Alan menggiring Jingga keluar dari kamar. Mereka sudah terlihat layaknya pasangan pada umumnya, meskipun batin mereka masih bermain dengan pikiran dan orientasi masing-masing.
"Ayo-ayo nanti keburu siang! " suara Eyang putri terdengar menggema, mengomando dari lantai atas bekas kamar Jingga. Pak Santoso masih terlihat keteteran sedang membawa dua koper milik Eyang dan Bu Sasmita.
"Eyang, kenapa pagi-pagi sekali? " tanya Alan sedikit heran karena dipikirnya Eyang akan balik ke kampung agak siangan.
"Biar cepat sampai rumah. Besok Eyang mau melihat hasil panen kita! " ujar Eyang yang langsung menuju ke meja makan. Bu Sasmita, Alan dan Jingga pun ikut menyusul.
"Jingga, kalo masih merasakan sakit, bilang saja sama suamimu! Biar nanti bisa di konsultasikan ke dokter!" ujar Eyang kepada Jingga yang masih berdiri.
"Iya Eyang! " ujar Jingga dengan menata makanan di piring Alan.
Alan hanya melirik Jingga yang juga sedang meliriknya, "Ngga, kamu beda banget! Kapan aku bisa mendapatkan senyummu itu? " gumam Alan dalam hati saat membayangkan senyum manja istrinya.
Alan dan Jingga mengantarkan kepergian kedua wanita yang menjadi bagian terpenting dari keduanya. Saat mobil civic itu menghilang dari halaman rumah, Jingga dan Alan kembali masuk ke dalam rumah, tangan Alan berusaha meraih pinggang kecil Jingga, tapi tetap saja perempuan itu masih berusaha menghindar.
"Maaf...! " ujar Jingga dengan melepaskan keratan lengan Alan di pinggangnya.
"Kenapa? Apa salah jika seorang suami memeluk istrinya? " ucap Alan dengan menatap tajam Jingga hingga membuat istrinya terdiam.
"A-Apa benar kita sudah menikah? " tanya Jingga dengan nada terbata.
"Aiissss... Apa kamu masih meragukan semua pernyataan orang terdekatmu, hanya karena tidak mengingatku? " kelit Alan dengan melengoskan wajahnya dengan sinis, membuat Jingga merasa bersalah.
"Kenapa tidak ada foto pernikahan kita di kamar? " tanya Jingga yang masih belum percaya.
"Baiklah besok kita desain lagi kamar kita, aku akan memasang banyak foto pernikahan kita! " jelas Alan kemudian kembali melangkah masuk, hari ini dia akan mengunjungi pembangunan hotel yang ditangani oleh team pelaksana yang menjadi bagian dari perekrutannya.
"Mas Alan! Kapan aku masuk kuliah lagi? " tanya Jingga dengan mengejar langkah Alan yang saat itu sudah sampai di dalam kamar.
"Setelah Check up ke dokter, kita akan memutuskan kapan kamu akan kuliah lagi! " ujar Alan dengan memasukan beberapa map ke dalam ransel yang akan dia bawa. Wajahnya menoleh ke arah Jingga yang berdiri di sampingnya, sementara tangannya masih mengemasi semua barang yang dia butuhkan, hingga semua selesai dengan sempurna.
"Bisa ambilkan kemejaku warna biru navy! " titah Alan saat melihat Jingga yang menatapnya penuh tanya.
"Baiklah! " jawab Jingga kemudian melangkah ke walk in closset mencari kemeja Alan warna biru navy. Jingga akan menyerahkan Kemeja itu pada Alan yang ternyata lelaki berhidung bangir itu sudah menyusul di belakangnya.
"Mas Alan! " seru Jingga terkaget, tubuhnya hampir tertabrak saat akan berbalik.
"Aku sudah hampir terlambat, Ngga! " kilah Alan yang kembali lagi beralasan. Padahal, mau telat atau tidak toh, dia sendiri yang punya perusahaan.
Alan hanya mengenakan kemeja dan celana jeans saja, hari ini dia memang lebih banyak kegiatan di proyek. Arsitek sekaligus pelaksana, lelaki berwajah bule itu dari dulu sudah terbiasa bekerja keras.
Dari tadi Jingga hanya berada di belakang Alan, bahkan dia hanya bertindak sesuai apa yang dikatakan suaminya. Bukannya tak berfikir, tapi Jingga masih berusaha keras mengingat-ingat semua kebersamaan dan kebiasaannya bersama Alan.
"Ngga, kamu kenapa? " ujar Alan saat memergoki Jingga sedang memegang kepalanya yang serasa berdenyut.
"Aku berusaha mengingat, Mas! tapi, kepalaku malah sakit. " lirih Jingga.
"Jangan dipaksa! Jalani saja yang ada, aku akan mentransfer informasi tentang kita! " ujar Alan kembali melangkah ke luar kamar yang diikuti Jingga.
