Agra dan Melati memasuki mobil sport mewah yang sudah siap untuk menemani mereka dalam setiap perjalanan. Lalu Agra memasang sabuk pengamannya dan siap untuk melajukan mobilnya. Tapi saat mesin akan dihidupkan, Agra yang melihat Melati belum memakai sabuk pengaman seketika menegur Melati dengan sikap dinginnya.
"Cepat dipakai. Agar aku segera melajukan mobilnya." Ujar Agra.
Melati terdiam, karena ia tidak mengerti tentang perkataan Agra. Melati memang begitu polos, bahkan ia juga belum pernah menaiki mobil sebagus itu. Sehingga ia tidak tahu apa yang diwajibkan sebelum
mobil nya dilajukan.
"Maksudnya apa mas?" Tanya Melati yang tidak mengerti.
Agra menarik nafas panjangnya. Karena tidak mau berdebat didepan orang tuanya, akhirnya Agra memasangkan sabuk pengaman untuk Melati. Sehingga keduanya saling berdekatan dan keduanya juga bersikap salah tingkah karena perasaan mereka.
"Kenapa seharum ini kamu Melati? Bahkan, aku ingin tahu bagaimana wajah kamu. Akh Agra, kamu berpikir apa? Yang harus kamu lakukan adalah memasangkan sabuk untuk Melati lalu melajukan mobilnya." Ujar Agra dalam batinnya.
"Kenapa jantungku berdebar-debar seperti ini? Dan kenapa aku memiliki rasa yang tidak pernah aku rasakan. Astaghfirullah halazim, Melati apa sih yang kamu pikirkan. Kamu harus ingat bahwa mas Agra tidak mungkin memiliki perasaan apa-apa kepada kamu. Kamu harus sadar diri." Ujar Melati di dalam batinnya.
Setelah memasangkan sabuk pengaman kepada Melati, Agra kembali mengambil posisi duduknya untuk segera melajukan mobilnya. Namun sebelum mobil dilajukan dengan kecepatan sedang, Agra menlakson mobil itu untuk berpamitan kepada kedua orang tuanya yang masih setia mengantarkan kepergiannya.
Perjalanan pun telah dimulai. Jalanan kota yang terlewati begitu sangat ramai. Banyak kendaraan berlalu lalang saling bersalipan. Namun, itu tidak mengusik kediaman Agra dan Melati. Karena selama perjalanan mereka saling terdiam dan bertahan dalam kebisuan mereka.
"Kenapa kamu tidak mengajakku bicara Melati. Kamu anggap aku apa?" Ujar Agra dalam batinnya.
Keangkuhan Agra lah yang membuat Melati terdiam. Namun disisi lain Agra tidak menyadari akan hal itu. Malah dia berharap Melati mengajaknya berbicara bukan dia yang ingin mengajak Melati berbicara.
"Mas Agra, apa kamu seangkuh ini? Andai saja kamu menganggapku sebagai istri kamu, aku pasti sangat bahagia." Ujar Melati dalam batinnya.
Sebenarnya hati Agra dan Melati sama-sama memiliki perasaan yang berbeda. Harapan yang sama saat mereka berdua. Tapi, keangkuhan Agra yang mengubah semuanya. Dan kepolosan Melati yang bersikap selalu sopan kepada Agra.
Jam sudah menunjukkan hampir pukul 12.00 siang. Agra yang merasa lapar pun segera mencari-cari tempat makan. Sedangkan Melati, ia masoh bertahan dengan sikap diamnya.
"Aku merasa lapar jadi, aku mau beristirahat untuk makan." Ujar Agra dengan dingin.
Agra menghentikan mobilnya dan memarkirkannya di depan sebuah restoran mewah. Karena seakan rasa laparnya tidak dapat ia tahan terlalu lama. Sehingga ia sudah siap untuk mencari tempat duduk di dalam restoran itu tapi tidak dengan Melati.
"Mas Agra masuk terlebih dahulu saja. Melati masih mau mencari mushola atau masjid terdekat karena, ini sudah memasuki jam sholat dzuhur. Dan Melati mau sholat terlebih dahulu." Ujar Melati kepada Agra.
"Sholat? Ini itu jam makan siang, bukan sholat. Yang harus kamu lakukan makan dulu baru sholat." Ucap Agra dengan kasar.
Melati terdiam dan menarik nafas panjang untuk menjelaskan sesuatu hal kepada Agra suaminya dengan hati dan sikap sabarnya. Bukan seperti Agra yang selalu berteriak dengan kasar dan berbicara dengan sikap dingin.
"Kalau mas Agra merasa lapar mas Agra bisa kok memesan makanan terlebih dahulu. Tapi aku masih mau sholat dulu mas. Kita kan diharuskan untuk menjalankan sholat dengan tepat waktu dan tidak boleh mengulur-ngulur waktu dalam menjalankan sholat lima waktu. Memangnya mas Agra tidak pernah melakukan sholat?" Jelas Melati.
Agra tersenyum sinis sambil memandang Melati. Seakan dia sedang berpikir tentang jawaban apa yang akan ia berikan kepada Melati. Tidak mungkin kan kalau dia bilang tidak pernah, sedangkan Melati tahu bahwa agama nya adalah islam. Dan jika ia menjawab seperti itu maka derajatnya akan turun dihadapan Melati. Jadi, ia membohongi Melati dengan kebohongannya.
"Pernah lah." Balas Agra dengan singkat.
Karena Agra tidak mau Melati curiga dengan kebohongannya, akhirnya ia mengikuti Melati untuk menjalankan sholat dzuhur terlebih dahulu lalu kembali ke restoran itu untuk mengisi perut, karena pada dasarnya tubuh perlu amunisi.
