah semakin terlihat jelas di wajahnya membuat Alan menyeringai penuh kemenangan.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Umi Asmarani
rate bintang 5 sama favorite kak, ISTRI SUAMIKU...
2021-03-28
0