Naya masih duduk bergeming di ruang makan seraya menatap tajam pada Theo seolah sedang menantang pria itu.
Memangnya Theo saja yang bisa keras kepala dan menjadi pemaksa?
Naya juga bisa.
Theo membuang nafas dengan kasar dan kembali lagi ke ruang makan. Secepat kilat, pria itu mendekap Naya dan menaruhnya di pundak sebelah kanan bak karung beras.
Naya meronta-ronta minta dilepaskan.
"Kau yang memaksaku melakukan ini," tegas Theo yang sudah berjalan menuju pintu keluar dengan masih membawa Naya di pundaknya.
"Theo! Dasar brengsek! Turunkan aku!" Naya terus saja menjerit-jerit sambil meronta dan memukul-mukul punggung Theo.
"Diamlah!" Theo memukul bokong Naya dan terus berjalan santai masuk ke dalam lift.
"Dasar brengsek!" Naya mengumpat kesal pada Theo.
Sampai di dalam lift, Theo langsung menurunkan Naya, dan...
Plak!!
Naya menampar Theo dengan sekuat tenaga.
"Kau kasar sekali, Nay!" Ucap Theo dengan ekspresi wajah datar seraya mengelus pipinya yang baru saja di tampar Naya.
Setelahnya Theo tak berucap sepatah katapun, hingga mereka tiba di basement gedung.
"Aku tidak mau ikut bersamamu, Theo! Aku mau pulang sendiri naik motorku!" Naya masih tetap pada pendiriannya dan kini gadis itu berdiri di dekat motor matic-nya seraya bersedekap.
Theo menghela nafas, dan segera menghampiri Naya. Pria itu naik begitu saja ke atas motor Naya, memakai helm dan memasukkan kunci motor ke tempatnya.
"Kau mau naik motor? Oke aku menurut," ujar Theo santai.
Naya tentu saja terkejut dengan tindakan Theo tersebut. Gadis itu kehilangan kata-kata dan malah megap-megap bak ikan kehabisan air.
"A-aku bisa naik motor sendiri," ucap Naya akhirnya masih tergagap.
"Dan aku ingin mengantarmu sebagai ucapan terima kasih karena kau sudah menolongku semalam," balas Theo tak mau kalah.
Naya masih tak kunjung naik ke atas motornya.
"Ayolah, Nay! Aku ada rapat setelah makan siang," Theo menunjukkan arloji di tangannya.
Naya menghentak-hentakkan kakinya sejenak sebelum akhirnya dengan amat sangat terpaksa naik ke atas motor dengan posisi di belakang Theo.
"Pegangan, biar tidak jatuh!" Theo meraih tangan Naya dan melingkarkannya di pinggang.
Kali ini Naya tidak membantah dan hanya menurut begitu saja.
Theo segera melajukan motor matic warna putih milik Naya keluar dari basement apartemen.
"Kita ke toko ponsel sebentar, ya! Aku harus membeli ponsel baru," ucap Theo saat motor berhenti di lampu merah.
"Terserah saja!" Jawab Naya pasrah.
Motor kembali melaju dan akhirnya berhenti di sebuah kompleks pertokoan. Theo menggandeng Naya masuk ke salah satu toko ponsel. Setelah membeli sebuah ponsel baru, Theo dan Naya melanjutkan perjalanan mereka menuju ke kost-an Naya.
Theo melajukan motor dengan kecepatan sedang mengikuti arahan dari Naya. Setelah hampir dua puluh menit berjibaku dengan jalanan, mereka berdua akhirnya tiba di sebuah bangunan berderet dengan banyak pintu.
"Ini kost-anmu?" Tanya Theo sedikit mengernyit.
"Ya. Kenapa? Tidak sebagus apartemenmu memang karena aku bukan pegawai kantoran sepertimu," jawab Naya dengan nada ketus.
Gadis itu sudah turun dari atas motor dan menunjuk ke arah halaman parkir yang terdapat beberapa motor di sana. Memberi petunjuk pada Theo agar memarkirkan motornya di sana juga.
"Aku hanya bertanya. Kenapa jawabanmu ketus begitu?" Kekeh Theo yang sudah selesai memarkirkan motor Naya.
