Elsa mengetuk kamarnya James dan Pamela. Tidak berapa lama, James membuka pintunya. Dia agak terkejut mantan istrinya datang ke kamarnya.
“Kita harus bicara tentang Mac dan Maureen,” ucap Elsa dengan wajah lesu.
“Siapa sayang?” tanya Pamela, menghampiri mereka sambil menggendong Griss.
“Aku Pamela,” jawab Elsa. Pamela segera menghampiri dan menatap mantan istri suaminya yang berhenti di pintu.
“Mac dan Maureen ingin bercerai,” kata Elsa pada Pamela.
Pamela menoleh pada James.
“Mungkin kerena berita dimedia itu kan?” tanya Pamela.
“Maureen merasa tersudut dia tidak merasa menjebak Mac dan Mac mencurigainya,” jawab Elsa.
“Sebaiknya kita pulang saja besok, kita bicarakan dirumah,”ucap James, menatap Elsa.
“Iya, aku rasa lebih baik kita pulang besok,” ucap Elsa. James mengangguk.
“Maaf aku sudah mengganggu kalian,” lanjut Elsa, lalu meninggalkan pintu kamar James dan Pamela itu.
Pamela menoleh pada James.
“Apa menurutmu Maureen menjebak Mac? Begitu ramai di media menuduhnya begitu,” kata Pamela.
“Tentu saja, sekarang banyak gadis yang menyukai Mac, mereka pasti akan mencari-cari keburukannya Maureen, apalagi pernikahan mereka yang diawali hal yang tidak baik,” jawab James.
“Jadi kita pulang besok?” tanya Pamela.
“Sepertinya begiitu, kita juga tidak akan nyaman dengan kejadian ini,” jawab James sambil menutup pintu kamarnya. Ditatapnya Griss yang menoleh kearahnya.
“Apa kau juga nanti kalau sudah besar akan seperti uncle Mac? Kau juga sangat tampan seperti Daddy Julian,” ucap James lalu mencium cucunya itu.
“Mereka harus terbiasa dengan konflik yang terjadi akibat media masa,” jawab Pamela. James mengangguk.
“Julian putra bangsawan diperancis, bersiap-siap saja kalau Griss sudah besar nanti akan diburu media dan gadis –gadis,” kata Pamela, sambil mencium Griss.
Keesokan harinya terpaksa mereka harus kembali ke London. Di depan hotel banyak sekali wartawan dan gadis gadis yang ingin bertemu dengan Mac.
“Ini semua gara-garamu,” keluh Carrie pada Mac saat mereka berkumpul di loby.
“Jadi liburan kita terganggu,” keluhnya lagi.
“Kenapa aku yang disalahkan?” gerutu Mac.
“Kalian saja yang pulang, aku masih ingin liburan” tiba-tiba Olivia nyeletuk, sambil menoleh pada Jeremy yang berdiri tidak jauh darinya.
“Tidak, tidak, kita akan pulang ke Hongkong, jadi aku tidak ikut kalian ke London,” kata Jeremy.
Mendengarnya membuat Olivia cemberut.
“Kau saja yang ke Hongkong, aku masih ingin berlibur,” kata Olivia.
“Ya tidak apa-apa, asal kau tahu aku tidak akan memfasilitasi apapun selama kau disini,” jawab Jeremy membuat Olivia cemberut. Bagaimana mungkin dia bisa liburan kalau tidak punya uang? Semaunya sia-sia sama saja dia jadi gembel di negeri orang.
Rose menatap Olivia.
“Mommy, lain kali kita jalan-jalan lagi, suasana sedang tidak baik sekarang, terlalu banyak media yang menyorot kita,” kata Rose.
“Bukankah itu bagus? Kita jadi populer,” ucap Olivia.
“Tapi privasi kita terganggung kalau liburan dikejar kejar wartawan dan massa yang terlalu banyak,” kata Rose. Membuat Olivia cemberut.
“Kalian cepat kembali ke mobil, anak buahku yang mengawal kalian, aku akan segera kembali ke Hongkong,” kata Jeremy.
Merekapun mengangguk, beberapa keluarga mulai berjalan beriringan keluar dari hotel itu.
Jeremy mendekati Elsa, berdiri menatapnya.
“Ada apa?” tanya Elsa.
Edward yang melihat Jeremy mendekati istrinya langsung saja menghampiri.
“E e kau mau apa mendekati istriku?” tanyanya pada Jeremy. Tangan Elsa langsung dipegangnya.
Jeremy melirik Edward sebentar dia terlihat kesal lalu menoleh pada Elsa.
