Saat turun dari mobil, Alan menatap rumah yang sudah ditinggalkan sepuluh tahun lamanya. Semua masih sama, hanya beberapa bagian yang terlihat sudah diperbaharui. Rasanya baru seperti kemarin dia pergi. Langkah panjang membawanya masuk, mengetuk daun pintu yang kini sudah terbuka lebar.
"Alan... cucuku! " Seorang wanita tua yang terlihat keriput, kini mulai menciumi cucu kesayangannya secara bertubi-tubi untuk melepas rasa rindu yang sudah lama bersarang di hatinya. Bahkan, beliau tak mampu lagi menahan tetesan air mata yang saat ini menetes di kulit wajahnya yang sudah terlihat berkerut dan menggelambir.
"Ayo... masuk! Eyang sudah merindukanmu! Kau terlihat lebih ganteng dari pada di foto, Cah Bagus." Lelaki bertubuh kekar itu hanya terdiam saat Eyangnya menghujaninya dengan banyak pujian. Eyang yang galak sekaligus posesif kini terlihat tua, tapi kharismatiknya tidak termakan oleh usia.
Tangan tua itu, menarik Alan untuk mengikutinya menuju ruang belakang yang terbuka seperti aula keraton.
"Bagaimana kabarmu, Cah Bagus? Pulang dari Austria tidak mau mengunjungi Eyang! Apa kamu ingin wanita tua ini mati merana tanpa bertemu dengan cucunya lagi?" sindir Eyang Putri dengan nada sedikit kesal terhadap Alan. Sudah terlalu lama dia menyimpan rasa rindunya itu.
"Jangan bicara seperti itu, Eyang. Alan sayang Eyang, cuma kemarin Alan terlalu sibuk dengan proyek yang Alan tangani. " rayu Alan dengan kembali memeluk Eyangnya saat wajah tua itu terlihat kesal.
"Apa kabar dengan Papamu di Swiss? Setelah sepeninggalan Mamamu, Diego sudah tak pernah ke Indonesia lagi." ujar Eyang Putri dengan tatapan sedih, mengingat putri kesayangannya itu lebih dulu meninggalkannya.
"Aku punya adik laki-laki dari Mama tiriku namanya Albert. Mungkin saat ini usianya sekitar 15 tahunan. Mama tiriku juga perempuan Indonesia. " ujar Alan menceritakan ayahnya.
"Syukurlah, Papamu lelaki yang baik. Semoga dia selalu bahagia. Tapi apa yang kamu bawa untuk Jingga? " tanya Eyang Rumana mencoba mengingatkan Alan jika pernikahannya dengan Jingga tinggal beberapa hari. Sebenarnya hanya sebatas basa-basi karena Eyang Putri sudah menyiapkan semuanya.
"Eyang..., bisakah kita membatalkan perjodohan itu? " Wanita tua dengan sanggul besar di kepalanya mendadak berdiri dengan berkacak pinggang.
"Apa kamu bilang? Jangan kurang ajar kamu, Cah Bagus! " amok Eyang Putri dengan menjewer telinga Alan.
"Wong lanang kui kudu punya rasa tanggung jawab yang besar, termasuk dengan ucapannya! " tegas Eyang Putri membuat Alan membisu. Kedisiplinan Eyang Putri memang menjadi panutan Alan selama ini.
"Wes -wes, saiki istirahato! Nanti malam kita akan ke rumah Jingga." Wanita berpakaian kebaya itu berjalan meninggalkan Alan yang merebahkan diri di kursi kayu panjang yang berlapis busa. Tubuhnya memang terasa lelah, tapi dia tak bisa memejamkan mata.
Dengan menatap langit-langit rumah, pikirannya menerawang memikirkan pernikahannya yang sebentar lagi. Sesuatu yang berat bagi Alan, selain dia tidak mengenal Jingga, dia masih menginginkan satu pencapaian lagi dalam karirnya. Membangun sebuah Karya indah untuk di nikmati banyak orang. Ambisi itulah yang membuat Alan enggan menjatuhkan hati pada wanita manapun setelah putus dari pacar pertamanya yang bernama Deandra.
###
Setelah Bu Sasmita mendapatkan telpon dari Eyang Rumana, wanita paruh baya itu menghampiri Jingga yang sedang menyiram tanaman di halaman rumah.
"Ngga, nanti malam keluarga Mahesa akan datang bersama Nak Alan. Apa kamu sudah siap? " ujar Bu Sasmita dengan mengambil alih gayung dan ember yang Jingga bawa.
"Bu, kenapa Ibu yakin Mas Alan lelaki yang baik. Sementara Ibu tidak pernah bertemu dengannya? " tanya Jingga yang penasaran dengan jalan pikiran ibunya.
