CH-8 Tidak bisa lari

Elsa sedang ada diruang keluarga, kedua putrinya sudah tidur. Suaminya pulang larut malam ini. Terdengar handphonenya berbunyi, ada panggilan dari mantan suaminya, James. Tumben sekali James menelponnya.

“Halo, James,” ucap Elsa.

“Apa kau sedang sibuk?” tanya James.

“Tidak, anak-anak sudah tidur, ada apa?” tanya Elsa.

“Apa Mac pulang kerumahmu?” tanya Mac.

“Tidak, memangnya kenapa?” tanya Elsa, dia langsung saja merasa khawatir.

James terdiam sesaat, kalau tidak dirumah Elsa, pergi kemana putranya itu?

“Aku dapat kabar dari WO kalau barang-barang istrinya masih ada di kamar hotelnya tapi mereka sudah chek out,”jawab James.

“Kenapa bisa begitu? Kalau mereka chek out masa barang-barangnya tidak dibawa?” tanya Elsa bingung.

“Maka dari itu aku bingung, kemana mereka? Aku sudah menelpon Mac tapi tidak aktif,” tanya James.

“Aku jadi merasa khawatir,” ucap Elsa.

“Coba nanti aku cari tahu kemana mereka,” kata James. Tidak berapa lama telponpoun ditutup.

“Ada apa?” tiba-tiba terdengar suara Edward muncul dipintu.

“Sayang, kau sudah pulang, aku tidak mendengar suara mobilmu,” kata Elsa, sambil berdiri menghampiri suaminya.

Edward mendekatinya dan memeluknya.

“Apakah anak-anak sudah tidur?” tanyanya, sambil mencium pipi istrinya.

“Sudah, tadi ada James menelpon,” jawab Elsa.

“Ada apa?” tanya Edward, masih memeluk erat istrinya.

“Katanya barang-barang istrinya Mac masih ada di hotel, jadi James mengira Mac pulang kesini,” jawab Elsa.

“Kenapa barang-barangnya bisa tidak dibawa?” tanya Edward, kini menatap istrinya.

“Aku juga tidak mengerti. Kalau Mac dan istrinya tidak pulang kerumah James, terus pulang kemana? Ke rumah istrinya? Rasanya tidak mungkin Mac mau tinggal dirumah istrinya,” kata Elsa.

“Kau benar sangat aneh, apakah mereka baik-baik saja?” tanya Edwrad.

“Apakah mereka melarikan diri?” tanya Elsa, menatap suaminya.

“Melarikan diri kemana? Masa melarikan diri dengan istrinya? Rasanya tidak mungkin,” jawab Edward.

“Aku merasa tidak nyaman pada keluarga istrinya, nanti dikiranya kita tidak menjaga putrinya dengan baik,” kata Elsa.

“Mungkin mereka berbuan madu!” ucap Edward.

“Bulan madu masa barang-barang istrinya tidak dibawa? Lagipula mereka pasti butuh waktu untuk mepersiapkan barang yang akan dibawa bulan madu,” kata Elsa. Hatinya semakin gelisah saja, dia khawatir terjadi apa-apa  dengan putranya.

Tiba-tiba handphonenya Elsa berbunyi.

“Siapa lagi yang menelpon?” gumam Elsa. Dilihatnya nomor yang muncul dilayarnya tidak ada namanya.

“Siapa?” tanya Edward karena Elsa tidak buru-buru mengangkat.

“Aku tidak tahu, coba aku angkat,” jawab Elsa lalu diapun menerima telponnya.

“Halo,” sapa Elsa.

“Mrs. Veldman?” tanya suara pria disebrang. Elsa terkejut ternyata ada yang menyebut nama yang tidak pernah dia gunakan lagi.

“Kau siapa?” tanya Elsa.

“Saya Teo,” jawab Mr. Teo.

“Teo?” Elsa mengerutkan dahinya mengingat-ingat. Edward ikut keheranan Elsa menyebut nama itu.

