Maureen merapihkan paket paket yang buat suaminya itu. Banyak gadis yang memberinya hadiah, menyatakan perasannya menyukai suaminya. Maureen semakin sedih saja melihatnya, apalagi paket –paket itu tidak berhenti berdatangan, sekarang kamarnya penuh dengan barang-barang hadiah itu.
Malam telah larut, Mac barulah pulang. Dia juga terkejut saat melihat kamarnya penuh dengan barang-barang kiriman dari orang yang tidak dikenalnya.
“Apa ini?” tanya Mac, menatap tumpukan barang-barang itu.
“Dari fans-fansmu,” jawab Maureen.
“Suruh Mr.Crist untuk menyimpannya digudang atau terserah mau diapakan barang-barang itu, bagikan saja pada pelayan,” kata Mac, sambil berlalu dan masuk kamar mandi.
Sebenarnya mendengar perkataan suaminya itu membuat Maureen merasa bahagia, ternyata suaminya tidak genit pada wanita. Tapi suaminya juga tidak peduli padanya, bahkan mungkin sekarang juga masih terpengaruh dengan berita dimedia kalau mereka menikah karena dirinya menjebaknya.
Tiba-tiba handphone-nya berbunyi, dilihatnya dilayarnya tidak ada namanya, diapun bertanya-tanya siapa yang menelponnya itu, diapun mengangkatnya.
“Halo!” sapa Maureen.
“Halo sayang,” terdengar suara pria disana.
“Kau, mau apa kau menelponku?” tanya Maureen dengan ketus.
“Sayang, bagaimana kabarmu? Kau pasti senang dengan kehidupanmu sekarang,” ucap Pria itu.
“Mau apa kau menelponku?” tanya Maureen, semakin kesal.
“Mau apa lagi kalau bukan memberikan tawaran yang baik buatmu,” kata pria itu.
“Tawaran apa?” tanya Maureen.
“Aku ingin kita balikan lagi,” jawab suara pria itu.
“Apa maksudmu? Kau ingin kita balikan lagi? Aku sudah menikah sekarang,” jawab Maureen.
“Aku tahu kau tidak pernah mencintai pria itu, kau harus kembali padaku,” kata pria itu.
“Katakan saja apa sebenarnya yang kau inginkan? Jangan harap aku mau balikan lagi padamu,” kata Maureen.
“Setelah aku fikir-fikir, ternyata kau pacar yang terbaik buatku aku ingin kembali padamu,” jawab pria itu.
“Aku tidak percaya padamu,” kata Maureen.
“Kenapa? Aku benar-benar menyesal sudah menyakitimu. Jangan memaksakan diri, kau tidak mencintai pria itu,” ucap pria itu.
“Aku tidak mau,” tolak Maureen.
“Kenapa? Karena banyak gadis yang menyukaiku? Kau lihat saja suamimu itu, akan lebih banyak gadis lagi yang medekatinya, mungkin sebentar lagi dia akan mencampakkanmu. Daripada kau menunggu waktu itu lebih baik kau kembali padaku,” kata pria disebrang itu.
“Tutup mulutmu dan jangan menelponku lagi! Aku tidak akan pernah kembali padamu!” teriak Maureen dengan kesal.
“Kenapa? Kau jangan memaksakan diri bersama pria yang tidak kau cintai!” kata pria itu.
“Apa maksudmu? Aku mencintainya, aku mencintai suamiku, jadi kau jangan menggangguku! Aku tidak akan pernah meninggalkannya! Meskipun apa yang terjadi aku tidak akan meninggalkannya!” teriak Maureen.
“Kau berbohong, kau mencintaiku!” seru mantan pacarnya Maureen itu.
“Tidak lagi! Aku mencintai suamiku sekarang, aku akan selalu bersamanya, aku tidak peduli dengan gadis-gadis itu, kau mengerti? Jangan menelponku lagi!” Maureen kembali berteriak-teriak.
