Dua mobil itu melaju dengan cepat, menghempaskan dedaunan yang ada dijalanan. Kali ini Noah dan rombongan sudah cukup jauh dari kota, mereka sudah meninggalkan perbatasan kota. pemandangan gedung- gedung megah kini berubah menjadi hutan penuh pepohonan, dikejauhan banyak bukit yang saling berderet, gunung- gunung yang menjulang tinggi. Langit disini terlihat lebih cerah, awan yang putih bersinar, seperti menari- nari ketika ditiup angin, sesekali terlihat hewan- hewan liar yang berkeliaran sepanjang jalan.
"sepertinya udara disini cukup segar" ucap Noah, sambil tangannya menekan sebuah tombol di samping tempat duduknya. kaca pintu mobil tiba- tiba turun, udara sejuk langsung membias mengisi disetiap sudut mobil yang Ia kendarai.
suara seseorang terdengar dari belakang kursi mobilnya. "€£#+...÷£₩¥..$+*$#/.:.!" (seseorang berbicara dengan bahasa yang tidak Noah mengerti). Noah mengernyitkan dahi, mencoba memberi isyarat bahwa Ia tak mengerti.
"$@^@*@_\=£\=¥×,^%*(.+!" Orang itu berguman tak jelas dengan bahasa asing sambil menunjuk ke arah kaca pintu mobil. Noah menaikan kembali kaca itu, menerka- nerka apakah tindakannya ini benar sesuai instruksi orang yang duduk dibelakangnya itu. "ini maksudmu?" tanya Noah, dengan ragu. Orang itu tidak menjawab, Dia hanya Diam menatap ke depan.
Noah merasa mungkin udara yang masuk tadi tidak disukai rombongan aneh itu, Noah mengalihkan pandangannya menuju jalanan, sepertinya dia begitu konsentrasi mengendarai mobilnya.
tiga jam berlalu mobil yang tadinya begitu laju, tiba-tiba mulai melambat, semakin lambat dan berhenti. sontak hal ini membuat Jery yang dari tadi tidur dikursi depan terbangun, lalu bertanya pada Noah, " Noah, mengapa kita berhenti?"
Noah masih memandang jalan didepannya, lalu bertanya: " apa kita salah jalan?"
tidak salah pertanyaan ini keluar dari mulut Noah, jalanan yang membentang didepannya tertutup oleh bebatuan.
"kau bisa mengambil jalan sempit di sudut kiri itu." kata jery sambil merenggangkan kedua tangannya.
Noah menurut saja, menjalankan mobilnya perlahan, Ia mencari area jalan yang tidak di tutupi batu- batu.
"mulai dari sini jalan kita sedikit tidak nyaman", kata Jery sambil menepuk bahu Noah, kemudian Ia menengok kebelakang dan berbicara dengan bahasa aneh. Noah yang dari tadi penasaran kemudian bertanya, "Jery, sejak kapan kau bisa berbahasa asing?" "oh... itu... ya memang sejak sekolah aku mempelajari beberapa bahasa asing, dan itulah keahlianku." kata Jery, sembari memberi senyum, Noah hanya mengangguk-angguk, dia tidak mengira kalau Jery rupanya cukup mahir berbahasa asing.
Benar saja, kali ini jalanan yang mereka lalui benar-benar ekstrim. Jurang terjal, bukit tandus, jalan yang berbatu, benar- benar diluar ekspetasi Noah. Namun orang-orang dibelakangnya seperti tidak begitu menghiraukan kondisi ini.
beberapa jam kemudian, setelah mereka melalui jalanan ekstrim itu, jery berkata "berhenti disini Noah, ini tempatnya."
Noah menginjak rem, meminggirkan mobilnya, menengok kiri dan kanan, Ia nampak bingung, disini tidak terlihat seperti desa, tanah yang masih terbilang tandus, diapit bukit terjal, bahkan tidak ada tanda-tanda kehidupan. Jery keluar dari mobil, mengambil sesuatu dari tas bawaannya, seperti sebuah kartu, mengangkat kartu tersebut tinggi-tinggi, lalu berteriak kencang "Kami Mai.....Kami mai.... Kami gha mai....!" terdengar familiar, tapi bahasa ini sedikit aneh bagi Noah.
Noah keluar mobil, mencoba menghampiri Jery dan berkata "apa-apaan ini, dengan siapa kau berbicara?" "mereka datang... mereka datang..." kata Jery sedikit gemetar. "beri hormat Noah.. beri hormat pada mereka!" teriak Jery sambil berlutut, lalu ia menarik tangan Noah untuk juga sama sama berlutut dengannya. Noah yang tidak mengerti melepaskan tangan Jery, kemudian berkata " apa kau sudah gila? siapa yang kau beri hormat? disini tidak ada sia...." belum selesai berbicara, didepan mereka sudah ada beberapa orang yang berdiri, masing-masing ada yang memegang kapak, tombak, panah bahkan pedang. Noah seketika tersungkur, matanya membelalak melihat orang-orang itu. "Kami mai..." Jery berkata pelan sambil menyodorkan sebuah kartu yang sejak tadi di pegangnya. salah seorang dari mereka mengambil kartu tersebut, melihat kartu itu dengan saksama, dengan jarinya Ia membolak balikan kartu itu, jarinya yang hitam terlihat kasar dan kusam, kuku-kukunya begitu panjang. Ia memberikan kartu itu kepada orang- orang dibelakangnya, mereka saling berebut, beberapa diantara mereka tertawa, gigi mereka terlihat seperti tidak terawat.
