POV Callysta…
Sejak awal aku menjadi dokter yang bertanggung jawab menangani tuan muda Antoni Yuandara, jam istirahatku semakin menipis. Aku di haruskan untuk standbay setiap detik jika ada panggilan darinya.
Masih lekat dalam ingatanku saat pertama kalinya dia membuka mata. Pria itu begitu terkejut melihatku yang ingin memeriksa tubuhnya.
Flashback on…
"Apa yang ingin kau lakukan?" Tanya tuan muda Antoni menepis tanganku, ketika aku ingin memeriksa denyut nadi di pergelangan tangannya.
"Maaf tuan, saya hanya ingin memeriksa denyut nadi anda tuan muda." Jawabku lembut sembari tersenyum tipis.
'Sial ganteng ganteng galak sekali.' Gumamku di dalam hati.
"Jangan pernah menyentuhku. Aku tidak ingin di sentuh oleh wanita." Ucapnya sembari meringis memegangi dadanya yang selesai aku operasi.
"Tuan...anda harus tenang! Jika tidak, jahitan operasi anda akan terlepas kembali." Ucapku selembut mungkin.
"Pergi kau ...! Aku ingin dokter pria." Ucapnya sedikit meninggikan nada suaranya.
Aku hanya bisa mengalah. Agar tuan muda ini tidak melakukan gerakkan yang bisa membuat lukanya yang masih basah terbuka kembali, akibat jahitan yang terlepas.
"Baiklah tuan, kalau itu yang anda inginkan." Balasku mengalah.
"Dokter Zika…!" Panggil ku. "Lebih baik kamu yang periksa." Kataku melihat ke arah dokter Zika.
"Tapi dokter Callysta...!!" Jawab dokter Zika terpotong.
"Tidak masalah hanya memeriksanya saja, aku akan tetap memantaunya."
"Aku harus mengalah, dari pada harus melakukan operasi untuk kedua kalinya." Ungkapku sedikit pelan.
Dokter Zika pun mengerti dan mengambil alih pemeriksaan. Aku hanya memantaunya saja, agar bisa tetap mengetahui perkembangan dari kondisinya.
'Ini cowok arogan sekali, masa di sentuh wanita dia tidak mau. Apa dia gay...?? Iiiii amit amit...dia pikir aku ini terkena rabies atau penyakit menular apa? Sehingga tidak mau aku sentuh. Padahal dia tahu kalau aku adalah dokternya. Sudah lah, suka suka dia saja.' Gumamku dalam hati sembari terus melihat setiap gerakkan dokter Zika yang sedang memeriksanya.
Selesai pemeriksaan kami pun berlalu pergi meninggalkan ruang itu. Ruangan yang menurutku sangat kurang oksigen akibat aura mengerikan dari tuan muda yang tajam menusuk. Kondisi tubuhnya sangat bagus, sehingga dia bisa dengan cepat melewati masa krisis dan bisa dengan cepat juga menggerakkan tubuhnya untuk belajar duduk.
Aku cukup salut akan kondisinya yang bahkan sangat baik, tetapi sayang sekali aku tidak di perkenankan untuk menyentuh dan mendekatinya. Aku hanya melihatnya dari jarak 3 langkah.
Flashback off…
Aku masih duduk di ruang jagaku sembari membaca laporan semua pasien yang aku tangani. Bahkan saat ini, hingga hari yang akan datang tanpa ketentuan yang jelas. Aku tidak memiliki jadwal operasi, semua jadwal operasi ku di ambil alih oleh dokter lain.
Tentu saja alasannya, ya tidak bukan karena aku harus fokus pada kondisi tuan muda Antoni Yuandara. Kondisi di mana bahkan aku tidak di perbolehkan memeriksanya sama sekali.
Aku benar-benar tidak habis pikir, ada ya orang seperti tuan muda Antoni Yuandara yang anti akan sentuhan seorang wanita.
