02

Setelah kepergiannya aku tetap berada didalam kamarnya, setiap harinya tabib selalu memeriksa kondisiku. Hampir 2 hari aku terbaring atau lebih tepatnya terkurung dikamarnya. Malam ini adalah malam bulan mati. Jika mengingat kehidupanku dulu, ada 2 malam yang aku harus “patuh” dengan Enrick. Entah kenapa, pada saat itu terasa begitu aneh. Meskipun sudah hampir 5 tahun aku bersamanya, namun khusus dimalam itu mataku akan selalu di tutup. Entah apa alasanya.

 

“ nona,..”

“ ah,, ya” aku tersadar dari lamunanku.

“ ramuannya sudah siap, anda bisa meminumnya”

“ letakkan saja disana, aku akan meminumnya nanti” kembali aku menatap cendela kamar. Tampaknya sore ini agak mendung, tak ada kilau senja yang aku nantikan.

“ kalian bisa meninggalkan tempat ini” sejak perbincangan terakhir Enrick tak pernah lagi menemuiku, hanya suki dan tabib istana yang rutin kemari.

“yang mulia putra mahkota menyuruh kami memastikan anda meminum ramuannya” jawan suki dengan sedikit menundukkan kepalanya.

 

Aku mendengus kesal, kenapa semua harus sesuai perintah dan berhububgan dengannya.

“ berikan padaku” dengan kesal aku menarik cawan itu. Hanya butuh 2 detik untukku menghabiskan ramuan.

“ puas? Sekarang pergilah” sambil ku hempaskan tanganku.

“ kami pamit undur diri nona”

 

Aku kembali melamun, berusaha memikirkan bagaimana caranya untuk membalas dendamku. Aku akui tidak mudah untuk membunuh sang putra mahkota. Karena jika iya, kurasa dia takkan bisa hidup sampai sekarang. Banyak sekali musuhnya. Dia begitu terampil dalam beladiri dan mengenali racun, bahkan tenaga dalamnya mampu membunuh seseorang tanpa harus menyentuhnya. Sejauh ini hanya itu yang ku tau. Rencanaku harus matang.

 

`aku harus mencari tau kelemahannya`

 

 Ya, benar aku harus sedikit bersabar untuk membuatnya terbunuh. Selama ini aku tak tau apa sebanarnya kelemahan bajingan itu.

 

Malam mulai datang, setelah menghabiskan makan malamku. Para pelayan tidak langsung pergi, mereka mulai  mempersiapkan segalanya. Mesti aku sudah terbiasa dengan rutinitas ini, kali ini aku sedikit was-was. Melayani seseorang yang jelas-jelas pembunuh kedua orang tuaku membuatku ingin mencaci takdir ini. 

 

Aku menyibukan diriku dengan duduk balkon kamar sembari menenangkan pikiran serta hatiku. Kurasa malam ini akan terasa panjang. Apa ini takdir yang   hidupku. Ini begitu menyakitkan daripada kematian. Kalau aku bisa mengulang kembali aku akan memilih untuk mati, setidaknya aku bisa bersama dengan ibu dan ayahku. Setidaknya aku tidak perlu memberikan hidupku pada pembunuh ini.

 

`apa sebaiknya aku bunuh diri saja?`

 

`tidak, aku akan mati setelah dendam ini terbalas`

 

“ ternyata kau disini” aku tersentak. Kenapa aku tidak merasakan kehadirannya.

 

“ aku memutuskan untuk memajukan acara kita” ku rasakan tangannya menarik pingangku. Beberapa saat kemudian sebuah kain sudah menutupi mataku. Ya, memang seperti ini biasanya. Setiap bulan mati dan bulan merah mataku akan tertutup saat melayaninya.

 

“sepertinya kondisimu sudah jauh lebih baik”

 

Aku masih diam, tak ada niatan untuk berbincang dengannya malam ini.

 

“ ada yang ingin kamu sampaikan sebelum kita mulai acaranya?”