Jingga tak pernah tau seperti apa power yang dimiliki keluarga Cokrohadinoto. Meskipun, Sasmita jauh dari jangkauan keluarga besarnya tapi masih ada beberapa orang yang masih punya loyalitas kepadanya termasuk Mbok Nah yang mau mengikuti ke manapun mereka pergi.
"Eh, jangan kamu pikir Ibu bodoh gara-gara tinggal di pedalaman ya? Ibu sudah menyelidiki semua tentang Alan, selain mendapat cerita dari Eyang Putri tentang cucu kesayangannya itu. Sudah sana, kamu bersiap dulu! " titah Bu Sasmita membuat Jingga segera beranjak masuk ke dalam. Memang benar, seseorang sudah memberikan info tentang Alan termasuk saat Alan menjalin hubungan dengan Deandra.
Sasmita hanya tersenyum menatap punggung Jingga yang semakin lama menghilang dari pandangannya. Anak gadisnya memang terlalu polos untuk dia lepas, untuk itu dia hanya percaya dengan Alan dan keluarga besar Mahesa.
Sejenak, Sasmita tertegun mengingat almarhum suaminya. Ada kerinduan yang selalu tersemat di hatinya. Seandainya suaminya masih hidup pasti akan sangat bahagia jika bisa melihat anak gadisnya menikah. Tangan kasar itu menyeka air mata yang menetes di pipinya.
###
Hari sudah berganti petang. Keluarga Mahesa kini sudah terlihat repot dengan barang bawaan yang sudah siap untuk diserahkan kepada bakal besannya. sementara Alan masih terlihat biasa saja, lelaki berwajah Indo itu memang tidak begitu antusias dengan perjodohannya.
"Loh-loh kenapa kamu malah pakai kaos dan celana jeans, Cah Bagus? " tanya Eyang Putri saat melihat Alan keluar dari kamarnya.
"Tinggal dirangkap blazer saja, Eyang! " Alan menunjukkan blazer hitam yang menggantung di lengan kokohnya.
"Seharusnya, wong jowo kui pakai batik! " cerca Eyang Putri dengan encepan di bibirnya membuat Alan hanya terkekeh.
"Ndoro... semua sudah siap! " ucap Santoso , sopir sekaligus asisten pribadi Eyang Putri, memberi tahu jika semua persiapan sudah selesai.
Wanita tua yang masih mempunyai pengaruh besar kini melenggang menuju mobil sedan yang sudah siap di halaman luas depan rumah bergaya joglo.
Alan melihat keluar jendela, suasana petang yang hanya mengandalkan lampu penerangan dari rumah penduduk, suasana yang sangat berbeda dengan yang sering dia lihat setiap harinya.
Sedan Civic keluaran terbaru itu akhirnya berhenti di depan rumah Sasmita. Eyang Putri dan Alan berjalan bersamaan diikuti oleh santoso dan Bi Murti menuju rumah yang pintunya sudah terbuka lebar.
Mereka di sambut ramah oleh tuan rumah. Tanpa basa-basi mereka memperbincangkan banyak hal, termasuk mempercepat pernikahan Alan dan Jingga. Alan terlihat seperti orang yang sedang menyerah, lelaki itu duduk terdiam tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Gadis itu.... " gumam Alan dalam hati saat melihat Jingga membawa nampan yang berisi teh hangat. Mata elangnya menatap dan memperhatikan calon istrinya tanpa berkedip. Sementara Jingga tidak berani menatap orang yang menjadikannya pusat perhatian.
"Ehm... Ehm... makanya kalo dibilangin orang tua itu manut !" sindir Eyang Putri membuyarkan lamunan Alan. Sementara Bu Sasmita hanya tersenyum tipis melirik calon menantunya.
"Ternyata pecicilannya masih sama, cuma memang terlihat jauh lebih cantik, sih! " Alan bermonolog dengan menundukkan wajahnya.
Jingga memilih kembali ke dapur setelah menyuguhkan teh hangat untuk para tamu. Sebelum dia menghilang dari balik pintu, matanya melihat sekilas lelaki yang menjadi calon suaminya.
Wajah Indo itu membuatnya kaget, ternyata lelaki yang kemarin dia tabrak adalah Mas Alan yang sekarang. Sosok yang selama ini dia tunggu kedatangannya.
tbc
Jangan lupa tinggalkan jejak ya... kasih vote dan like.... Terima kasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
yosya
lirikan mata mu membuat jantung ku ajojing 🎶🎶
ea ea ea
2022-07-14
0
🅿!💤©€$_--🦈 🐬
mkin seru dch...👍👍💪💪🙏
2022-01-24
0
hiatus
auto like dan favorit kak 🥰
mampir juga ya kak ke 'What Happens When You Die' 😍
2021-09-01
0