Sayang sekali wajah tampannya itu, wajah yang benar benar ganteng super duper ganteng. Aku yang pertama kali melihatnya saja dengan cepat terpesona, tetapi seketika hilang dengan melihat tingkah laku dan sikapnya yang arogan terhadap wanita.
Nilai plus buatnya langsung berubah menjadi minus. Aku seharusnya merasa beruntung atau sial! Secara jam istirahatku berkurang tetapi jadwal pekerjaanku juga berkurang.
Aku hanya bisa pasrah dan harus mengerti kondisi pasienku.
......................
Tiga hari pun berlalu, tiga hari juga aku masih tetap sama dengan jadwal yang sama pula. Tiga hari juga aku harus bersabar dengan menjadi dokter yang pengangguran, seperti seorang dokter magang yang baru masuk ke rumah sakit. Hanya melihat seniornya memeriksa pasien dan aku diam di belakangnya untuk memperhatikan.
Tiga hari aku tidak pulang ke rumah. Lain halnya dokter Zika yang memiliki istri dan anak, dia selalu menyempatkan diri untuk pulang walau hanya sebentar saja seperti sekarang. Aku sendiri yang akan menjadi dokter jaga dari tuan muda malam ini.
Malam sudah menunjukkan pukul 11 malam dan suasana rumah sakit sudah sunyi. Aku melangkah menuju kamar tuan muda untuk melihat apa dia sudah tertidur atau belum?
Dari kejauhan, aku cukup heran melihat kamar tuan muda sepi dan tidak nampak penjaga di depan pintu kamar seperti biasanya. Namun aku tidak ambil pusing, mungkin mereka sedang beristirahat.
Saat aku membuka pintu kamar tuan muda. Aku di kejutkan oleh seseorang yang menodongkan pistol ke arahku, aku juga dapat melihat satu orang lainnya menodongkan pistol ke arah tuan muda yang duduk di atas ranjangnya.
"Angkat tanganmu !" Perintah si penodong yang memakai pakaian serba hitam, topi dan juga masker wajah.
Aku yang terkejut dengan segera mengangkat kedua tanganku ke atas kepala, dan melangkah maju seperti yang di arahkan oleh si penodong.
"Siapa kalian? Apa kalian sadar ini rumah sakit?" Tanyaku berani pada si penodong, tetapi malah aku di dorong maju kedepan sembari terus menodongkan pistolnya.
Aku melihat tuan muda yang tangannya sudah terikat dengan selang infus di tangannya yang sudah terlepas. Terlihat darah segar mengalir dari punggung tangannya.
"Tuan muda, apa anda baik baik saja?" Tanyaku yang repleks memegangi punggung tangannya yang berdarah, aku tidak peduli dengan kedua penodong yang ada di dalam kamar itu.
"Hey… apa yang kau lakukan? Jauhi dia!" Perintah si penodong yang menodong tuan muda.
"Apa kau tidak melihat aku sedang menghentikan darah yang mengalir dari punggung tangannya?" Balasku dengan tatapan tajam melihat si penodong.
"Jangan ikut campur atau kau, aku bunuh." Ancam si penodong yang langsung mengarahkan pistolnya ke pelipis kiri ku.
Aku tidak takut sama sekali, kalaupun harus mati ya mati saja. Tetapi aku harus tetap merawat pasienku apapun yang terjadi. Itulah prinsip ku.
Aku tetap saja membersihkan darah yang mengalir dari punggung tangan tuan muda, dengan cepat merobek kain sprey putih untuk mengikat dan menutup punggung tangan tuan muda agar darahnya berhenti mengalir
"Hey dokter… apa kau tuli? Aku katakan lepaskan dia." Ucap si penodong yang mendorong pelipisku dengan pistolnya.
Setelah selesai aku membalut punggung tangan tuan muda. Akupun berdiri tegak dan melihat ke arah tuan muda yang melihatku juga.
"Apa anda baik baik saja tuan muda?" Tanyaku
"Aku baik, kenapa kau kesini?" Tanyanya balik.
