Jingga masih duduk di balkon depan kamarnya, di letakkan kepalanya pada sandaran sofa. Senja itu, dia menatap langit yang terlihat memerah tembaga. Sejak pulang kuliah, pikirannya berkelana ke mana-mana. Hal yang dia takuti adalah kebenaran jika Deandra, sepupu sahabatnya itu adalah orang yang sama dengan mantan pacar Mas Alan. Terus mau dikemanakan hubungan pernikahannya ini?
"Jika itu benar, berarti yang menghamili Deandra adalah Mas Alan? Apa dia sudah berbuat sejauh itu? Sungguh sangat menjijikkan. " gumamnya dalam hati dengan senyum sinis yang melekat di bibir. Pertanyaan demi pertanyaan memenuhi otaknya, membayangkan saja rasanya sudah muak, bagaimana jika kenyataannya seperti itu. Jingga memijit keningnya yang terasa pening.
Matanya memejam, mencoba menenangkan pikirannya yang saat ini sedang berkecamuk. Dia berharap bisa membuang semua pemikiran buruknya tentang suaminya saat membuka matanya. Mata indah itu terpejam sampai beberapa menit dan saat membukanya, Jingga tersentak kaget.
"Mas Alan! " ujarnya dengan terhenyak saat Hidung bangir milik Alan hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya. Tubuh Alan menunduk dengan kedua tangan yang bertumpu pada sandaran sofa membuat Jingga tak bisa bergerak.
"Menyingkirlah, Mas! Aku akan mandi." ujar Jingga dengan wajah menegang. Perempuan berbibir mungil itu memang berusaha menghindar dari Alan. Hatinya sedang meragu dengan lelaki itu. Tapi, tidak mungkin dia langsung menuduhnya tanpa alasan yang pasti.
Alan menyingkirkan satu tangannya yang bertumpu pada kepala sofa, memberikan celah pada jingga untuk menggeser tubuhnya. Alan merasa ada yang aneh dari tatapan istrinya. Jingga yang biasa berteriak girang saat menyambutnya pulang, kini terlihat kaku bahkan manik mata hitam itu terus menghindar saat mata Alan menatapnya.
"Ngga...jangan pergi dulu!" ujar Alan dengan menatap Jingga yang sedang menggeser tubuh dan akan bangkit dari duduknya.
"Aku mau mandi dulu, Mas! " ujar Jingga tanpa ingin menatap mata Alan. Jingga pun beranjak, tapi belum sampai masuk kamar Alan sudah memojokkannya di dinding, bahkan kedua tangannya mengunci posisi Jingga.
Perempuan itu masih tak ingin menatap Alan, dia memalingkan wajahnya dari wajah Alan yang hanya berjarak tipis. Apa yang dilakukan Jingga malah membuat Alan merasa terabaikan. Hatinya sedikit kecewa dengan sikap Jingga.
"Kamu kenapa? " ujarnya dengan menunjuk Istrinya dengan dagu. Bisa terlihat karakter keras Alan yang saat ini lebih mendominasi.
"Aku hanya ingin mau mandi dulu! " jawab Jingga tidak mampu menutupi perasaan ingin menghindar dari Alan. Tapi justru itu yang membuat Alan merasa semakin kesal.
"Kamu istriku, tidak seharusnya kamu menghindar dariku seperti itu." ujar Alan penuh penekanan, tatapannya menghujam seperti ingin melumpuhkan keras kepala perempuan di depannya.
"A-aku buk.... " kalimatnya menggantung lu****n bibir Alan berangsur membekukan kekuatan Jingga untuk melawan. Jantungnya berdesir, mengisyaratkan syaraf seluruh tubuhnya kini seolah melemah.
"Jangan menguji kesabaranku, Jingga Andini! " ujarnya penuh emosional. Alan kemudian pergi meninggalkan kamar Jingga dengan perasaan yang bercampur aduk, rasa kesal, kecewa dan ada perasaan bersalah karena tindakannya yang di luar kendali.
Sementara, Jingga hanya terdiam mematung setelah apa yang di lakukan Alan padanya. Dadanya masih berdetak tak beraturan sementara tangannya mengusap bibir tipisnya sendiri, " bukan seperti ini, Mas Alan! " gumamnya dengan perasaan kecewa. Ciuman pertamanya telah diambil dengan kemarahan, meski dia sadar Alan berhak atas semuanya.
Malam semakin larut, Alan tak melihat Jingga keluar kamar, dia sengaja membuka sedikit pintu ruang kerjanya agar bisa melihat Jingga ketika akan turun ke bawah. Ada rasa bersalah di hatinya setelah kejadian tadi sore, sebuah dorongan emosi yang melesak begitu saja membuatnya hilang kendali. Bukan, bukan seperti itu caranya untuk meluapkan emosi, penyesalan itu hadir setelah akal sehatnya mampu berfikir dengan baik.
Alan berdiri menatap gambar desainnya yang tergelar di meja khusus itu. Rasa penasarannya mengobrak abrik perasaanya hingga dia hanya bersedekap menatap pekerjaannya yang tak kunjung selesai.