Orang yang berdiri didepan mereka memberi isyarat pada Jery untuk berdiri, kemudian Ia berjalan sambil menggerakan tangan seperti memberi instruksi untuk mengikutinya. Jery bangun lalu meminta Noah untuk mengikuti orang itu. Noah yang masih terperangah, hanya bisa mengikuti kata-kata Jery, Ia seperti orang bingung yang kemudian berjalan pelan mengikuti orang-orang aneh itu. "kupikir orang- orang didalam mobil itu adalah manusia teraneh yang pernah Aku temui, tapi ternyata aku salah, makluk- makhluk di depanku ini ternyata manusia yang paling aneh" gumam Noah didalam hatinya. Jery dan rombongan mengikuti Noah dari belakang, Noah yang memang dalam keadaan takut menghampiri Jery dan berkata "Apa-apaan ini Jery? mereka tampak seperti monster, mereka bukan manusia."
"hus... jangan bicara begitu, ini suku asli di tempat ini, tamu kita punya bisnis dengan mereka. ikuti saja mereka."
Hari sudah sore, mereka tiba di pemukiman desa. tempat ini benar-benar seperti dunia purba, diapit batu- batu besar, dikelilingi pohon- pohon tua, rumah mereka masih sangat tradisional, dibangun dari kayu purba, dindingnya masih dari anyaman ranting-ranting, atapnya masih dari dedaunan yang disusun seadanya. tatapan dari penduduk yang sepertinya kurang ramah, menambah kesan angker. Noah dan rombongan disuguhkan air putih dan sebakul umbi yang sudah dibakar, air putih disuguhkan didalam tabung kayu yang dipahat rapih membentuk gelas, tentu saja dengan ukuran yang lebih jumbo. Setelah beberapa saat hening, datang seorang yang sudah tua renta, wajahnya yang terlihat kejam dibalur pola seperti tato berwarna merah, kumisnya panjang dan rambutnya menjuntai hingga sepinggang warnanya putih selaras dengan kumis serta jenggotnya.
"Makanlah, jangan sungkan" orang tua tadi tiba-tiba bersuara. Noah menjadi sedikit lega, ternyata ada yang mengerti bahasanya.
Salah seorang dari rombongan tamu angkat bicara, "Hormat kami tetua, seperti yang sudah dijanjikan kami kesini untuk mengantar paket yang sudah dijanjikan." Bahasanya santai tetapi dengan logat bicara yang aneh. Dikeluarkannya sebongkah batu hitam mengkilap, ukurannya sedikit lebih besar dari bola tenis. Orang tua itu menerimanya, kemudian di bungkusnya batu itu dengan kain putih yang kusut dan usang. batu itu seperti memancarkan cahaya hitam yang membuat bulu kuduk merinding. Mata Noah tidak berkedip melihat batu itu, Jery yang melihat hal itu menepuk pundak Noah dan berkata, "jangan pernah berfikir untuk memilikinya, benda itu penuh kutukan."
setelah ditimang batu itu, orang yang dipanggil tetua itu menari, lalu mengangkat batu itu di atas kepalanya kemudian berjalan keluar diiringi seruan beberapa orang desa yang ada di ruangan itu, seruan itu seperti nyanyian yang sambung-menyambung. Noah dan yang lainnya mencoba ikut keluar untuk melihat apa yang mereka lakukan. Benar saja, penduduk desa itu sudah begitu ramai dihalaman utama, mereka menari-nari mengikuti irama nyanyian, tangan mereka diangkat keatas, persis seperti yang dilakukan tetua mereka.
Batu hitam itu dibawa menuju tengah halaman, diletakan disebuah tatakan altar sederhana, dan seketika itu juga batu itu makin bercahaya, semua penduduk berteriak sambil menangis menepuk-nepuk dada mereka. setelah itu mereka menyalakan obor lalu menaruhnya disekitar altar tersebut, beberapa diantara mereka ada yang mulai tertawa girang, ada yang mulai melompat-lompat, ada pula yang berlutut menangis.
Sesudahnya, tetua itu mengajak Noah dan rombongan menuju sebuah meja perjamuan besar, di sana sudah dihidangkan daging panggang, sayur sayuran yang sudah diolah sederhana, umbi bakar dan juga kendi yang besar berisi arak. Mereka dan semua penduduk desa memenuhi meja itu, penduduk desa terlihat makan dengan sangat lahap, meminum arak dengan begitu rakusnya. mereka sepertinya berbahagia berada di sekeliling meja itu. Noah yang sejak tadi penasaran, coba bertanya pada Jery, "apa yang sebenarnya terjadi disini Jery?"
"batu hitam itu seperti dewa bagi mereka, jangan sentuh arak itu, perjalanan kita kesini bukan untuk mengantar sesuatu, sebaliknya, kita kesini untuk mengambil sesuatu." jery menjawab sedikit pelan
"Apa maksudmu? apa yang akan kita ambil?" tanya Noah
"Sssttttt.... Pelankan suaramu!" Jery menjawab sambil menginjak kaki Noah. "istirahatlah yang cukup setelah ini, dan siapkan Fisikmu, Harta sesungguhnya akan hilang dari tempat ini." Jery sedikit berbisik ditelinga Noah.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
WidodoResidenEvil
keren 🌹
2023-01-23
0
PinkyOwl
.
2023-01-14
1