“Kau benar-benar tidak mau kembali padaku? Huh, tentu saja kau sudah susah payah menjebak pangeran itu, kau tidak akan melepasnya. Aku tidak tahu kalau kau bisa selicik itu,” jawab pria itu.
“Apa maksudmu? Aku tidak menjebaknya!” kata Maureen.
“Aku bisa meyakinkan suamimu kalau kau menjebaknya, seketika kau akan dicampakkannya, dan kau akan kembali padaku,” ucap mantan pacar Maureen itu.
“Jangan bicara yang tidak tidak! Dan jangan menelponku lagi! Aku tidak akan pernah kembali padamu!” teriak Maureen.
Sudah dia pusing dengan pemberitaan di media, di tambah mantan pacarnya mengajaknya balikan lagi dan ikut-ikutan menuduh dirinya menjebak Mac, benar-benar membuatnya stress.
Diapun mematikan handphonenya dan membalikkan badannya ternyata Mac sudah berdiri menatapnya.
“Siapa? Pacarmu?” tanya Mac. Maureen terkejut, takut Mac mendengar perkataannya.
“Dia, dia, aku sudah putus dengannya,” jawab Maureen.
“Kau mempermainkanku? ” tanya Mac menatap Maureen.
“Apa maksudmu bicara begitu?” Maureen keheranan.
“Jangan katakan kalau kau benar-benar menjebakku? Kau meninggalkan pacarmu dan sengaja kau menjebakku, begitu?” tanya Mac menatap tajam pada Maureen.
“Tidak, aku tidak seperti itu. Pacarku itu berselingkuh,” jawab Maureen.
“Aku tidak percaya kau bilang cinta padaku,” ucap Mac dengan sinis.
Maureen tidak menjawab, dia bicara seperti itu supaya mantan pacarnya tidak menelponnya lagi.
“Maaf kalau kata-kata itu mengganggumu, aku hanya ingin mantanku itu tidak menggangguku,” kata Maureen.
“Aku tahu kau berbohong mengatakannya. Sepertinya kau memang terbiasa berbohong dan bersandiwara,” jawab Mac.
Mac semakin tidak mepercayai istrinya itu. Dia langsung naik ke tempat tidur. Diambilnya bantal dan selimut lalu dilemparkannya ke sofa.
“Kau tidur disofa,” ucap Mac, lalu diapun berbaring, mencoba tidur.
Maureen hanya diam membisu, dia mematung menatap suaminya itu. Dia benar-benar merasa tersudut. Suaminya mencurigainya, semua orang mencurigainya, apa yang harus dilakukannya untuk melakukan pembelaaan?
Maureen menatap bantal dan selimut yang dilempar Mac itu, diapun berbaring disofa itu tanpa bicara apa-apa lagi. Perlahan airmata menitik dipipinya, kenapa nasibnya seperti ini?
Jangankan waktu untuk saling mengenal dan membuka hati, malah masalah berdatangan menghantam pernikahan mereka.
Meskipun hatinya sedang tidak nyaman, Maureen masih mau bangun pagi-pagi dan membantu ibu mertuanya menyiapkan sarapan, padahal sudah ada koki di rumah itu. Elsa bisa melihat gadis itu sangat murung, gadis itu hanya membantunya menyiapkan sarapan tanpa bicara apa-apa.
“Apa kau mau bicara padaku?” tanya Elsa.
Maureen menatap ibu mertuanya.
“Apakah Mommy juga percaya pada apa yang dituduhkan orang padaku kalau aku menjebak Mac?” tanya Maureen.
“Sebenarnya aku juga tidak tahu,”jawab Elsa, menggeleng.
“Aku tidak menjebak Mac, aku sedih suamiku lebih percaya omongan orang daripada perkataannku,” kata Maureen, dia kembali menata menu di meja itu.