“Mungkin kita tidak akan bertemu dalam waktu lama, aku hanya mengucapkan terimakasih kau dan putramu sudah menjaga putriku dengan baik, dia terlihat sangat bahagia sekarang,” kata Jeremy.
“Sudah seharusnya, Rose istrinya Richard sekarang, tentu saja aku akan menjaganya seperti putriku sendiri, tidak perlu khawatir,” ucap Elsa.
Jeremy mengangguk. Edward menatap Jeremy.
“Sudah sudah, cepat pergi, jangan terlalu lama bicara dengan iatriku,” usir Edward dengan ketus. Dia marah pria itu selalu mendekati istrinya.
Jeremy tidak bicara lagi, diapun melangkah meninggalkan Elsa, lalu melerik pada Olivia, hanya dengan sebuah lirikan saja, Olivia langung mengikutinya keluar dari hotel itu.
Elsa menoleh pada Edward. Pria itu menatapnya.
“Dia sangat mirip dengan James, aku jadi cemburu,” ucap Edward.
Elsa tidak menanggapi ucapannya Edward.
“Ayo kita pulang saja,” ajak Elsa, menggandeng tangan suaminya.
Karena situasi yang tidak memungkinkan, akhirnya semua keluarga pulang kembali ke London. Tidak seperti yang awal berangakat begitu gembira , kini pulang dengan lesu, liburan yang di bayangkan akan menyanangakn malah sangat tidak menyenangkan, apalagi bagi Maureen. Hampir disetiap tempat yang ada televsinya atau media social, semua membahas pernikahannya dengan Mac, dia merasa tertekan apalagi dengan tidak ada dukunganya dari suaminya, dia merasa dihakimi seorang diri.
Rumah Edward kembali sepi saat semua anggota keluarga sudak kembali ke rumah masing-masing. Di depan rumah mereka sudah berjaga-jaga banyak orang untuk menghalau wartawan dan warga yang ingin bertemu dengan Mac.
Setibanya di rumahnya, Maureen menelpon orangtuanya.
“Ada apa? Kenapa media malah menyalahkanmu? Bukankah pria itu yang brengsek?” terdengar amukan dari ayahnya.
“Daddy aku tidak sanggup menjalani pernikahan dengan Mac, aku ingin bercerai,” kata Maureen.
“Apa bercerai?” Tidak bisa, sekarang lagi heboh-hebonya media membahas kalian, kalau tiba-tiba berceria, media tidak akan habis-habisnya memberitakan, kau bersabar ya,” kata Mr. Arnold.
Maureen kembali terisak mendapat jawaban dari ayahnya. Diapun menutup telponnya dan membalikkan badannya ternyata suaminya ada dibelakang berdiri menatapnya.
Mac tidak bicara apa-apa, Maureen hanya berjalan melewatinya menuju kamar mandi.
Terdengar suara ketukan dipintu.
Mac segara membukanya ternyata Mr.Crist dan dua orang pelayan yang membawakan kotak-kotak paket.
“Apa itu?” tanya Mac.
“Dari kemarin banyak sekali paket-paket yang berdatangan,” jawab Mr. Crist.
“Kalian simpan saja disana,” kata Mac menunjuk kearah sofa.
Dua palayan itu menyimpan paket-paketnya di samping sofa.
“Masih banyak dibawah,” kata Mr. Crist.
“Masih ada lagi?” tanya Mac tidak percaya.
Terdengar handphone berdering, dilihatnya dilayar muncul nama ayahnya, Mac segera mengangkatnya.
“Sayang, banyak paket di rumah buatmu,” kata James.
“Iya Daddy, ini juga ada yang dikirim ke rumah Mommy,” jawab Mac.
“Pinta satpam untuk memeriksanya dulu, jangan sampai ada benda tajam atau bahan yang berbahaya dikirimkan kerumah,” kata James
“Baik Daddy,” jawab Mac.
Maureen keluar dari kamar mandi, dia melihat Mr.Crist menyimpan paket-paket itu ltu lalu keluar dengan dua pelayannya. Bersamaan Mac juga menyudahi obrolannya dengan ayahnya.
Mac menatap Maureen yang sedang berdiri dekat paket. Diambilnya paket-paket itu dan melihat nama-nama pengirimnya. Semuanya nama wanita, pasti fans-fans suaminya.
Tanpa bertanya dulu pada Mac, dia membuka salah satu paket itu. Isinya sepatu sport.
