CH-1 The Prince Arogan / No Women in My life

Setelah kelahiran adik ikembarnya Agatha dan Amanda, McLaren melanjutkan studynya di Amerika, dia juga belajar bisnis dengan mengelola perusahaan ayah kandungnya, James Anderson yang berada di Washington DC.

Beberapa tahun berlalu, McLaren tumbuh menjadi putra bangsawan yang tampan dan berkharisma, pendidikan yang cemerlang dengan karir yang sukes, selain itu dia juga pewaris tunggal kekayaan ayahnya dan juga kakeknya.

McLaren memiliki sifat yang berbeda dengan ayahnya. Dia lebih cenderung memiliki sifat seperti Edward, ayah tirinya. Sifatnya yang ambisius, keras hati dan emosional masih melekat dalam dirinya, membuatnya menjadi seorang Prince yang Arogan, semaunya dan tidak mau diatur.

Tapi ada satu sifat yang berbeda dengan Edward maupun James, yaitu pola fikirnya tentang wanita.

Kehidupan rumahtangga orang tuanya yang terpisah ternyata membuatnya beropini sendiri, menjadi tidak menyukai pernikahan, menganggap wanita adalah sumber kehancuran buat pria. Jadi tumbuhlah McLaren menjadi pria yang antipati terhadap wanita dan tidak mempercayai adanya cinta.

Tapi bukan berarti McLaren tidak punya cinta. Dia cinta orang tuanya, Mommynya Elsa, kedua Daddynya James dan Edward, kakak-kakaknya Richard dan Carrie juga adik-adiknya si kembar Agatha dan Amanda, tapi tidak dengan wanita yang dianggapnya akan menghancurkan hidupnya. No Women in mylife.

Alhasil sibuklah seluruh anggota keluarga untuk mencarikan pasangan buat McLaren.

***************

Hari ini adalah hari libur. James sedang ada dirumahnya saat sebuah mobil terparkir dihalaman rumah. Saat mendengar ada suara mobil memasuki halaman, James keluar dari ruang kerjanya. Dilihatnya pria muda tampan yang memiliki tubuh seperti dirinya, tinggi atletis dan gagah turun dari mobil itu, pria muda itu sejenak menatap ayahnya. James tersenyum menyambut kedatangan putranya, McLaren.

“Sayang, kau sudah datang!” serunya, dengan kedua tangan terentang memeluk putranya yang menghampirinya.

“Iya Daddy, bagaimana kabarmu?” tanya Mac juga memeluk ayahnya.

Tidak berapa lama ada sebuah mobil lagi masuk kedalam halaman rumah, membuat James dan Mac melihat kearah mobil itu. Ternyata Carrie keluar dari mobil itu dengan seorang bocah laki-laki berusia lima tahunan.

“Kau baru datang kan?” seru Carrie. Putranya itu berlari menghampiri James yang langsung mengendongnya dan menciumnya.

Carrie dengan perutnya yang mulai terlihat membulat menghampiri mereka.

“Aku tahu kau pulang hari ini, jadi aku buru-buru mampir kesini, Griss juga kangen sama grandfa dan grandma nya. Anak itu padahal aku  dan Julian orangtuanya tapi dia malah lebih dekat pada opa omanya, aku sebagai ibu kandungnya merasa tersinggung,” kata Carrie, tidak berhenti bicara.

“Sayang tidak perlu seperti itu, Griss boleh tinggal dimana saja,” kata James.

“Ya Daddy, untung saja aku sekarang hamil lagi, jadi kalau Griss lama tinggal disini aku tidak akan terlalu kesepian,” kata Carrie.

“Memangnya kau menemuiku mau apa?” tanya Mac dengan ketus.

“Kau ini, tentu saja aku punya banyak referensi foto gadis-gadis buat aku perkenalkan padamu,” jawab Carrie.

Mendengar jawaban kakaknya, Mac tidak menjawab, dia malah masuk kedalam rumah dan mengabaikannya.

“Mac! Mac! Gadis nya cantik,-cantik! Kau kan selama ini sibuk terus, aku mencarikan calon istri buatmu, lihat dulu foto-fotonya!” seru Carrie sambil masuk ke dalam rumah mengejar Mac.