"Ada apa dengan Jingga? Kenapa dia menghindariku? Apa dia sudah tertarik dengan aktifis kampus itu? " banyak pertanyaan yang saat ini berlabuh di otaknya, ditambah lagi perasaan cemas karena menyadari Jingga yang belum makan malam.
Hampir tengah malam, Alan memutuskan untuk melihat Jingga, istrinya yang biasa tidak mengunci kamar saat tidur, itu sangat memudahkan Alan untuk melihatnya.
Alan masuk ke dalam kamar, mendekati tubuh kecil yang meringkuk dengan selimut yang hampir menutup seluruh tubuhnya. Alan mengernyitkan dahi saat ada sisa air di sudut matanya yang terpejam itu.
"Menangis? Kenapa...? " Lelaki berkulit putih itu hanya mengernyitkan dahi. Masih dengan rasa penasaran, Alan meninggalkan kamar Jingga yang bernuansa girly. Membiarkan Jingga tenang saat ini menurutnya itu adalah pilihan yang baik.
###
Setelah jam kuliah selesai, Jingga memutuskan untuk pergi ke perpustakaan. Malas sekali dia untuk cepat sampai di rumah karena permasalah yang belum jelas itu.
Flash back
Melihat Jingga yang masih terdiam, membuat Alan mengurungkan niatnya untuk menanyakan apa yang membuatnya penasaran.
Hari ini mereka berangkat menggunakan mobil karena gerimis yang tak kunjung mereda sejak pagi petang.
Mata biru keperakan itu sesekali mengekor, melihat Jingga yang sejak tadi hanya menunduk dan memainkan jari-jari mungilnya. Tidak seperti biasa, mereka hanya membisu sepanjang perjalanan. Hingga mobil itu sampai di depan kampus.
Flash On
Jingga berjalan menelusup di antara jajaran rak buku. Kali ini, dia hanya ingin membaca buku dongeng sajalah untuk mengalihkan beban pikirannya. Otaknya sudah terlalu kacau memikirkan kehidupan dewasa yang baru saja dia jalani.
Tangan mungil itu menggapai-gapai jajaran buku yang ada di rak bagian atas, tapi masih saja tak sampai.
"Ini ya..? " suara bariton itu membuat Jingga menoleh.
"Kak Arga. " liriknya saat cowok tinggi yang sudah berdiri di dekatnya.
"Iya, Kak! " lanjut Jingga dengan melirik buku yang dipegang ketua BEM itu.
Arga kemudian tersenyum ke arah gadis cantik di depannya dan menyerahkan buku yang barusan dia ambil dari rak.
Sebuah notifikasi terdengar dari ponsel Jingga, membuat gadis itu segera membuka pesan yang baru saja di kirimkan seseorang.
[Ayo jalan, kita tunggu di depan kampus (aku, Nelly, Tiara)]
[Ok]
Jingga membuka pesan yang baru saja dikirim oleh Daniah.
"Sorry, Kak. Aku ada janji! " ujar Jingga dengan perasaan tidak enak. Gegas, perempuan yang saat ini menggunakan dress dengan panjang di bawah lutut yang dipadu dengan sepatu sneakers itu keluar dari perpus dengan tergesa.
Senyumnya merekah saat melihat kedua temannya sudah berdiri di pinggir jalan.
"Mana Tyara? " tanya Jingga pada Nelly dan Daniah.
"Lagi ngambil mobil di parkiran! " jawab Daniah dengan memainkan game di ponselnya.
Sesaat kemudian mobil jaz berwarna merah itu muncul dari parkiran, membuat ketiganya segera masuk ke dalam.
"Eh, kita mau ke mana?" tanya Jingga yang tak tau rencana teman temannya.
"Makanlah! Seharian kita udah sumpek di kelas. " ujar Tyara masih dengan menatap jalan yang ada di depan.
Mereka berhenti pada sebuah kafe yang rame, tapi cukup nyaman. Seperti halnya anak muda yang lainnya, mereka berjalan dengan melempar candaan tanpa peduli orang yang saat itu sedang memperhatikan.
Jingga melangkah paling depan saat memasuki Planet kafe. Pandangannya mengedar ke seluruh ruangan karena ingin mencari tempat duduk yang tepat, tapi betapa terkejutnya saat melihat seorang wanita dengan tangan terulur menggenggam tangan suaminya.
"Loh, Mbak Dea! " celetuk Nelly yang terdengar jelas di telinga Jingga.
Seketika wajah mungil itu memucat, tubuhnya sedikit terhuyun ke belakang dengan tangan memegang meja yang ada di sampingnya. Air matanya meluruh begitu saja, tak peduli jika di sana banyak orang.
"Mas Alan... " lirihnya dengan dada yang semakin terasa sesak, saat mata itu menatap jelas dua orang yang duduk di dekat jendela.
Bersambung.
Jangan lupa tinggalkan jejak ya gengs....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
yosya
hati istri mana yg gak sakit melihat itu...
meski terbilang masih seperti bocah... tapi hati seorang istri sudah terluka...
2022-07-14
0
Nurcahyani Nurr
Kayaknya kmaren ada visualny deh.. Apa aku aja yg slh liat ya.. Hihihi
2021-06-17
0
Nurcahyani Nurr
Nyeseeeeekkkkk
2021-04-21
0