Mereka berjalan diantara hiruk pikuk ramainya kota. Dari tadi Jingga menautkan lengan tangannya pada lengan kokoh milik Alan. Mereka berjalan menikmati malam di sepanjang jalan. Bahkan, Jingga sempat mengajak Alan berbelok di sebuah kedai di pinggir jalan untuk membeli beberapa jajanan yang sudah lama tidak lagi dia nikmati.
"Kamu senang...? " tanya Alan masih menoleh ke arah Jingga yang masih asyik menikmati ice cream tusuknya.
"Iya ...! " jawab singkat Jingga tak ingin mengalihkan kenikmatannya akan coklat yang begitu lumer di mulut.
Mereka memang hanya sebatas berjalan memutari kota karena motor Alan terparkir di depan kedai makanan yang tadinya menjadi tempat makan malam mereka. Alan menatap lagi perempuan di sampingnya, cantik... itu kesan yang baru dia dapat dari sosok Jingga Andini. Tapi, cantik saja tidak cukup untuk membuat seseorang jatuh cinta.
"Aku cantik, kan? " tanya Jingga saat melirik mata Alan yang masih betah menatapnya.
"Lumayan, untuk anak gunung! Hahahaha.... " tawa Alan membuat Jingga melirik sengit Alan. Sambil berdecih, Jingga memasang muka masamnya.
"Iya cantik...! " jawab Alan dengan tergelak lagi. Tangannya pun menarik kepala Jingga dalam dekapannya dan mengacak lembut rambut perempuan mungil di dekatnya itu, "Dasar... anak kecil! " gumamnya dalam hati.
Setelah berjalan cukup jauh, Jingga mengajak Alan untuk pulang karena kakinya sudah terasa pegal.
"Hae... " Seseorang memukul pundak Alan, membuat lelaki berkulit putih itu menoleh seketika.
"Dave ...! " panggil Alan saat mengetahui jika ternyata teman akrabnya yang saat ini menyapanya.
"Ngapain jalan muter-muter, kayak orang bingung?" tanya Dave yang sedari tadi memperhatikan Alan sedang berjalan bersama Jingga.
"Siapa dia? Lumayan..." lanjut Dave dengan tatapan mencari sosok perempuan yang bersembunyi di balik lengan kekar Alan.
"Dia istriku, namanya Jingga. " ucap Alan seketika membuat Dave tertawa terbahak, menganggap Alan sedang bercanda dengannya.
"Jangan becanda... ! Aku tau, setelah Deandra kamu tidak pernah pacaran dengan siapapun! " Mendengar ucapan teman dari suaminya, membuat Jingga melepaskan tautan lengannya di lengan Alan. Ada rasa kecewa yang menyusup bersamaan lontaran kalimat Dave. Merasa Jingga menjauh darinya, membuat Alan dengan reflek menarik ganti lengan Jingga agar istrinya tidak menjauh.
Melihat reaksi Alan, membuat Dave mengernyitkan dahi mengerti ada sesuatu yang belum dia ketahui tentang Alan.
"Oh ya, besok ada rapat pemegang saham, untuk memilih direksi baru, aku harap kamu datang! Dan, pastikan berada di kubuku. " Lelaki dengan tubuh tinggi yang tak jauh beda dengan Alan itu memilih pergi menjauh dari Alan dan Jingga.
"Aku sudah mengantuk, bisakah kita pulang sekarang!? " tanya Jingga dengan rona wajah sendu.
"Iya... kita akan pulang sekarang." jawab Alan.
Alan menghidupkan mesin motor ketika Jingga sudah membonceng di belakangnya. Dia tau, jika Jingga tidak baik-baik saja. Motor sport itu melaju membelah kota yang masih ramai dengan hilir mudik aktifitas orang-orang, diliriknya Jingga dari spion, membuat perempuan berambut panjang itu menolehkan wajahnya ke samping.
Alan semakin gemas dengan diamnya Jingga yang biasa cerewet dan galak itu, hingga dia menarik lengan Jingga melingkar di perutnya. Tidak ada percakapan atau kata apapun yang keluar dari keduanya, hingga motor itu membelok di halaman rumah minimalis berlantai dua.
Jingga langsung masuk ke dalam rumah. Rasanya dia ingin langsung melesak masuk ke kamar, mengurung diri agar otaknya mampu berfikir lebih normal. Cemburu...? Mungkin rasa itu yang sedang bergelut dalam hatinya, tapi tetap saja dia masih berusaha menutupi apa yang sudah membakar perasaannya.
"Jingga... " panggil Alan sambil berlari mengejar Jingga yang sudah sampai di anak tangga teratas.
"Aku mau tidur, Mas! " ujar Jingga hanya berhenti tanpa menoleh. Kemudian, dia kembali berjalan.
"Ngga... tunggu sebentar! " Alan tetap saja mengejar Jingga. Greget, karena tak ada respon dari Jingga, membuat Alan menarik lengan istrinya.
"Kenapa, Mas? Aku sudah mengantuk! " ujar Jingga dengan pura-pura menguap.
"Jangan bohong! " Alan menarik Jingga duduk di sofa ruang TV yang ada di lantai dua.
Jingga terdiam, wajahnya mendongak menatap wajah lelaki yang merengkuh tubuhnya saat ini.
"Iya, dia mantan pacarku. tapi hubungan kita sudah lama berakhir. " Alan langsung memotong ke inti apa yang ingin dia katakan.
"Terus... ? " tanya Jingga yang sudah tak tau harus menjawab apa.