Dari dalam rumah, keluar Pamela yang menatap kedatangan putranya James itu.

“Kau sudah pulang!” kata Pamela pada Mac.

“Iya,” jawab Mac, dan dia langsung masuk ke ruangan lain.

Pamela menoleh kearah Carrie yang mengejar Mac.

“Mac, kau dengarkan dulu aku, lihat foto-fotonya!” kata Carrie.

Mac berbalik lagi keruangan itu, kemudian dia berjalan menaiki tangga.

“Daddy aku pinjam ruang kerjamu!” teriaknya, langkahnya menuju ruangan kerja James dilantai atas.

“Mac, kau pasti akan menyukainya, percayalah! Aku fikir kau akan jadian dengan Sharon, ternyata kalian hanya berteman saja!” ucap Carrie terus mengikuti Mac sambil mulutnya tidak berhenti bicara.

Pamela menoleh pada James yang sedang menggendong Griss, diapun langsung mengambil Griss dari gendongannya James, lalu mereka masuk keruang keluarga.

Mac masuk ke ruang kerja ayahnya, duduk di kursi kerja ayahnya itu.

“Tidak bisakah kau berhenti menawarkan gadis-gadis itu?” ucap Mac.

“Aku kasihan padamu, usiamu sudah cukup untuk menikah kau bahkan tidak mempunyai seorang pacarpun. Hei, tidak bagus begitu,” kata Carrie, berdiri menatap Mac.

“Aku tidak akan menikah,” ucap Mac.

“Jangan seperti itu, kau harus menikah, kau harus merasakan jatuh cinta” kata Carrie.

“Aku tidak mau,” jawab Mac.

“Kau jangan begitu, kau harus segera menikah. Kau lihat perutku?” tanya Carrie sambil memperlihatkan perutnya yang buncit.

“Aku hamil lagi, Griss akan punya adik,” kata Carrie.

“Apa hubungannya?” tanya Mac, diapun beranjak dari kursi itu lalu menuju sofa dan berbaring disana.

“Maksudnya, segera kau menikah dan punya bayi, aku sudah mau dua anakku,” kata Carrie.

“Daripada kau terus mengoceh, lebih baik kalau keluar dari sini, aku mau istirahat,” kata Mac, mencoba memejamkan matanya.

“Mau istirahat disana dikamarmu, bukan disini, apa enaknya tidur di sofa?” ucap Carrie, menatap adiknya itu.

Mac tidak menjawab, dia malah memejamkan matanya, dengan kedua tangan dilipat didadanya.

“Ini lihat foto-fotonya,” kata Carrie, sambil memperlihatkan foto-foto gadis-gadis cantik. Disimpannya diatas meja berjajar.

“Menurutmu kira-kira mana yang kau suka? Ayo lihat!” kata Carrie, masih merapih-rapihkan foto-foto itu.

“Aku bilang tidak mau, ya tidak mau,” kata Mac, sama sekali tidak menoleh.

“Kau ini!” Carrie, berdiri sambil cemberut, kembali menatap adiknya yang mengacuhkannya.

“Aku tidak akan menikah,” ucap Mac, memiringkan tubuhnya membelakangi Carrie, menghadap ke sandaran sofa.

“Tidak menikah bagaimana?” tanya Carrie.

“Kau lihat tidak ada pernikahan yang bahagia, wanita hadir hanya akan menghacurkan kehidupan pria,” kata Mac.

“Mac jangan bicara begitu! Carilah wanita yag mencintaimu maka hidupmu tidak akan hancur, kau akan bahagia bersamanya,” kata Carrie.

Mac tidak menjawab.

Carrie menghela nafas panjang.

“Ya sudah, kau lihat foto-fotonya ya, aku turun dulu. Kalau tidak ada yang kau suka, masih banyak gadis-gadis yang lainnya. Percayalah kau ini tampan, akan banyak gadis-gadis yang menyukaimu,” kata Carrie.

Mac tidak menjawab. Akhirnya Carriepun keluar dari ruang kerja itu, menuju ruang keluarga yang ada dibawah,  wajahnya masih memberengut saja.