Elsa bingung dengan semua ini, apa yang harus dilakukannya sekarang? Apakah dia harus menelpon James untuk mengusut lagi apa benar Maureen telah menjebak Mac? Karena berita itu malah semakin menjauhkan Mac dengan Maureen.
“Mommy, aku akan menemui Daddy James,” kata Mac, saat sarapan.
Maureen menoleh kepada ibu mertuanya.
“Aku juga akan keluar sebentar, bolehkah?” tanya Maureen.
“Kau ijin pada suamimu, bukan padaku,” kata Elsa.
Maureen menoleh pada Mac.
“Aku akan keluar sebentar, aku ada janji dengan sepupuku,” kata Maureen pada Mac.
“Terserah kau saja, tidak pulang juga tidak apa-apa,” jawab Mac. Perkataan Mac itu membuat Maureen kesal, diapun menatap Mac dengan tajam.
“Tidak bisakah kau bersikap lebih baik padaku? Aku ini istrimu!” teriak Maureen, sambil menyimpan sendok dan garpunya keatas meja dengan keras.
Mac, Elsa dan Edwrad sampai terkejut mendengarnya.
“Jaga mulutmu! Apa kau berhak mengatakan kau istriku?” bentak Mac.
“Kau suka atau tidak suka, aku tetap istrimu!” teriak Maureen lagi. Dia berteriak marah tapi dari kedua matanya ada genangan-genanagn airmata yang akan tumpah.
Maureen bangun dari duduknya dan meninggalkan ruang makan itu. Elsa dan Eadwrd terdiam melihat petengkaran putra dan menantunya. Mac hanya diam, dia kembali makan.
Elsa menatap Mac.
“Sayang, tidak bisakah kau sedikit lembut pada Maureen?” tanya Elsa.
“Harus bersikap bagaimana lagi Mommy? Aku tidak menyukainya! Aku tidak tahu mungkin saja dia memang menjebakku, dia sengaja ikut tidur denganku di semak-semak saat tahu aku tidak sadarkan diri dan memanggil watawan untuk mengekspose,” kata Mac.
“Kau bilang pada Daddymu untuk menyelidiki hal ini. Kalau ternyata Maureen tidak bersalah, kasihan dia, hatinya pasti terluka,” ucap Elsa.
“Mommymu benar, minta Daddymu untuk menyelidiki ini,” kata Edward.
Mac tidak bicara lagi.
Taxinya Maureen berhenti dirumahnya Diana. Maureen langsung menuju ke kamarnya Diana. Ternyata saudaranya itu sudah bersiap-siap akan berangkat kerja.
Maureen langsung menjatuhkan dirinya di tempat tidur dan menangis. Diana yang sudah akan berangkat, kembali menyimpan tasnya, melihat Maureen yang datang tiba-tiba itu.
“Maureen? Ada apa?” tanya Diana. Tangis Maureen malah semakin keras. Di biarkannya Maureen terus menangis sampai akhirnya tangisnya mulai reda, diapun bangun dan duduk di tempat tidur.
“Kau akan berangkat kerja?” tanya Maureen sambil terisak.
“Iya, tapi tidak apa-apa kalau kau ingin bicara denganku,” jawab Diana.
“Rasanya aku sudah tidak kuat menjadi istrinya lagi,” kata Maureen.
“Suamimu mau menciummu di depan orang banyak bukankah itu bagus? Dia mulai tertarik padamu,” ucap Diana.
“Tidak, dia tidak menyukaiku, itu hanya terpeksa saja,” kata Maureen.
“Dia masih kasar padamu?” tanya Diana.
“Dia malah ikut ikutan media masa mengatakan aku menjebaknya,” jawab Maureen. Diana diam saja mendengarkan keluhannya Maureen.
“Aku benar-benar tidak menjebaknya, tidak ada yang percaya padaku,” lanjut Maureen. Diana masih tidak bicara apa-apa.
“Apalagi Justin menelponku,” kata Maureen.
“Mantan pacarmu?” tanya Diana.