"Saya hanya ingin memastikan anda sudah tidur atau belum karena ini sudah larut malam. Tetapi, malah anda mendapatkan masalah di sini." Jawabku melirik ke arah si penodong yang ada di sampingku.
"Kalau ada kesempatan, cepat pergi dari sini!" Perintahnya melihatku cemas, baru kali ini aku melihat mimik lain dari wajahnya yang selalu datar itu.
"Tidak akan ada yang lepas dari kami malam ini, kalian berdua akan mati di sini." Ucap si penodong yang pertama menodongku.
"Oya..." Kataku santai dan berbalik badan.
Aku memasukkan tanganku ke saku jas dokter yang aku gunakan. Aku mengambil pisau lipat yang sering aku bawa untuk kebutuhan mendadak seperti memotong buah, memotong kertas dan lain sebagainya.
Aku sembunyikan pisau itu di balik lengan jasku agar tidak terlihat, sembari membaca situasi apa yang harus aku lakukan untuk menyerang mereka?
Posisi kedua penodong tersebut sangat dekat. Satu di sampingku dan satu di depanku, aku harus teliti membaca gerakkan mereka seandainya aku menyerang.
Saat si penodong di depan memberi isyarat pada temannya yang berada di sampingku. Temannya itu melepaskan todongan pistolnya yang mengarah padaku, dan ingin berpindah ke arah tuan muda.
Aku menggunakan kesempatan itu untuk bergerak, dengan gerakkan cepat aku melempar kuat pisau lipat yang aku pegang ke arah pergelangan tangan si penodong yang ada di depanku. Dengan gerakkan cepat pula, aku tendang pistol yang di pegang oleh si penodong yang di ada sampingku.
Kedua pistol yang di pegang masing-masing penodong itu terlepas. Pistol si penodong yang ada di depanku terlepas tepat di bawah kakiku. Dengan gerakkan cepat aku meraih pistol itu, tanpa banyak berpikir aku menembak betis kaki si penodong yang ada di depanku. Sehingga dia pun tersungkur bersimpuh di atas lantai.
Sedangkan si penodong yang ada di sampingku, dengan cepat meyerangku menggunakan pisau yang dia bawa dan sialnya lengan kananku terkena goresan pisaunya.
Dengan cepat pula aku melumpuhkan kakinya dengan satu tembakan. Kenapa aku tidak langsung membunuhnya? Aku sadar ini di rumah sakit, dan aku tidak bisa membunuh mereka di sini.
Aku memegangi lenganku yang terluka dan menekan agar darahnya tidak banyak keluar.
Aku mendekati tuan muda untuk membantunya keluar dari ruangan itu. Namun sayangnya, saat aku mencoba memapah tuan muda untuk keluar, si penodong yang kedua tangannya tidak terluka ingin menikam tuan muda dari arah belakang.
Aku yang melihatnya, dengan cepat menghalangi tapi sayang leher sampingku tertusuk cukup dalam. Aku menahan tangan si penodong dan dengan cepat aku menendang keras ******** si penodong hingga pada akhirnya dia pun pingsan.
Aku menahan rasa sakit dan darah pada luka leher ku. Aku merasakan sakit yang sangat luar biasa, akupun terkulai lemas. Namun dapat aku rasakan, ada sebuah tangan yang menopang tubuhku agar tidak jatuh ke atas lantai. Samar dapat aku lihat beberapa orang masuk ke dalam ruangan itu, dan pandangan mataku pun mulai menggelap.
...****************...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Bersambung ke episode selanjutnya…
...sekian dan terima kasih 🙏🙏🙏 mohon saran dan komennya ya....
Jangan lupa vote dan like nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
senja
kenapa gak ganti Dokter bedah cwo? karna alurnya mmg gt biar MCnya bs pindah
2021-12-14
2
Dhina ♑
gawat kalau ada penjahat masuk wilayah mah, bisa berabe
2021-04-21
3
Zulfa
Salken kak, JIKA mampir membawa like nih, mari saling dukung kakak 😍
2021-04-11
1