“Saya yang mengurus perkebunan teh anda,” jawab Mr. Teo.

“Oh ya ya Mr. Teo, maaf aku hampir lupa, karena kita tidak pernah berkomunikasi lagi,” kata Elsa, baru ingat.

“Iya Mrs. Semua urusan perkebunan sudah langsung berhubungan dengan Mr. Ryan,” jawab Mr. Teo.

“Iya maaf aku hampir lupa. Ada apa kau tiba-tiba menelponku?” tanya Elsa.

“Saya hanya ingin mengabari kalau Mr. McLaren ada di perkebunan, saya mau menanyakan apakah Mr.McLaren akan mengelola perkebunan ini?” tanya Mr. Teo.

Mendengar perkatanan Mr.Teo, membuat Elsa terkejut. Ternyata Mac ada diperkebunan.

“Mr. Teo apakah aku bisa bicara dengan putraku?” tanya Elsa.

“Baiklah, sekarang Mr. McLArena sedang makan malam dengan isrinya,”jawab Mr, Teo.

“Dengan sitrinya?” Tanya Elsa.

“Tapi kurang

tahu juga karena Mr. McLAren bilang bukan istrinya,” jawab Mr.Teo.

Elsa semakin menduga ada sesuatu yang terjadi.

Mac sedang menyantap makan malamnya saat Maureen datang menghampirinya.

Mac membuang muka tidak mau melihatnya saat wanita itu datang.

“Silahkan, Mrs. McLaren,” kata Mrs.Nancy.

“Jangan menyebutnya seperti itu, aku tidak suka,” kata Mac.

Maureen hanya mencibir dan diapun duduk dikursi yang kosong.

Mr.Teo masuk ke ruang makan itu dengan handphone ditangannya. Mac menoleh pada Mr.Teo yang menghampirinya.

“Ada apa?” tanya Mac.

“Mrs.Veldman ingin bicara,” jawab Mr. Teo.

Mac terkejut, dia ke perkebunan ini melarikan diri, malah ibunya bisa langsung tahu. Tapi dia tidak bicara apa-apa, dia langsung menerima telpon itu.

“Iya Mommy,” jawab Mac.

“Sayang, apa yang kau lakukan di perkebunan itu?” tanya Elsa.

Mac tidak menjawab.

“Jangan katakan kau akan melarikan diri dari pernikahanmu,” tuduh Elsa.

“Aku tidak menerima pernikahan ini Mommy, aku tidak mau menikah,” jawab Mac.

“Tidak bisa begitu sayang, kau sudah menikah, kau sudah punya istri, kau harus bertanggung jawab padanya” kata Elsa dengan tegas.

Macpun diam.

“Apakah istrimu ada bersamamu?” tanya Elsa, kemudian.

“Iya Mommy, dia menguntitku,” jawab Mac. Maureen langsung mendelik mendengar kata menguntit.

“Sayang, mana ada istri menguntit, kau memang harus selalu bersama istrimu,” kata Elsa.

“Tapi aku tidak mau Mommy, dari awal aku bilang aku tidak mau menikah,” kata Mac.

“Sayang, kita harus bicara, besok kau harus pulang, kau tinggal sama Mommy dengan istrimu, kau suka atau tidak,” kata Elsa.

“Tapi Mommy,” Mac memotong.

“Pokoknya kau pulang! Bawa istrimu!” kata Elsa dengan tegas.

Mac menatap wanita yang sedang makan itu. Dia sebal sekali pada wanita itu.

“Ya baiklah Mommy, aku akan pulang besok,” jawab Mac.

Maureen mendengarkan percakapan Mac dengan ibunya. Dia mendapat kesimpulan sepertinya Mac menurut pada ibunya.

Mac membeirkan handphone itu pada Mr. Teo, yang segera menerimanya. Dia tidak bicara apa-apa, segera keluar dari ruang makan itu.