"Ya sudah, kalau begitu kita cari tempat untuk sholat terlebih dahulu. Lalu setelah itu kita kembali lagi ke restoran ini." Putus Agra.
Melati mengekspresikan wajahnya dengan tersenyum bahagia. Seakan ia telah menang dari sebuah lomba. Karena pada akhirnya ia menang dalam mengajak Agra menuju jalan-Nya.
"Baiklah kalau begitu. Tadi sepertinya di ujung jalan sana ada sebuah masjid. Mungkin sebentar lagi suara adzan akan berkumandang." Ujar Melati.
Melati mengarahkan jarinya ke seberang ujung jalan yang sedikit masuk ke dalam. Dan kemudian, ada suara adzan yang tenfah berseru mengumandangkan adzan. Sehingga Melati dapat memastikan bahwa memang benar arah yang ia tunjukkan ada sebuah masjid besar.
Agra dan Melati pun berjalan menuju ke masjid itu. Terlihat di sana ada rasa saling perduli satu sama lain. Karena saat menyeberangi jalan raya Agra memegangi pergelangan tangan Melati dan membantu Melati untuk menyeberangi jalan bersamanya.
Masjid yang luas tapi tidak terlalu ramai pada diang itu. Karena selama masa pandemi jarang sekali ada yang datang di masjid itu. Bahkan waktu pelaksanaan sholat saja semua orang harus dibatasi jarak kurang lebih 10m. Dan anjuran itu harus dipatuhi oleh semua warga Indonesia.
"Bagaimana kalau aku tidak benar dalam melakukan gerakan sholat? Sedangkan di dalam sana ada orang banyak." Gumam Agra.
Agra merasa malu jika ia digunjing oleh semua orang ketika melakukan sholat yang belum benar. Sedangkan ia tahu bahwa ia sudah besar. Dan ia juga tahu bahwa agama nya adalah islam. Jadi tidak mungkin kalau dia tidak bisa melakukan sholat. Tapi kenyataannya yang berbeda, karena Agra memang belum bisa sholat.
"Lebih baik aku mengikuti dari belakang sendiri saja. Agar semua orang tidak tahu gerakannku." Ujar Agra dalam batinnya.
Sholat jama'ah yang dilaksanakan pun telah usai. Agra yang juga sudah menyelesaikan sholatnya kini ia menunggu Melati didepanasjid besar itu. Dan sesekali ia melihat ke arah jam tangannya yang menempel dilengannya.
"Lama sekali sih Melati. Ngapain saja sih dia di dalam sana?" Agra bertanya-tanya dengan kesal.
Agra mulai bosan saat menunggu Melati yang belum juga keluar. Dan akhirnya beberapa menit kemudian Melati pun menghampiri Agra dan menyapanya dengan sopan.
"Assalamu'alaikum mas Agra." Ucap salam Melati.
"Wa'alaikumsalam. Lama sekali sih kamu, ditungguin dari tadi juga. Pegel tahu berdiri sedari tadi." Omel Agra.
"Ya ma'af mas, aku kan harus berbenah dulu setelah usai sholat. Memakai cadarku kembali." Jelas Melati.
"Ya sudah, lebih baik sekarang kita ke restoran itu lagi. Aku sudah sangat lapar." Ketus Agra.
Melati menganggukkan pelan kepalanya untuk mengiyakan ajakan Agra. Dan kembali lagi di penyeberangan jalan. Di mana mereka saling bergandengan tangan untuk melintasi jalan.
Setelah berjalan sekitar lima menit, akhirnya mereka sampai juga direstoran itu. Dan Agra oun masuk ke dalam untuk memeilih tempat duduk yang nyaman. Sedangkan Melati ia hanya berjalan mengikuti Agra saja.
Seorang pelayan oun datang menghampiri mereka sambil membawa selembar kertas yang berisikan daftar menu makanan dan minuman di restoran itu. Dengan sopan pelayan itu menyapa mereka.
"Permisi Mas-Mbak, mau pesan apa?" Tanya pelayan itu.
Pelayan itu menghampiri Agra dan juga Melati untuk menanyakan makanan apa yang akan mereka pesan sambil menyodorkan daftar menu makanan dan minuman.
"Kamu mau makan apa? Pesan saja sesukamu." Ucap Agra yang meminta Melati.
"Kalau aku terserah mas Agra saja. Apapun yang mas Agra pesan aku pasti suka kok." Ujar Melati.
Akhirnya Agra memesan beberapa makanan untuknya dan Melati. Kini Agra dan Melati saling bercakap meskipun Agra masih setia dengan sikap dinginnya.
"Kenapa sih kamu selalu memakai penutup diwajah kamu? Kenapa tidak biasa saja seperti wanita pada umumnya." Tanya Agra penasaran.
Akhirnya Agra melontarkan pertanyaan yang ia pendam sebelumnya. Karena sudah tidak mampu menahannya dan rasa penasarannya yang sudah diujung tanduk, akhirnya ia melontarkannya kepada Melati. Dan saat Melati akan menjawab pertanyaannya itu, tiba-tiba pelayan datang membawa beberapa makanan pesanan mereka. Sehingga Melati tidak sempat menjawab pertanyaan Agra suamiya itu, karena Agra sendiri lah yang sudah tidak mau membahas itu. Dan rasa lapar Agra tidak dapat ia tahan lagi. Makanan itu pun ia santap dengan begitu nikmat. Namun tidak dengan Melati. Ia seperti gelisah saat memakan beberapa makanan yang sudah dipesan suaminya tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments