Alan melirik Jingga yang masih terdiam menatap ke arah luar jendela mobil, setelah check up kesehatan Jingga, Alan memutuskan untuk mengajaknya belanja. Melihat hoby baru Jingga yang suka sekali berolah tangan di dapur, Alan memilih mengajaknya untuk membeli bahan makanan.
"Ngga, mikirin apa? " tanya Alan yang melihat Jingga termenung.
"kata dokter kondisi kesehatanku sudah baik, kenapa aku tidak bisa mengingat semuanya?" jawab Jingga dengan menimpali lagi pertanyaan yang di tujukan pada Alan.
"Pelan-pelan, Ngga! Jangan terlalu memaksa. "
ujar Alan dengan menjulurkan satu lengannya mengelus lembut kepala Jingga.
Jingga hanya terdiam, hingga mobil jeep itu terhenti di depan pusat perbelanjaan terbesar di kota X.
"Tunggu aku di dekat eskalator, ya! Aku akan memarkir mobil di baseman dulu." Jingga hanya mengangguk, mengiyakan apa yang diminta Alan.
Perempuan yang memakai dress merah itu terlihat sangat anggun, warna baju yang mengontraskan kulit putihnya membuat Jingga terlihat lebih fresh.
Jingga berjalan memasuki Mall yang cukup ramai, seperti apa kata Alan, langkahnya tertuju pada sebuah eskalator di dekat pintu masuk.
"Hae, gadis manis! " suara bariton itu membuat Jingga menoleh, merasa tidak mengenalnya Jingga membiarkannya begitu saja dan kembali lagi melangkah.
"Hae, ...sombong amat! " Reyhan mengejar Jingga dan menarik lengan kecil itu.
"Maaf, siapa? " tanya Jingga, tangannya meronta berusaha melepaskan cengkeraman tangan besar Reyhan.
" Hae...kau pura-pura lupa, ya? Kau memang terlihat cantik dan menggemaskan! " seringai nakal tersemat di sudut bibir lelaki bertubuh jangkung itu.
"Jangan kurang ajar, Lepaskan!" bentak Jingga yang masih berusaha melepaskan lengannya.
"Mana suamimu? Sayang sekali, jika membiarkan istri cantiknya sendirian. "
"Di sini, brengsek! " bentak Alan bersamaan dengan kepalan tangannya yang melayang ke wajah Reyhan. Lelaki gondrong itu sempoyangan mendapatkan serangan tiba-tiba dari Alan.
Kehebohan pun terjadi, hingga security pun ikut andil untuk melerai mereka. Masih dengan emosi meledak-ledak, Alan membawa Jingga menjauh dari Reyhan yang saat itu di tahan oleh dua security mall.
"Ada apa, Al? Kamu terlibat keributan? " suara seorang perempuan menghentikan kembali langkah keduanya.
"Urus saja laki-lakimu itu, Dea! Agar tidak mengganggu istri orang. " ujar Alan yang kemudian menarik Jingga untuk kembali melangkah. Tapi, perempuan yang saat ini di apit lengan kokohnya beberapa kali sempat menolehi Deandra.
Langkah Jingga semakin memelan, dia masih berusaha mengingat siapa perempuan yang menyapa suaminya. Perempuan berambut panjang itu merasa tidak asing dengan sosok Deandra.
"Kenapa, Ngga? " tanya Alan yang melihat Jingga memegang kepala dengan wajah yang nampak menahan kesakitan.
"Wajah perempuan itu tidak asing bagiku! " ujar Jingga seperti masih berusaha mengingat.
"Jangan memaksakan diri untuk mengingat! " ujar Alan, padahal dia sendiri heran dengan istrinya. Sebelum kecelakaan itu, bukankah Jingga memergokinya dengan Dea? Apa yang sebenarnya terjadi? Alan sendiri masih menerka alasan di balik sikap janggal Jingga sebelum kecelakaan.
Alan mengapit pinggang kecil Jingga dengan posesifnya, hingga Jingga sendiri merasa risih karena sikap Alan itu sudah menarik perhatian beberapa pasang mata.
"Bener-bener couple goals, tapi sayang mbaknya terlalu belia, Bang! " ujar seorang anak remaja yang menemani ibunya yang sedang memilih-milih bahan makanan.
"Benarkah? Abangnya ketuaan, ya? " tanya Jingga sedikit melempar tatapan menyindir ke arah Alan yang sudah menampilkan wajah masamnya. Kesal, Alan memang sangat kesal saat ini.
"Iya, tapi ganteng kok! " jawab gadis remaja itu yang kemudian di tarik ibunya untuk meninggalkan Alan dan Jingga.
"Keliatan tua katanya, Mas! " ledek Jingga dengan membekap mulutnya sambil cekikan.
"Nggak ditutup itu mulut, sudah aku cium, Ngga! " ancam Alan dengan kesal membuat Jingga memutar bola matanya.
mereka hanya menghabiskan beberapa waktu untuk belanja, Alan tidak ingin pulang terlalu malam karena mengingat kesehatan Jingga. Pukul delapan malam mereka sampai di rumah.