“Iya,” Maureen mengangguk.
“Mau apa dia?” tanya Diana lagi.
“Dia ingin balikan lagi padaku, Mac semakin mencurigaiku,” jawab Maureen.
Diana kembali terdiam.
“Aku menyerah dengan pernikahan ini. Kau lihatkan banyak gadis-gadis yang menyukainya, mengirimkannya barang-barang dan ucapan kekagumannya, segala macam. Aku semakin tersakiti, aku semkin merasa aku bukan istrinya, aku ingin bercerai,” kata Maureen.
“Jangan, jangan menyerah,” sela Diana.
“Aku tidak sanggup. Cukup sakit hati karena pacarku berselingkuh, tidak dengan suami yang digilai banyak gadis, dia semakin tidak melihatku,” kata Maureen.
“Jangan salah, berselingkuh dan digilai itu berbeda. Kalau suamimu disukai banyak gadis ya wajar saja, hati orang kan pemiliknya juga orang itu mereka bebas menyukai siapapun. Tapi kalau berselingkuh, suamimu yang main hati dengan gadis lain, apakah Mac melakukan itu?” tanya Diana.
“Entahlah aku tidak tahu,” jawab Maureen.
“Jangan biarkan gadis lain mengganggu pernikahanmu,” kata Diana.
“Masalahnya Mac juga tidak menyukaiku, dia malah ikut ikutan menuduhku,” ucap Maureen.
“Ya aku mengerti, kau tidak ada bedanya dengan gadis gadis diluar yang menyukai suamimu, tapi kau masih menang dari mereka, kau istrinya,” kata Diana.
“Jadi aku harus bagaimana? Orangtuaku melarangku untuk bercerai,” ucap Maureen.
“Sebelum gadis gadis lain mengisi hati suamimu, lebih baik kau duluan yang mengisinya, membuatnya jatuh cinta, kalian kan sudah menikah, aku sudah mengatakannya dari kemarin,” saran Diana.
“Diana, kau tidak tahu betapa bencinya dia padaku,” kata Maureen.
“Tidak ada salahnya kau mencobanya, kau baik baiklah padanya, perhatian padanya meskipun dia jutek, banyakkan waktu bersamanya, ajak dia bicara, kau jangan menyerah,” ucap Diana.
“Apa aku harus melakukannya?” tanya Maureen.
“Tentu saja, kau kan istrinya, bersikaplah kalau kau istrinya, kau berhak padanya, kalau dia mengancam ingin bercerai kau tinggal bilang saja tidak mau, aku yakin dia juga belum tentu benar-benar akan menceraikanmu, keluarganya pasti akan melarangnya,” jawab Diana.
Maureen terdiam, dia terus berifkir apakah memang itu yang harus dilakukannya, terus berusaha membuat Mac jatuh cinta daripada harus menyerah dan bercerai dengannya?
“Baiklah, aku harus mencobanya,” ucap Maureen.
“Tentu saja, tunjukkan kalau kau istrinya, kau berhak padanya, kau harus mengingatkan hal itu padanya,” kata Diana.
Sepulang dari rumah Diana, Maureen terus merenung memikirkan apa yang di katakan Diana. Dia harus bersikap kalau dia adalah istrinya, ya meskipun Mac tidak menganggapnya, dia harus mengingatkan Mac kalau dia adalah istrinya.
Pertama-tama Maureen meminta Mr. Crist untuk membagikan semua banrag-barang dari kamarnya Mac sampai bersih. Sore hari juga dia membantu ibu mertuanya memasak makanan kesukaan suaminya.
Dia harus tegar, dia harus memberitahu Mac kalau dia adalah istrinya, dan dia berhak atas dirinya.
Elsa melihat menantunya itu memasak dengan rajin, ternyata dia sudah hafal makanan makanan kesukaan Mac. Kalau melihat hal itu, Elsa tidak yakin kalau Maureen telah menjebak putranya supaya menikahinya.