Mac menatap Maureen.

“Kita pulang besok!” kata Mac.

“Kita?” tanya Maureen, balas menatap Mac.

“Siapa lagi? Kita!” jawab Mac dengn ketus.

“Jadi aku harus ikut denganmu?” tanya Maureen lagi.

“Iya,” jawab Mac, kembali makan makanan dipiringnya.

“Aku tidak mau,” tolak Maureen.

“Harus mau!” teriak Mac dengan keras.

“Kenapa aku harus mau? Kau juga kan tidak mau menikah denganku? Kenapa aku harus ikut denganmu?” keluh Maureen.

“Karena aku terpaksa, atau Momyku akan marah,” jawab Mac.

“Karena Mommymu? Aku tidak tahu kalau kau anak mami,” ucap Maureen.

“Aku bukan anak mami, tapi aku menyayangi Mommyku,” kata Mac, kenapa dimatanya wanita itu selalu menjengkelkan?

“Aku tidak mau ikut denganmu, aku mau pergi kerumah temanku, kau juga tidak mau ada istrimu kan,” kata Maureen.

“Kau tetap harus ikut denganku,” kata Mac, dia benar-benar tidak mau Mommynya marah.

“Tidak mau!” Maureen menggeleng.

“Harus ikut!” bentak Mac.

“Tidak mau!” Maureen bersikeras.

“Kau ini kenapa sih tidak mau diatur? Bagaimana mau jadi istri yang baik kalau begini?” maki Mac.

“Kau juga, bagaimana akan jadi suami yang baik kau kasar pada istrimu,” kata Maureen tidak mau kalah.

“Itu karena aku tidak mau menikah denganmu,” jawab Mac.

“Aku juga tidak mau menikah denganmu,” balas Maureen.

Pertengkaran mereka terhenti saat Mr Nancy datang membawakan makanan penutup.

Wanita itu bediri didekat meja makan melihat pada Mac lalu pada Maureen. Dia kebingungan melihat mereka yang bertengkar itu. Ternyata benar mereka adalah sepasang suami istri.

Mrs. Nancy menyimpan menu penutupnya di meja makan, lalu pergi meninggalkan ruangan itu.

Mac menatap Maureen.

“Ingat malam ini kau tidur di sofa,” kata Mac.

“Tidak mau,” jawab Maureen.

“Harus mau,” kata Mac.

“Kau yang tidur disofa atau aku tidak akan ikut kerumah Mommymu,” ancam Maureen, entah kenapa dia merasa Mac akan menurut kalau soal Mommynya.

Mac menatap wanita itu dengan kesal. Dia memang sangat menyayangi Mommynya, dia tidak mau membuat Mommynya sedih.

“Baiklah, kau boleh tidur dikamar,” kata Mac.

“Nah gitu dong!” seru Maureen tersenyum senang dia sakit leher gara-gara tidur di sofa.

“Jadi kau yang tidur di sofa,” kata Maureen, tersenyum menang.

“Buat apa aku tidur di sofa? Memangnya disni cuma ada satu kamar?  Disini banyak kamar, aku akan tidur dikamar yang lain,” ucap Mac, membuat Maureen terdiam. Mac tersenyum dalam hati, enak saja wanita itu mau ngadalin, batinnya.

Maureen tidak bicara apa-apa lagi, kenapa tidak terfikir olehnya kalau dirumah ini ada kamar yang lain?

*************

Terpopuler

Comments

Siti Harum Munthe

Siti Harum Munthe

gak suka karakter ceweknya

2022-01-05

0

Patrish

Patrish

rameee yaa... bikin ngakaakk🤣🤣

2021-10-31

0

Bzaa

Bzaa

hahaha mac , awas ntar jdi bucin😁
semangat ntor...
biar makin semangat, aku kirim secangkir kopi buat nemanin mu ntor💪💪💪

2021-08-09

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!