Suara gedoran kaca mobil terdengar sangat nyaring di telinga Davis. Saking nyamannya dia tidur dipeluk Diora hingga ia tak sadar jika hari sudah mulai menuju siang. Petugas yang bertugas membuka jalan sudah mulai beraksi.
“Tuan ... mohon meminggirkan mobilnya karena menghalangi jalan kami membuka tumpukan salju,” pinta petugas pembuka jalan ketika Davis sudah menurunkan kaca pintu mobilnya.
“Maaf,” balasnya singkat. Ia meminggirkan mobilnya ke tepi jalan yang sudah dibersihkan saljunya.
Davis menegakkan kembali jok mobilnya dan merapikan kembali pakaiannya yang terbuka, hanya ditutupi dengan jaket dan selimut.
Matanya menyapu seluruh isi mobil dan di jalanan sekitar, ia mencari keberadaan wanita yang semalam. Berharap bisa menemukannya. Matanya terhenti ketika ia melihat secarik kertas di atas dashboard mobil.
“Tuan, jika ingin mati, tolong jangan bunuh diri disini, carilah tempat lain.” Davis membaca pesan singkat yang ditinggalkan oleh Diora.
Sudut bibir Davis pun melengkung setelah membacanya, seperti membaca pesan cinta saja. “Siapa juga yang ingin bunuh diri,” gumam Davis.
Davis melajukan mobil menuju penthousenya setelah jalanan sudah dapat dilewati. Sepanjang jalan ia tersenyum, rasanya sudah sangat lama ia tak tersenyum.
“Kau darimana saja? Bukankah aku sudah mengatakan agar kau tak keluar semalam,” sungut George. Sejak salju reda, George sudah datang ke penthouse Davis karena menghawatirkan kondisinya. Tentu saja sudah mendapat persetujuan dari kekasihnya.
“Bertemu bidadari,” balas Davis tanpa memperdulikan ekspresi George yang tengah bersungut. Senyum bahagia terukir indah di wajah tampan Davis. Ia mendaratkan tubuhnya di sofa empuk miliknya.
George yang ingin marah karena himbauannya tak diindahkan, lebur sudah setelah melihat senyuman Davis yang lama tak pernah ia lihat.
“Apa kau sedang demam? Atau sedang bermimpi?” tanya George. Ia menempelkan tangannya ke kening Davis. “Dingin sekali tubuhmu, apa yang kau lakukan di luar sana?” cecar George khawatir.
Davis tak menjawab, ia masih tersenyum membayangkan kejadian semalam. Jika ia tak keluar menantang badai salju, mungkin ia tak akan bertemu seorang bidadari.
George menampar pipi Davis dengan keras dan menyemburnya dengan air putih dari mulutnya. “Keluar kau valak dari tubuh sahabatku.” George mengira Davis kerasukan valak, tingkah Davis yang aneh ditambah tubuhnya yang dingin memperkuat hipotesisnya.
“Kau mau ku jadikan makanan hiu ya!” seru Davis tak terima mendapatkan tamparan dan semburan air.
“Akhirnya pergi juga valak dari tubuhmu.” George menyodorkan tisu untuk mengelap air di wajah Davis.
“Kau fikir aku kerasukan!” sungut Davis. Ia mengambil tisu denga kasar dan mengelap wajahnya.
“Mungkin saja, sejak pulang kau aneh tak seperti bisanya. Aku kira kau kerasukan valak dari jalan,” balas George. “Mau yang hangat-hangat? Tubuhmu sangat dingin,” tawar George.
Davis menyilangkan tangan dibadannya. “Jangan coba-coba berani memelukku kau.”
George memutar bola matanya malas, siapa juga yang ingin memeluk Davis. Meskipun dalam kondisi darurat pun ia lebih memilih memeluk tiang listrik daripada pria arogan seperti Davis.
“Jauhkan fikiran tak berbobotmu itu! Hangat-hangat yang ku maksud itu minuman, mungkin kau ingin teh panas atau kopi panas atau jahe panas,” ralat George.
Davis yang terpergok berfikiran aneh-aneh pun biasa saja, tak ada rasa malu maupun canggung sedikitpun. “Jahe panas saja.”
Tak butuh waktu lama, hanya dalam waktu tiga menit jahe panas sudah tersaji dihadapan Davis.
“Thanks,” ucap Davis. Ia langsung meminum jahe panas sebelum dua menit kemudian berubah menjadi es jahe karena cuaca sedang dingin.
“Hangat, meskipun tak sehangat pelukannya,” gumam Davis.
“Pelukan siapa?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
juhaina R💫💫
hayyy kak nukha apa masih bisa mrespon disini😅😅
2023-12-21
0
Borahe 🍉🧡
hahahah ada" aja
2023-11-14
0
Alan Zain
valakk😂
2023-11-11
2