Davis tak berniat menceritakan kejadian yang ia alami dengan mulutnya sendiri. Daripada dituduh gila, berhalusinasi, dan tuduhan-tuduhan lainnya. Ia lebih memilih memperlihatkan rekaman kejadian dari memori black box mobilnya. Ia sengaja mengambil dan membawa memori itu untuk ia tonton ketika di penthouse. Ia ingin melihat dengan jelas wajah Diora. Berhubung sahabatnya George sangat ingin tahu penyebabnya tersenyum terus, dengan senang hati ia membagikan momen yang menggembirakan baginya itu.
“Lihat saja sendiri,” Davis meletakkan MacBook Pro keluaran terbaru ke meja.
Davis dan George menonton dengan ekspresi yang berbeda. Davis dengan perasaan yang bahagia. Sedangkan George dengan perasaan yang marah. Bukan marah karena Diora, tapi karena Davis nekat keluar ketika badai salju.
“Apa kau gila ha! Kau mau bunuh diri ha! Aku sudah mengatakan untuk tak keluar karena akan terjadi badai salju!” George memarahi Davis seperti seorang ibu yang menghawatirkan anaknya.
“Kau selalu saja terlalu banyak bicara, ambil saja sisi positifnya. Jika aku tak keluar tadi malam, pasti aku tak akan bertemu bidadari,” kilah Davis.
George menghembuskan nafasnya, rasanya mengurus sahabat satu ini sangat sulit. Ingin rasanya mencarikan seorang istri untuk Davis agar ada yang merawat.
“Siapa wanita itu?” tanya George.
“Apa kau tak mendengar! Jelas-jelas dia mengatakan namanya Diora,” sinis Davis.
“Aku tahu namanya, maksudku latar belakang wanita itu siapa” ralat George.
Davis mengedikkan bahunya. “Itu tugasmu mencari tahu, karena aku sendiri tak tahu.”
“Sepertinya kau menyukainya” tebak George.
Davis hanya menjawab dengan senyuman yang bagi George itu mengerikan. Ia lebih baik melihat wajah datar Davis daripada melihat Davis tersenyum terus seperti orang kerasukan.
Jika kau bisa bahagia dengan wanita bernama Diora, aku akan memastikan ia akan berada disisimu. Janji George dalam hati.
Selagi dia belum berumahtangga, karena aku tak ingin merusak rumah tangga orang lain. Meskipun aku sangat ingin melihat kau bahagia. Ralat George.
...........
Diora saat ini tengah menjalani perkuliahan di University of Helsinki, program studi arsitektur. Setelah tiga jam ia lewati dalam ruang perkuliahan, ia langsung bergegas ke kantin bersama sahabatnya Gabby.
“Bagaimana? kita jadi mengikuti tender pembangunan proyek di Triple D Corp?” Diora membuka pembicaraan.
“Apa kau yakin? Perusahaan kita masih sangat kecil, bahkan kantor kita saja hanya berada di ruko kecil yang lantai atasnya kau jadikan tempat tinggal,” ucap Gabby dengan sedikit rasa pesimis.
“Kita tidak akan tahu hasilnya jika kita tidak mencoba. Setidaknya jika kita gagal, kita sudah memiliki pengalaman,” petuah Diora.
“Baiklah ... jika kau yakin, maka aku pun yakin,” tutur Gabby.
“Nanti kita bicarakan lagi di kantor saja. Sekarang kita makan dulu, perutku sudah sangat lapar,” ajak Diora.
Mereka pun memakan dengan lahap hidangan makan siang yang sangat bergizi itu dengan suka cita.
“Hi Diora, hi Gabby,” sapa Eliana, teman satu kelas mereka. Eliana yang sedang membawa makan siangnya itu mendekati meja Diora dan Gabby.
“Hi,” balas sapa Diora, tak lupa dengan senyumannya.
“Ada apa kau kesini?” tanya ketus Gabby. Ia tak suka dengan Eliana karena sudah sangat terkenal berteman ketika ada maunya saja.
“Aku hanya menyapa kalian saja,” kilah Eliana. “Apa aku boleh duduk disini?” pintanya.
“Silahkan,” ucap Diora.
“Tidak boleh,” ujar Gabby bersamaan dengan Diora berucap.
Eliana tak memperdulikan Gabby yang tak mengijinkannya, yang ia perdulikan saat ini adalah Diora. Karena yang ia butuhkan saat ini Diora bukan Gabby.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Dewiefatmawati Istri Mohamad Kuswantoro
srigala berbulu embek..
2023-06-03
3
Anissa Nadya
kayanya udah pernah baca tp lupa,, baca lagi gk pa" kali 😄
2023-05-08
0
Rani Kania
aq baru mampir thor... br ketemu judulnya, tertarik sm angka like & subscribe yg bnyk itu 😊 smp sini seru semoga semakin seru 👍
2023-04-07
0