Jingga berjalan lebih dulu masuk ke dalam rumah, diikuti Alan yang masih menenteng belanjaan yang berjalan menuju dapur.
"Ngga, makan dulu! " ujar Alan saat melihat Jingga yang langsung masuk ke kamar.
"Masih kenyang, ramennya belum di proses oleh usus, Mas! " jawab Jingga , mereka tadi memang sempat membeli ramen karena Jingga mengeluh lapar setelah belanja.
Alan pun menyusul jingga ke dalam kamar tapi ternyata yang dicari tidak nampak. Suara gemericik air membuatnya yakin jika Jingga sedang berada di dalam kamar mandi. Alan mendekati kaca saat teringat kata tua yang di lontarkan gadis di mall tadi. Matanya memperhatikan dengan teliti wajahnya di cermin, bahkan beberapa kali dipalingkan ke kanan dan ke kiri rahangnya yang ditumbuhi bulu halus yang tumbuh di sana.
"Seksi,kok! Bukan tua...! " gumam Alan yang masih didengar Jingga.
"Iya seksi, tapi perasaan Mas Alan saja! " ujar Jingga yang saat itu sudah berdiri di depan kamar mandi.
Mendengar ejekan Jingga, sontak saja Alan langsung menarik lengan Jingga yang sudah berdiri tak jauh dari posisinya.
"Mas Alan! " teriak Jingga saat tubuh kekar itu mengkungkung tubuh kecil Jingga dari belakang.
"Ayo, bilang aku tua! " tantang Alan membuat Jingga menggeliat dalam kungkungan lengan besarnya.
"Ampun, seksi kok! " ujar Jingga masih berusaha melepaskan dekapan Alan tapi laki laki itu malah membawa Jingga berguling di ranjang.
"Ampun, lepasin donk! Kan, udah aku bilang seksi! " cebik Jingga saat berada di atas tubuh Alan.
"Tok ... tok... tok! Mas Alan dicari Mas Dave! " panggil Bi Murti yang membuat Alan melepaskan dekapan tangannya dari tubuh Jingga. Lelaki itu kemudian beranjak menemui Dave, sementara Jingga masih mengatur debaran jantungnya yang sudah menggila ketika berada di dekat Alan.
###
Hari pertama Jingga masuk kuliah, Jingga terserang rasa nervous setelah dua minggu lebih dia tidak mengikuti perkuliahan.
"Mas, bagaimana jika semester ini nilai ku jelek? " tanya Jingga terlihat cemas karena merasa absensinya banyak yang kosong.
"Jelek ya ngulanglah! Mau gimana lagi? Kenyataanya juga dapet nilai jelek! " jawab Alan sekenanya. Alan menghentikan mobilnya tepat di depan kampus.
"Nanti pulangnya naik taxi saja ya! " pesan Alan.
"Ok! " ujar Jingga yang akan keluar dari mobil.
"Tunggu, Ngga! Kamu juga belum kasih ciuman ke aku!" Alan menahan tangan Jingga dan kemudian menyodorkan punggung tangannya yang di sambut Jingga dengan mencium punggung tangan berotot itu.
"Ciumnya nggak sekarang, aku belum yakin kebiasaanku yang itu! " ujar Jingga yang segera keluar dari mobil jeep itu. Kalimat Jingga membuat Alan terkekeh, karena pada kenyataannya itu memang bukan kebiasaan Jingga.
Hari ini jam kuliah Jingga memang hampir sehari penuh, bahkan tubuhnya terasa lelah yang teramat sangat.
"Ngga, ada pameran elektronik di gedung Anderson! yuk ke sana! " ajak Nelly saat jam kuliah berakhir.
"Kita rame-rame, ada Tyara dan si Dani! Nanti pulang kita anterin! " bujuk Nelly yang melihat Jingga masih berfikir untuk mengiyakan ajakannya.
"Baiklah! Aku ikut! " Jingga kemudian merogoh ponsel di dalam tas untuk mengabari Alan.
[Mas aku mau lihat pameran elektronik di gedung Anderson]
Jingga
[Jangan pulang malam-malam]
Alan
Akhirnya, mereka berangkat berempat untuk melihat pameran. Sebenarnya, Jingga tidak terlalu berminat karena waktu yang sudah terlalu sore, apalagi Alan sudah berpesan jangan pulang malam, tapi dia juga tak kuasa menolak ajakan teman-temannya. Akhirnya Jingga pergi dengan perasaan tak nyaman.
TBC
Yuk like, komen n vote gengs biar tetap setrong nih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
wily andriani
aku agak bingung dengan ceritanya.
ntah lompat ntah terlalu cepat ceritanya pindah ke yg lainnya tanpa di tuntaskan terlebih dahulu.
dan ini kan jingga lagi amnesia, masa sama temen² kampus nya dia ingat bahkan untuk pulang juga sudah dibolehkan utk naik taksi.
2022-12-18
0
hermansyah setya
next
2021-03-19
1
Rifiq Mimah
hmmmm cusss ah👍👍
Jodoh yang Tak Terduga mampir thor
2021-03-17
1