Mac hanya duduk disamping tempat tidur melihat isi paket yang dibuka oleh Maureen. Istrinya itu kembali membuka paket yang lain, ada kaos, jam tangan, jaket, bahkan boneka juga ada, semuanya dari nama wanita.
Barang-barang itu dikirm untuk Mac, suaminya. Maureen benar-benar merasa orang asing disini. Dia ingin pulang tapi ayahnya melarangnya, apa yang harus dilakukannya?
Dilihatnya Mac berganti pakaian olah raga.
“Kau akan kemana?” tanya Maureen.
“Berolahraga sedikit,” jawab Mac, lalu mengambil tas olahraganya dan keluar dari kamarnya.
Maureen hanya menatap kepergian suaminya.
Saat di tempat Gym, Mac menyimpan tasnya di locker, setelah itu dia menuju toilet yang letaknya berdampingan dengan toilet wanita.
Tiba-tiba dia mendegar suara seseorang yang minta tolong di toilet wanita. Suaranya tidak terlalu keras. Mac meruncingkan telinganya. Terdengar lagi suara minta tolong. Mac segera menuju toilet wanita.
“Hello! Hello!” teriaknya.
“Tolong! Tolong!” terdengar suara dari salah satu toilet. Mac dengan hati-hati mendekati arah suara, lalu perlahan dia membuka pintunya. Dia terkejut saat melihat seorang wanita yang duduk diatas toilet duduk yang tertutup, bersandar ke tembok.
“Kau kenapa?” tanya Mac.
“Kepalaku pusing, apa kau bisa membantuku?” tanya gadis itu. Mac menatap gadis itu, dia memang harus waspada jangan sampai kejadiannya dengan Maureen akan membuat boomerang lagi dalam hidupnya.
“Kau sendirian?” tanya Mac. Gadis itu mengangguk.
“Baiklah ayo kita keluar dari sini,” kata Mac, Diapun mengulurkan tangannya, mencoba membantu gadis itu berdiri, dengan tertatih gadis itu merangkulnya. Mac merasa risih dirangkul seperti itu.
“Ayo ,” ajaknya, sambil berjalan memapah gadis itu.
Keluar dari toilet bersamaan dengan beberapa orang gadis juga masuk ke toilet, mereka saling pandang menatapnya, membuat Mac tidak nyaman.
“Mobilmu dimana? Bagaimana kau pulang? Aku telpon ambulan ya, supaya membawamu ke rumah sakit, kau telpon keluargamu sapaya menyusulmu ke rumah sakit,” kata Mac, memasuki ruangan gym itu dan mendudukkan gadis itu di kursi tunggu.
“Dirumahku tidak ada siapa-siapa. Aku ingin pulang saja, apa kau bsia mengantarku?” kata gadis itu.
Mac terdiam, dia sebenarnya tidak suka berurusan dengan seorang gadis, tapi gadis ini tampak sedang sakit.
“Kau hanya mengantarku sampai depan rumah saja,” kata gadis itu.
Mac kembali berfikir. DIlihatnya gadis itu terlihat pucat, dia jadi merasa kasihan.
“Ya sudah aku antar,” kata Mac.
“Terimakasih,maaf aku merepotkanmu, namaku April,” kata gadis itu yang ternyata April, adiknya Alex.
Mac tidak menjawab, dia tidak peduli siapapun nama gadis itu. Dia hanya menolongnya karena gadis itu sedang sakit.
“Sebentar aku mengambil jaketku dulu, lalu kuantar kau pulang,” kata Mac, sambil pergi meninggalkan April.
April mengangguk, dia merasa senang, idenya ternyata berhasil. Meskipun kata Alex, Mac itu tidak suka pada gadis-gadis tapi dia yakin kalau demi kemanusaian Mac pasti akan menolongnya.
Tidak berapa lama Mac kembali lagi sudah memakai jaket dan membawa kunci mobilnya.
“Ayo, apa kau bisa berjalan?” tanya Mac.
“Kepalaku masih pusing,” jawab April. Mac segara membantunya berdiri, memapahnya keluar dari lokasi gym itu yang mulai ramai orang-orang berdatangan.
Di dalam mobil, April bersandar ke jok mobil dengan memikirkan kepalanya menghadap Mac, pura-pura memejamkan matanya mencoba tidur.
Dilihatnya pria itu sama sekali tidak mencuri-curi pandang kearahnya. Benar kata Alex kalau Mac sangat cuek pada wanita. Pria itu terus saja menyetir, kadang bertanya arah yang harus dilewatinya, karena Mac tidak tahu jalan dia juga belum lama tinggal di London jadi tidak terlalu hafal jalan itu, dia tidak tahu kalau April membohonginya dengan jalan yang memutar-mutar menuju rumahnya April.