Setelah memasak, gadis itu mandi dan berbadan cantik. Dia tampak gelisah di ruang tamu bolak balik melihat jam di dinding.
“Kau menunggu Mac pulang?” tanya Elsa.
“Iya Mommy,” jawab Maureen.
“Seharusnya kau telpon dulu suamimu pulang jam berapa,” kata Elsa.
“Iya Mommy, aku tidak punya nomor handphone-nya,” jawab Maureen.
Elsa tersenyum mendengarnya. Diapun mengambil handphone-nya dan mengirimkan nomor Mac ke handphone Maureen.
“Kau telpon dia, pulang jam berapa, katakan kau juga sudah memasak untuknya,” saran Elsa.
“Iya Mommy, aku akan menelponnya sekarang,” kata Maureen. Elsa mengangguk lalu meninggalkan Maureen yang masih diruang tamu.
Maureen menatap nomor telpon yang ada di hapenya. Dia bingung bagaimana caranya menelepon suaminya? Dia akan bicara apa? Dengan ragu-ragu dia menelpon Mac.
Mac yang sedang bersama James dikantornya, mengerutkan keningnya saat handphone-nya berbunyi tapi nomor yang muncul tidak dikenalnya.
“Siapa yang menelpon?”gumamnya.
“Halo!” sapanya. Maureen terdiam dia mendengar suara suaminya di handphone, ini adalah pertama kalinya dia menelpon suaminya.
“Halo!” sapa Maureen.
Mac terdiam, dia menebak-nebak siapa yang menelponnya.
“Kau, siapa?” tanya Mac dengan ketus.
“Mm aku Maureen..” jawab Maureen dengan gugup.
“Aku istrimu!” katanya meralatnya, kini dia tegas mengatakannya.
“Ada apa menelponku? Darimana kau tahu nomor telponku?” tanya Mac langsung saja tidak suka.
“Dari Mommy Elsa,” jawab Maureen.
“Mau apa kau menelponku?” tanya Mac.
“Aku mau menanyakan kapan kau pulang, aku sudah memasak,” jawab Maureen.
“Kau buang buang waktu mu menelponku atau memasak untukku,” kata Mac.
Maurean menarik nafas berusaha bersabar mendapat penolakan dari Mac itu.
“Aku hanya ingin mengatakan itu. Aku menunggumu dirumah, jangan pulang larut, aku sudah memasak,” jawab Maureen, mengabaikan sikap juteknya Mac.
Mac langsung menutup telponnya.
“Siapa?” tanya James yang sedang duduk di kursi kerjanya.
“Maureen,”jawab Mac.
“Ada apa?” tanya James, menatap putranya.
“Dia menanyakan kapan aku pulang, dia sudah memasak,” jawab Mac.
“Bukankah itu bagus sayang?“ seru James tersenyum senang.
“Aku ragu dia hanya pura-pura baik saja, dengan kelakuannya dia menjebakku saja itu menunjukan dia gadis yang tidak baik, apalagi pacarnya ada menelponnya,” kata Mac.
James terdiam sesaat.
“Daddy sudah menyuruh orang untuk menyelidiki kasusmu ini. Mungkin agak terlambat tapi tidak ada salahnya untuk dilakukan. Jangan langsung menuduh Maureen bagaimana kalau ternyata Maureen memang tidak menjebakmu. Kasihan dia, dia sudah di jelek-jelekkan media masa, masa kau juga tidak mempercayainya, kasihan,” ujar James.
Mac tidak bicara lagi. Dia hanya menoleh ke jam tangannya, melihat jam berapa dia akan pulang.
************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Patrish
Maureen.. ayoo.. semangat....
2021-11-01
0
Fitri Anwar ALfhyank
hampir semua karyamu aku baca thor... semua bgus bahkan sy baca smpe end
2021-09-22
0
Bzaa
biarpun jutek, tetep aja ngeliat jam😁🤣
2021-08-14
0