Theo berjalan mengekori Naya masuk melewati pagar besi kecil lalu bertemu dengan deretan pintu yang hampir semuanya tertutup rapat. Tepat di pintu ketiga dari depan, Naya berhenti dan merogoh tasnya untuk mengambil kunci.
"Kanaya," Theo membaca deretan huruf balok yang terpampang dengan jelas di pintu kost-an Naya.
Naya hanya memutar bola matanya dan segera membuka pintu tersebut.
"Jadi namamu Kanaya?" Tanya Theo memastikan.
"Apa kau masih harus bertanya?" Sahut Naya ketus. Gadis itu masuk ke ruangan berukuran lima kali enam meter tersebut. Dan Theo setia mengekor di belakang Naya.
"Kenapa kau malah ikut masuk kesini?" Tanya Naya yang sudah berbalik cepat dan menghadap pada Theo.
"Bukankah seharusnya kau pergi ke kantor?" Imbuh Naya lagi menampilkan wajah garangnya yang malah membuat Theo merasa gemas.
Theo mengendikkan bahunya,
"Apa aku tidak boleh berkunjung dan bertamu ke rumah kecilmu ini?" Telunjuk Theo membentuk tanda kutip.
"Tidak boleh!" Jawab Naya tegas.
"Baiklah kalau begitu. Aku akan pergi ke kantor sekarang," ucap Theo akhirnya seraya berbalik dan hendak keluar dari kost-an Naya tersebut.
"Eheeem!" Naya berdehem dan menengadahkan tangannya.
Theo kembali berbalik dan menatap bingung pada Naya.
"Kunci motorku. Masih kamu bawa!" Ucap Naya masih menengadahkan tangannya ke arah Theo.
"Aku pinjam motormu untuk ke kantor," jawab Theo enteng
"Lalu bagaimana aku akan bepergian kalau kau bawa motorku?" Sergah Naya galak.
"Kau mau kemana memangnya? Kau istirahat disini saja. Aku akan pulang sore nanti dan membawakanmu makanan," ujar Theo lagi masih dengan nada enteng.
Astaga!
Apa Theo sedang berlatih bagaimana menjadi suami istri bersama Naya?
Ck!
Naya berdecak kesal.
"Kembalikan kunci motorku dan pergilah ke kantor naik taksi, Theo!" Gertak Naya dengan nada meninggi.
Gadis itu mendekat ke arah Theo dan mulai meraba-raba setiap saku yang ada di baju dan celana Theo demi mencari kunci motornya.
Theo yang tak siap berusaha mengelak dan yang terjadi, Theo tak sengaja tersandung pinggiran karpet hingga akhirnya pria itu jatuh terlentang dan Naya refleks menindih Theo dari atas masih berusaha mencari kunci motornya yang Naya yakini ada di saku kemeja Theo.
"Dapat!" Naya bersorak senang seraya mengangkat tinggi-tinggi kunci motor di tangannya tanpa menyadari posisinya yang kini sedang berada di atas tubuh kekar Theo.
Oh astaga!
"Hangat!" Theo segera melingkarkan lengannya dan mendekap Naya untuk lebih mendekat ke arahnya.
"Theo, lepaskan!" Naya memukul-mukul dada Theo minta dilepaskan.
"Tidak mau! Begini saja, enak," jawab Theo yang malah semakin mengeratkan dekapannya pada Naya.
"Dasar brengsek! Mesum! Lepaskan, Theo!" Naya masih meronta-ronta dan berusaha melepaskan tubuhnya dari dekapan Theo sialan.
Theo tergelak dan malah berguling. Sekarang Naya berada di bawah Theo dan wajah gadis itu menjadi semerah tomat.
"Kau semakin menggemaskan kalau marah," bisik Theo yang sontak membuat darah Naya berdesir dan jantungnya berdegup kencang.
Cup!
Theo mencium bibir Naya sekilas karena gadis itu hanya diam mematung.
"Kau mau menjadi pacarku, Nay?" Bisik Theo sekali lagi yang langsung membuat Naya membulatkan bola matanya.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Dukung othor dengan like dan komen di bab ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Yuli Silvy
🤭🤭🤭 gas truz theo
2023-09-06
0
Ney Maniez
😲😁
2022-06-02
0
Wahyuni Yuni
gaasss..ken
2022-01-31
0