"Ya, sekarang aku sudah menikah denganmu. Apapun yang terjadi, kamu tetap istriku. Jadi, kenapa tidak mencoba untuk menjalaninya dengan normal saja? " ujar Alan dengan menatap manik mata hitam yang dia kagumi dari Jingga.
"Intinya kan pernah mengkhianati perjodohan kita. " jawab Jingga masih dengan memojokkan Alan.
"Jingga saaayyaaaaangggg....! " ujar Alan penuh penekanan.
"Heh... apa?" sela Jingga dengan mengedip-ngedipkan kelopak matanya di depan Alan.
Cup....
Alan mendaratkan ciuman di kening Jingga. Kali ini, Jingga benar-benar mengerjapkan matanya. Mencoba meyakinkan alam sadarnya. Wajahnya kini terlihat merona bahkan lidahnya terasa kelu.
"Jangan mikir aneh-aneh, sekarang ya sekarang, kita jalani saja ini. Ya ampun, baru jidatnya aja yang di cium udah merah merona wajahnya, gimana jika aku cium di situ...! " tunjuk Alan ke bibir jingga membuat gadis itu seketika membekap mulutnya dan berlari ke kamar. Melihat tingkah jingga, membuat Alan terkekeh geli, masih dengan pandangan mengekor ke arah Jingga.
###
Seharian sudah Jingga hanya sendirian di rumah. Jingga memang menghabiskan waktunya untuk bermain ponsel dan memasak. Jenuh di dalam rumah dia menghabiskan waktunya di balkon kamarnya yang menghadap ke arah jalan.
"Coba saja jika aku sudah masuk kuliah, pasti aku akan banyak teman, tidak sejenuh ini! " gerutu Jingga dengan meletakkan ponselnya di atas meja. Matanya sudah terasa panas, saat menatap layar ponsel hampir seharian.
Dia jadi teringat kampung halaman, biasanya senja seperti ini dia akan menghabiskan waktunya untuk melihat matahari terbenam di atas bukit. Saat ini dia hanya bisa menatap jalan dan pohon palm yang berjajar sepanjang jalan.
"Masih sore, Mas Alan akan pulang malam, berarti aku harus menunggunya beberapa jam lagi. " decih Jingga, kemudian menyandarkan tubuhnya di sofa balkon depan kamarnya.
Jingga mengernyitkan mata, memfokuskan pandangannya, saat sosok yang ditunggu memasuki pintu pagar dengan menaiki motor kesayangannya.
"Mas Alan...!" teriak Jingga dengan girang saat melihat Alan berjalan dan membuka pintu rumah. Tak ingin menunggu lagi, gegas dia berlari ingin secepatnya bertemu Alan.
"Jangan berlari, Ngga! " ujar Alan melihat Jingga yang berlari dengan menuruni tangga. Mendengar teriakan Alan, Jingga hanya memelankan langkahnya.
"Mas Alan, sudah pulang!" Langsung saja Jingga melompat ke arah Alan, sebelum menuntaskan tangga terbawah.
"Jingga... kamu bisa jatuh. " ujar Alan yang terkaget saat tubuh Jingga melompat ke arahnya. Lengan kecil itu bertengger di bahu bidangnya, disusul kakinya yang terus bertaut di pinggang keras miliknya.
"Jangan ceroboh, Ngga! Kamu bisa jatuh. " sergah Alan dengan mengangkat tubuh Jingga dan berjalan menuju sofa. Tatapannya mengarah ke arah jingga yang terlihat senang saat menyambut kepulangannya.
"Katanya pulang malam, Mas? " tanya Jingga masih duduk di atas pangkuan Alan.
"Udah selesai rapatnya." jawab Alan masih memandangi wajah cantik yang hanya berjarak beberapa senti saja darinya.
"Loh, bukanya Mas Alan itu arsitek? Kok, terlibat di perusahaan orang lain? " tanya Jingga dengan memundurkan kepalanya memberi jarak pada Alan agar dapet memperhatikan wajah ganteng di depannya.
"Iya, ada beberapa saham di sana, dulunya milik Mama. Terus pas aku masih di luar negeri kan gaji arsitek gede. Jadi, beberapa proyek yang aku kerjakan hasilnya bisa aku tabung untuk menambah beberapa saham milik Mama. " jelas Alan membuat Jingga membulatkan bibirnya.
"Bibirmu seksi Ngga, kalo kayak gitu. " goda Alan yang membuat Jingga langsung bangkit dari pahanya.
"Hahaha.... baru di ajak ngomong gitu udah mundur, Ngga! gitu kok berani menikah." dengus Alan sambil menertawai Jingga yang naif.
"Ayo makan dulu, Mas! Aku tadi masak cumi saos tiram. " Jingga mengalihkan pembicaraan Alan. Biar bagaimanapun gadis itu masih merasa malu bila masih di singgung soal kontak fisik.
"Ting... tong. Ting... tong" Suara bel terdengar disela aktifitas mereka.
"Biar aku saja yang buka, Mas. " Gegas, Jingga berdiri dan berjalan ke arah pintu.
Tbc....
Jangan Lupa Tinggalkan Jejak ya, Gaes....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Mirwani Adwa Azizah
tetangga ya
2022-05-15
0
ᵉLiˢ📴
jingga dan alan termasuk cepat akrab loh, pdhl dah 10 thn g ketemu kan? biasanya kan agak kaku untuk bbrp waktu mah untuk org yg dijodohkan.
2021-07-21
0
Nurcahyani Nurr
Ad mbk mayaaaa
2021-06-17
0