 

Belaian lembut tangannya mengenai pipiku, semakin kebawah dan turun keleherku. Kurasakan gaunku ditariknya turun. Aku benar-benar membencinya, terlebih diriku sendiri. Aku membenci takdir ini, aku membenci segalanya yang berhubungan dengan bajingan ini.

 

“ lebih baik kita masuk aku sudah menunggu untuk berdua denganmu”

 

Tak ada yang bisa menolongku, bahkan dengan mencacai taupun memberontak. Semuanya akan terjadi sesuai dengan keinginannya. Aku tahu pasti tentang itu. Dia menggendong tubuhku dan tak berapa lama kurasakan hamparan empuk mengenai punggungku.

 

“kau mendiamkan aku, jadi kamu masih marah”

`tidak hanya marah, aku benar-benar membencimu` batinku

“setelah ini aku pastikan kamu akan bersuara”

`dasar brengsek, aku akan membunuhmu’

 

Perlahan aku merasakan sesuatu yang basah sudah menempel pada bibirku, semakin lama menjadi ******* dan semakin kuat. Aku berusahan mendorong tubuhnya, meskipun tidak akan ada pengaruhnya, tapi aku ingin dia tau bahwa aku tidak mau melakukan ini. Aku merasa hina dan kotor. Bagaimana aku diam saja, hatiku benar-benar hancur, harga diriku sudah hilang di depan  pembunuh orang tuaku.

 

`kumohon hentikan`

“ aku tau batasanku Zen, dan kau masih begitu berharga bagiku”

“bisakah kau hentikan semua ini, bunuh saja aku”

“kemana Zen ku yang bersemangat? Bukankah kau ingin membunuhku?

Tak ku sangka dia menarik tubuhnya. Kini aku sudah terduduk di ranjang. Namun penutup mataku tak kunjung dilepas. Beberapa kali aku mencoba mencari tahu alasan ya. Banyak dari pelayan mengatakan jika pada “malam itu” ada sesuatu yang terjadi pada tubuh pangeran. Warna kulitnya akan berubah memerah seolah terbakar. Bahkan jika ada yang mencoba menyentuhnya maka akan musnah terbakar seketika. Putra mahkota akan menjerit kesakitan dan tak ada yang bisa menyembuhkannya.

 

Awalnya aku tidak langsung mempercayainya. Namun rumor itu semakin kuat ketika beberapa saksi memang menyaksikan hal itu. Bagaimana mungkin, jika benar bukankah seharusnya aku sudah lama mati terbakar. Aku berusaha menyangkal rumor itu, Lucien juga tak pernah menjelaskan hal itu.

 

“jadi kau bersedia mengabulkan keinginanku?” Entah dia ada dimana. Bahkan suara langkah kakinya tak terdengar lagi

“hahahaha” aku tau dia berada disampingku. Dari suaranya seharusnya saat ini dia tengah duduk di kursi samping ranjang ini.

“Zezen, kau memang begitu berharga bagiku. Tapi.. Tidak. Keinginanmu kali ini kau akan menyesalinya nanti” timpalnya.

“Membunuhmu akan menjadi penghargaan bagiku. “

“bagaimana jika kukatakan bahwa ibumu yang mencoba membunuhku?”

“omong kosong, kau pikir aku akan percaya?” meski mataku tertutup aku bisa membaca dari nada suaranya jika dia sedang mempermainkanku.

“kau tak perlu mempercayainya. Kau hanya perlu mengingatnya baik-baik”

 

Langkah kakinya semakin menjauh. Ada rasa lega dihatiku. Kurasa dia tau tersiksanya hatiku jika dia masih meneruskan aksinya. Meskipun aku tau dia tak pernah melewati batasan. Memang benar aku berharga baginya. Tak pernah meneruskan sampai ke hubungan layaknya suami istri. Meski aku harus menanggalkan gauku, dia selalu menyisakan satu lembar kain terakhir yang menutupi tubuhku.

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!