Hari ketiga di malam bulan purnama merah, tiba-tiba suasana serta udara yang berhembus menjadi lebih dingin dan mencekam. Namun suasana yang terjadi hanya dirasakan oleh beberapa orang saja. Yaitu anggota Klan Ling yang sedang melakukan patroli. Ada juga beberapa penduduk yang masih terjaga.
Melihat situasi yang seperti ini, di ruang santai klan Ling terdapat Patriark dan tetua Klan Ling yang berkumpul. Mereka ikut berjaga jika ada suatu kejadian yang tidak terduga. Mereka sekarang sedang berbincang kecil sambil minum teh hangat.
"Patriark, lebih baik anda beristirahat terlebih dahulu. Menemani permaisuri dan tuan muda Ling", ucap tetua Ho lalu meminum tehnya.
"Melihat situasi seperti ini, bagaimana mungkin aku bisa beristirahat tetua Ho?. Haihh...sungguh suasana yang sangat mencekam. Jika boleh jujur, aku memiliki firasat buruk tentang malam ini", jelas patriark Ling Chen.
"Ternyata bukan hanya kami saja yang merasakannya, Patriark pun juga merasakan hal yang sama", balas salah satu tetua yang ikut berjaga.
"Meski begitu, kita tidak perlu cemas. Dengan adanya array pelindung yang terpasang, semoga semuanya aman terkendali", ujar patriark Ling Chen.
"Kalau begitu, aku pamit undur diri terlebih dahulu. Aku ingin memeriksa keadaan istri dan putraku", pamit patriark Ling Chen sambil menghabiskan teh yang tersisa.
"Silahkan Patriark, semoga anak anda diberkati." ucap tetua Ho sembari menangkup kedua tangannya di depan dada.
Ucapan tetua Ho yang mendoakan putra patriark seketika itu langsung diikuti oleh tetua yang lain. Setelah mendengar doa dari para tetua. Patriark pergi meninggalkan ruang santai. Ia berjalan menuju kamar dimana sang istri dan putranya berada.
Tak butuh waktu lama hingga untuk patriark sampai di kamar. Ketika masuk ke dalam, ia mendapati permaisuri sedang mengelus kepala jagoan kecilnya, untuk menambah rasa nyaman saat tidur.
"Selamat malam istriku, selamat malam putraku", dengan senyum penuh kebahagiaan, patriark mencium kening permaisuri, lalu berpindah ke kening sang putra.
"Selamat malam sayang. Lihatlah, dia sangat tampan sepertimu", ujar permaisuri She Luminaire penuh puji.
"Ya, dia memang sangat tampan seperti diriku", Permaisuri yang mendengar celoteh dari sang suami tertawa kecil.
Tidak banyak yang tahu akan sifat narsis dari patriark yang satu ini. Hanya orang tertentu saja yang mengetahuinya dan salah satunya adalah permaisuri. Istri sah dari patriark.
"Kau tidak berubah sayang", kekehnya menutupi mulut.
"Sifatku yang satu ini benar-benar susah dihilangkan. Semoga saja, kelak anakku tidak mewarisi ke narsis-an ku ini", mereka berdua tertawa kecil agar tak mengganggu si bayi.
Setelah bersenda gurau sejenak, patriark beranjak dari kasur. Ia berjalan menuju ke arah bilik yang berisi beberapa buku kesukaannya. Ia membersihkan debu yang menempel lalu berbalik lagi menghadap ke arah sang istri. Wajah yang tadi penuh dengan kehangatan kini berubah menjadi serius kala memandang permaisuri.
"Sayang, entah kenapa firasatku mengatakan bahwa malam ini akan terjadi sesuatu yang sangat buruk. Bukan hanya buruk saja namun sangat sangat buruk. Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Engkau yang paling tahu bahwa aku adalah salah satu orang dengan insting serta intuisi tajam", jelas patriark Ling Chen kepada sang istri.
She Luminiare terkejut kala mendengar perkataan suaminya. Ia juga merasakan hal yang sama persis. Namun, She Luminiare memilih untuk menahan diri agar tidak berbicara. Ia menunggu serta memberi kesempatan sang suami untuk menjelaskan maksud dan keinginannya.
"Sebenarnya, aku ingin segera memasang segel klan Ling pada anak kita. Untuk prosesnya sendiri, tidak memakan banyak waktu. Mungkin hanya butuh beberapa menit saja sampai segel klan Ling terpasang", dengan sabar patriark Ling Chen menjelaskan maksud dan tujuannya.
She Luminaire sangat paham dengan keinginan patriark. Jadi tanpa menyanggah ataupun menunda, ia berdiri sambil menggendong buah hati ke arah patriark.
Tidak banyak yang tahu mengenai segel klan Ling, karena memang segel ini adalah segel turun temurun, yang hanya akan diberitahukan kepada patriark selanjutnya.
Patriark mengetuk bilik berisi buku tersebut hingga tiga kali ketukan. Setelah ketukan ketiga, suara deritan seperti pintu terbuka terdengar.
Kriit!
Mereka bertiga masuk ke dalam ruang bawah tanah atau ruang rahasia. Ruangan ini sendiri hanya diketahui oleh para patriark-patriark sebelumnya, serta beberapa orang yang memang diijinkan untuk mengetahui. Salah satunya adalah She Luminaire.
She Luminaire sendiri sudah mendapatkan izin dari patriark. Di maksudkan untuk mengetahui silsilah klan Ling dari mulai berdirinya klan hingga masa kejayaannya sekarang.