"Sini, Ngga! " titah Alan membuat istrinya pun mendekat. Lelaki itu mengulurkan punggung tangannya dan itu di sambut oleh Jingga. Tapi saat akan memajukan wajahnya untuk mencium istrinya, Jingga masih tetap saja menghindar.
"Kenapa? Masih ragu? Baiklah aku akan menunggumu sampai kau mengingatnya! " dengus Alan sedikit kesal dengan penolakan Jingga. Tapi, dengan cepat Jingga menahan lengan Alan dan mengangguk, ada perasaan bersalah saat melihat dengusan Alan.
Cup...
Alan memilih mencium kening istrinya. Yes, soraknya dalam hati, menurutnya ini awal yang bagus untuk mendapatkan lagi Jingga Andininya.
"Hati-hati di rumah, kalo butuh sesuatu minta ke Bi Murti atau telpon aku saja! " ujar Alan kemudian ke luar menuju motornya yang sudah terparkir di halaman.
###
Jingga terbangun dari istirahat siangnya. Sejenak dia duduk di sofa sambil menscroll layar ponselnya untuk melihat social media, tetep saja tidak ada yang menarik baginya. Hingga akhirnya, timbul ide untuk mencari article cara membuat cake.
Jingga masih mencari bahan yang bisa dibuat cake, karena adanya cuma coklat blok, akhirnya dia memutuskan untuk membuat brownise saja.
"Mbak Jingga, kenapa nggak bilang kalo pengen brouwnies! Bibi bisa buatin buat Mbak Jingga! " ujar Bi Murni, saat melihat Jingga terlihat repot di dapur.
"Nggak apa-apa, Bi. Jingga hanya ingin punya kegiatan. " Jawaban jingga membuat wanita yang berusia lima puluh tahun itu kembali menuju bangunan yang ada di belakang rumah.
Manik mata hitam itu masih fokus tertuju pada ponsel, sambil memperhatikan tulisan di layar ponsel, Jingga memasukkan beberapa bahan dan memulai me mixer semua adonan menjadi satu, fokusnya masih tertuju pada adonan yang mulai memutih dan mengembang bahkan saat itu, dia juga sudah mencairkan coklat blok yang akan dicampur menjadi satu. Sebuah tangan kekar menjulur tiba tiba, melingkar di perutnya, sontak saja mixer di tangan Jingga terjatuh karena terjingkat kaget.
"Mas Alan! " pekik Jingga, perempuan mungil itu terhenyak kaget saat Alan sudah memeluknya dari belakang.
"Jangan lakukan itu lagi! Mas Alan bisa membuatku terserang penyakit jantung!" Omelnya dengan melotot ke arah Alan, tangannya menghentakkan lengan kekar itu di udara karena dadanya masih berdebar merasakan kaget karena kehadiran Alan yang tiba-tiba.
Melihat jingga mengamuk dan mengomel seperti itu, membuat Alan malah tersenyum. Lelaki yang baru pulang kerja itu menatap bahagia perempuan dengan wajah belepotan karena terciprat adonan.
"Omelan yang sama seperti dulu! " gumam Alan dalam hati, masih menampakkan senyum di bibir tipisnya.
"Kenapa malah tersenyum? Lihatlah adonannya malah tumpah ke lantai. " Jingga sedikit merendahkan nada suaranya, meski masih kesal.
"Biar dibersihkan Bi Murti saja!" ujar Alan kemudian memencet bel di dekat pintu, memanggil Bi Murti untuk ke rumah utama.
"Kita nggak jadi makan brownis! " sungut Jingga dengan mengerutkan bibir.
"Kita kan bisa beli! " jawab Alan dengan menarik tangan jingga ke bawah kucuran air, membersihkannya dari adonan browenies.
"Masalah bukan belinya. Aku hanya ingin melakukan sesuatu. " mendengar Jingga terus memprotes membuat Alan terkekeh dan membasahi tangannya untuk membersihkan wajah Jingga dari cipratan Adonan yang ada di dekat pelipisnya dan pipi.
"Diam, Ngga!" ujar Alan sebelum mengusap beberapa bagian wajah jingga. Tatapan mereka saling beradu, membuat debaran yang berbeda di hati Jingga.
" Duch, kenapa dadaku berdebar seperti ini saat menatap mata perak itu? " gumam Jingga yang sulit mengendalikan debaran hatinya.
"Maaf ada apa, Mbak Jingga? " tanya Bi Murti saat belum memperhatikan bencana di dalam dapur.
"Bi tolong bereskan ini ya! " titah Alan yang hanya di angguki perempuan paruh baya itu.
"Ayo ngga, kita delivery saja jika masih ingin makan brownies. " Alan kemudian menarik lengan Jingga membawa perempuan itu untuk menemaninya di ke lantai atas.
TBC
tinggalkan jejas ya gengs.... yang punya point jangan disimpan saja... yuk dilempar ke 'Merindukan Jingga'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Dwidwi
next
2021-03-16
1
Isna Eni
lanjut thor kece
2021-03-16
0