“Kau kenapa?” tanya Pamela yang sedang duduk bersama Griss yang memegang mainan.

“Adikku itu susah sekali diberi tahu, gadis-gadis itu sangat cantik, masa dia tidak mau melihatnya,” jawab Carrie sambil duduk di sofa.

“Kau menawarkan lagi gadis-gadis?” tanya James.

“Benar Daddy, apa salahnya dilihat dulu, kalau dia tidak suka, ada banyak gadis-gadis yang lainnya,” jawab Carrie.

James dan Pamela terdiam.

“Pelan-pelan saja nanti juga ada saatnya dia memperkenalkan calon istrinya,” kata James.

“Daddy usianya berapa coba sekarang? Griss saja sudah besar,” kata Carrie.

“Mac itu belum 30 tahun,” kata Pamela.

“Iya sih, tapi mana coba, dia tidak perah terlihat membawa pacarnya, dia hanya berreman dengan Sharon, aku fikir mereka jadian ternyata hanya berteman, sangat aneh dia itu,” ucap Carrie terus saja mengoceh.

James menatapnya, kenapa menantunya itu sangat suka sekali bicara, bicaranya tidak henti-hentinya, rasa-rasanya ibunya tidak seperti itu.

Carrie seperti tahu tatapannya James, diapun menatap mertuanya itu.

“Aku mirip Daddy Edward, Daddy, aku tahu arti tatapanmu,” kata Carrie. Membuat James dan Pamela tertawa.

Carrie menoleh pada putranya yang duduk bersama ibu mertuanya.

“Sayang, malam ini kau akan menginap disini?” tanyanya.

“Iya Mommy, sekolah libur,” jawab Griss, dengan sauranya yang lantang.

“Ya sudah, kau menginap disini, jangan nakal,”kata Carrie, lalu bangun dari duduknya.

“Kalau kau sudah melahirkan, Griss pindah saja sekolahnya disini,” kata Pamela.

“Iya Mommy, aku tahu Griss lebih suka tinggal bersama granfa grandmanya,” jawab Carrie, mengangguk.

“Daddy, Mommy aku pergi dulu, aku mau mampir ke kantornya Julian, aku mau mengajaknya makan siang diluar nanti,” kata Carrie, kemudian.

“Ya,” jawab James.

“Hati-hati dijalan, kau suka ngebut membawa mobilmu, ingat kau sedang hamil,” kata Pamela. Carrie hanya tertawa mendengar perkataan ibu mertuanya.

Carrie menoleh pada putranya.

“Dadah sayang!” Dia melambaikan tangannya pada Griss tapi putranya hanya mengangguk saja tidak menoleh kearahnya.

“Lihatlah, dia selalu mengacuhkanku, dia lebih memilih dengan grandmanya, haaaa,” keluhnya sambil melangkah keluar dari ruangan itu. Mertuanya hanya tersenyum melihat tingkah menantunya.  Bagaimana Griss

tidak dekat dengan kakek neneknya, karena James dan Pamela tidak memiliki keturunan lagi, kasih sayangnya tumpah pada Griss cucu pertama mereka. Membuat Griss sangat dekat pada kakek dan neneknya.

Sambil berjalan menuju mobilnya, Carrie menelpon ibunya.

“Mommy, Mac sudah pulang, baru tiba mungkin nanti akan kerumah Mommy,” ucap Carrie.

“Ya Mommy, aku mau ke kantornya Julian, dah Mommy,” lanjut Carrie, telponpun ditutup lalu dia masuk ke mobilnya ,meninggalkan rumah kediaman keluarga James.

Didalam ruang kerja ayahnya, Mac melihat foto-foto itu satu-satu, tidak ada yang di sukainya, disimpannya foto-foto gadis itu, dia malas dijodohkan jodohkan terus.

Terdengar handphonenya berbunyi. Dilihatnya ternyata Carrie yang menelpon.

“Mac, kau siap-siap ya nanti malam,” kata Carrie, menghentikan dulu mobilnya dipinggir jalan raya.

“Apa yang nanti malam?” tanya Mac.