Dari yang She Luminaire ketahui, segel klan Ling adalah segel untuk menandai penerus yang telah ditetapkan. Mereka yang memiliki segel ini akan menjadi pemimpin selanjutnya.
Para penerima segel telah dibebankan sejak dini agar memiliki tanggung jawab dalam menjaga keutuhan serta keamanan klan tempat dirinya lahir.
Begitu juga dengan Ling Ro Bai, meski waktu yang di ambil sedikit terburu-buru. Namun karena kondisi serta firasat yang tidak mengenakkan dalam hati, patriark memilih menanggulanginya secepat mungkin. Tanda bahwa dirinya seorang pemimpin selanjutnya adalah tato mata tertutup di telapak tangan kiri.
Suami Istri tersebut terus menuruni tangga. Mereka membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit untuk sampai. Setelah berjalan agak lama, akhirnya sepasang suami istri ini sampai di sebuah altar berwarna putih terang.
She Luminiare yang sudah paham tentang tata cara melakukan ritual, tanpa basa basi menaruh putranya di sebuah batu yang berada di tengah-tengah formasi. Formasi yang terlihat berbentuk lingkaran, didalam lingkaran terdapat pola bintang lalu di tengahnya ada sebuah gambar mata yang sedang terpejam.
Mereka ingin melakukan ritual darah terlebih dahulu. Suami istri tersebut kemudian menggores tangannya masing-masing sehingga darah mengucur dari tangan yang telah tergores. Darah yang mengucur lalu membasahi lantai formasi.
Darah yang keluar mengalir ke dalam formasi. Dengan sangat ganas formasi tersebut menyerap darah keduanya hingga menimbulkan cahaya merah terang.
She Luminaire tiba-tiba melemparkan sebuah kalung berwarna hitam dengan simbol naga kearah sang putra. Begitu juga dengan patriark Ling Chen. Namun bedanya, ia melemparkan sebuah kitab dengan warna hitam pekat.
Tanpa disadari keduanya, darah yang sempat mereka alirkan merambat ke arah pusat formasi. Lalu terserap ke dalam tubuh sang bayi. Padahal seharusnya, darah tersebut hanya mengalir ke pusat mata yang tertutup. Lalu membukanya untuk menyelesaikan ritual yang berjalan.
Cahaya merah tiba-tiba muncul memenuhi altar, membuat suami istri itu terkejut. Cahaya merah yang awalnya hanya berdiameter 20 meteran mengitari altar, tiba-tiba meluas memenuhi ruangan bawah tanah.
Patriark Ling Chen dan She Luminaire sangat terkejut dengan kejadian tersebut. Mereka tidak tahu dengan apa yang terjadi saat ini.
"Apa yang terjadi?", tanya keduanya bersamaan.
Setelah beberapa detik, keterkejutan mereka bertambah ketika mendengar jeritan dari empat arah mata angin.
Atas, bawah, samping kanan dan kiri tak luput dari terdengarnya teriakan yang memilukan tersebut. Yang tidak disangka oleh keduanya adalah, dengan hanya beberapa detik saja, cahaya yang tadi memenuhi ruang bawah tanah kini terus meluas hingga mencakup semua kota Ling.
Di atas tanah sendiri, tepatnya kota Ling. Warga, penjaga, bahkan tetua klan Ling sedang merasakan sakit yang tidak tertahankan, membuat mereka semua berteriak kesakitan.
Sebelum teriakan terjadi para penjaga, tetua, dan warga yang belum tidur, dikejutkan dengan adanya cahaya merah yang muncul dengan cepat ke arah langit. Tidak sampai disitu saja, cahaya tersebut terus meluas hingga seluruh kota.
Cahaya yang muncul membentuk sebuah kubah merah mengerikan. Semua itu hanya terjadi dalam 5 detik saja. Setelah kejadian cahaya merah, semua manusia yang berada di kota ling mendadak merasakan sakit di bagian jantung dan kepala.
Tak tahan dengan rasa sakit tersebut, mereka berteriak sekeras mungkin. Tetua klan Ling juga tidak luput untuk tidak berteriak. Mereka melakukan hal yang sama seperti para penduduk, karena memang kultivasi yang selama ini dibangga-banggakan tidak berguna untuk mengurangi rasa sakit yang diderita.
Kejadian yang paling menakutkan mulai terjadi ketika salah satu dari penjaga tiba-tiba saja seperti diremas hingga darah mereka keluar kemana-mana.
Darah membasahi tanah yang berwarna coklat menjadi semerah darah. Hal tersebut terus terjadi hingga semua manusia di kota Ling habis, menyisakan gumpalan daging dan tulang tanpa darah sedikitpun.
Darah yang membasahi kemana-mama, tiba-tiba terserap ke dalam tanah, terus mengalir menuju pusat formasi, dimana ada sesosok bayi mungil yang tertidur lelap di pusat lingkaran formasi.
Patriark dan permaisuri kembali terkejut dengan banyaknya darah yang muncul. Lalu darah-darah tersebut dengan ganas mengalir ke arah sang putra.
"Liiing!, Anakku...!!!", teriakan memilukan keluar dari mulut permaisuri yang dibarengi dengan larinya sepasang suami istri ini ke arah sang putra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Lanjutkan
2023-10-23
0
Intan Maghfiroh
minta izin untuk menceritakan ke semua orang lewat Vidio apakah boleh?
2021-06-14
3
Valiant
siip
2021-05-09
2