“Apa ini masih jauh?” tanya Mac, dia heran, kenapa menuju rumahnya April seperti tidak sampai sampai, sangat jauh.
“Sebentar lagi,” ucap April dengan suara yang lemas, Mac kembali melajukan mobilnya.
April menatap pria itu. Benar kata media dia sangat tampan, dia juga gagah, dia bisa merasakan saat dipelukannya tadi menyentuh otot bisepnya yang kekar, dadanya yang keras, dia benar-benar atletis, tapi yang pasti Mac itu terlihat seperti pria yang baik, rasa-rasanya tidak mungkin kalau Mac juga berbuat macam-macam di semak-semak itu, sudah bisa dipastikan wanita itu yang menjebaknya. Mac terlihat sangat polos, dia menyerah begitu saja dikadalin wanita yang sekarang jadi istrinya itu.
Akhirnya mereka sempai di rumahnya April.
“Apa kau bisa turun sendiri?” tanya Mac.
“Ya ya aku akan turun sendiri saja, terimakasih,” jawab April. Sambil membuka pintu mobilnya.
“Kau belum menyebutkan namamu, namamu siapa?” tanya April pura-pura tidak tahu. Tapi ternyata Mac tidak menjawab.
“Hati-hati,” ucap Mac.
“Hemm laki-laki yang sombong,” batin april, tapi dia malah semakin menyukainya.
“Iya terimakasih. Apa kita akan bertemu lagi?” tanya April.
“Maaf, aku sudah punya istri,” jawab Mac. Penolakan Mac benar-benar diluar dugaan. Pria itu menikah dengan terpaksa dan dia masih berpegang teguh untuk setia? Sangat luar biasa.
“Oh maaf aku tidak tahu,” ucap April, berbohong.
Mac hanya mengangguk.
Setelah April turun, Mac menjalankan mobilnya meninggalkan rumah April. Gadis itu menatapnya sampai mobil itu hilang dibelokan. Diapun masuk kedalam rumah, ternyata ada Alex yang melihat mereka dari lantai atas rumahnya.
Pria itu turun menuruni tangga.
“Cepat sekali kau berkenalan dengannya,” kata Alex.
“Tentu saja, meskipun dia jutek, tapi dia tidak akan tega melihat gadis yang lemah,” kata April yang ternyata pura-pura sakit supaya Mac menolongnya.
“Jadi kau benar-benar ke tempat Mac biasa nge gym?” tanya Alex, melihat April menggunakan baju orahraga.
“Iya,” jawab April, sambil berjalan kearah ruang makan, mengambil minum diikuti oleh Alex.
“Kau berkenalan dengannya?” tanya Alex.
“Dia tidak mau menyebutkan namanya,” jawab April.
Alex langsung tertawa.
“Sudah aku bilang, dia dingin pada wanita,” ucap Alex.
“Tapi aku suka, berarti dia tipe pria yang setia,” jawab April sambil minum airnya. Lalu berbalik menatap Alex.
“Dia juga bilang kalau dia punya istri, hebat bukan? Dia setia pada wanita yang menjebaknya, dia benar-benar polos,” kata April.
Alex kembali tertawa.
“Sepertinya aku yang akan mendapakan mobilmu,” ucap Alex.
“Kau salah, aku belum menyerah. Kau tahu, aku semakin menyukainya. Kau bilangkan belum ada gadis yang disukainya? Kau siap-siap saja, aku yang akan membuatnya jatuh cinta, lihat saja,” kata April.
“Kau jangan lupa, kau bersaing dengan wanita yang dinikahinya, lebih banyak peluang gadis itu karena sudah menjadi istrinya,” ucap Alex.
“Kau benar, wanita licik itu selangkah lebih maju dariku, tapi aku tidak akan menyerah, apalagi dengan berita media yang memojokkan iatrinya, pasti Mac merasa ilfeel, apalagi kalau terbukti wanita itu yang menjebaknya, dia pasti akan menceraikannya,” sahut April.
Lagi-lagi Alex diam, April masih tidak tahu kalau dia yang tidak sengaja membuat Mac tidak sadarkan diri karena salah mengambil air minum.
************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Patrish
Alex... ini sahabat.. teman... apa musuh.. bisa-bisanya dia pasang April buat ganggu Mac... cuma sebatas taruhan ... edaan😠
2021-11-01
0