“Aku membuat janji dengan salah satau adik temannya Julian, dia sangat cantik, nanti ku jemput jam 7 ya, aku sedang dijalan mau kekantornya Julian,” jawab Carrie telponpun ditutup.

Mac memasang wajah masam, kakaknya itu saat dia tinggal di Washington selalu mengiriminya foto-foto gadis-gadis, sekarang dia pulang ke London, semakin menjadi-jadi saja, membuat janjian bertemu dengan gadis-gadis, benar-benar merepotkan dan dia tidak tertarik untuk bertemu gadis manapun.

“Bukankah Mac itu pacaran dengan Sharon?” tanya Pamela pada James.

“Ternyata mereka hanya berteman, Sharon juga kan tinggal di Washington,” jawab James.

Diapun beranjak  meninggalkan ruangan itu menaiki tangga rumahnya masuk keruang kerjanya.

Dilihatnya Mac duduk di sofa, sedang menutup telpon dari Carrie.

James melihat foto-foto yang ada dimeja itu.

“Foto-foto siapa?” tanya James.

“Aku juga tidak tahu, kakakku itu memang kurang kerjaan, menawariku gadis-gadis itu, sekarang membuat janji bertemu tanpa bicara padaku,” jawab Mac, menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa.

Jamespun tersenyum. Dia duduk di sofa disebragnya Mac, meraih foto-foto itu dan  melihatnya satu-persatu.

“Mereka cantik cantik, Carrie benar-benar pandai mencarikan calon untukmu,” kata James.

“Cantik darimananya, biasa saja, semua wanita sama saja,” jawab Mac dengan ketus.

Tiba-tiba terdenger handphonenya Mac berbunyi.

“Ya, aku baru tiba,” ucap Mac.

“Apa? Siapa yang akan bertunangan?” tanya Mac.

“Alex bertunangan, tapi dia tidak ingin bertunangan,” jawab suara disebrangnya.

“Kenapa memangnya?” tanya Mac.

“Ceritanya panjang, nanti malam kita kumpul,” jawab suara di sebrang.

Tidak berapa lama telpon ditutup. Tadi Carrie menelponnya kalau dia ada janji dengan gadis adik temannya Julian, sekarang temannya mengajak bertemu, tentu saja memilih bertemu dengan temannya. Lagipula buat apa bertemu dengan gadis itu? Buang-buang waktu saja, keluhnya.

“Ada apa?” tanya James.

“Teman-teman mengajak berkumpul nanti malam,” jawab Mac.

“Temanmu tahu kau  sudah pulang?” tanya James.

“Iya,” jawab Mac.

James menatap putranya yang tampak tidak bersemangat.

“Daddy tidak akan memaksa kau akan menikah kapan,” ucap ayahnya.

Mac menatap ayahnya.

“Hanya saja menurut Daddy tidak ada salahnya kau melihat foto-foto ini, mereka sangat cantik-cantik. Kecuali kalau kau memang punya pacar, kau tinggal bilang pada Carrie kalau kau sudah punya pacar, dan Carrie tidak akan terus terusan menawarkan gadis-gadis itu,” ucap James.

“Aku tidak punya pacar, aku tidak tertarik dengan pacaran,” kata Mac.

“Kalau langsung menikah juga boleh,” goda James sambil tersenyum.

“Apa lagi menikah, tidak, tidak, aku tidak ingin menikah,” ucap Mac, sambil berbaring lagi disofa.

“Tidur saja dikamarmu kalau lelah,”ucap James, diapun berdiri, menatap putranya yang mencoba memejamkan matanya. Kemudian mendekati Mac dan mencium  kening putra satu-satunya itu. Tangan kanannya mengusap bahu Mac dengan pelan. Lalu diapun keluar dari ruangan itu.

*****************

Terpopuler

Comments

Tara

Tara

Wadidaw.. Pasti patah hati yach.. Sama aku aja🤭.. 😉

2021-09-16

3

Bzaa

Bzaa

hadirrrr

2021-08-09

1

Mamanya Vella

Mamanya Vella

Di ulang ya aq kira lgsg lanjut Mac sama istrinya thor ☺️☺️

2021-02-26

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!