Malam itu Edward melajukan mobilnya menuju kediaman Aurora. Sampai dihalaman rumah Aurora, Edward hanya menekan klakson mobilnya, ia enggan turun dan mengetuk pintu rumah Aurora.
tin..tin..
Aurora langsung keluar menghampiri mobil Edward tergesa. Ia merasa kesal, tapi ia tahan dengan mengulas senyum indahnya.
"Hai_" sapanya dan segera masuk kemudian duduk disamping Edward.
Mobil pun melaju dan bergabung dengan kendaraan lainnya. Jalanan yang sedikit macet menimbulkan rasa canggung dalam hati dua anak manusia yang sedari tadi diam tak ada pembicaraan.
Aurora kemudian berinisiatif memutar audio di mobil Edward untuk memecah keheningan. Ia merasa sangat bosan dengan situasi ini. Edward hanya melirik dan tersenyum tipis.
Setelah bermenit menit di jalan, mobil pun berhenti di depan mansion Tuan Admaja. Mereka pun keluar dari mobil dan melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah.
"Assalamualaikum," kompak mereka berdua memberi salam.
Kedatangan mereka disambut hangat oleh Bunda Yuli yang tampak mengembangkan senyum.
"Waalaikumsalam, ah kamu cantik sekali, ayo sini nak, sudah ditunggu ayahmu dimeja makan." ucap Bunda Yuli
Edward dan Aurora mengikuti langkah Bunda Yuli ke ruang makan. Mereka berdua duduk bersebelahan.
"Malam Om_" sapa Aurora dengan senyum hangatnya.
"Malam Nak_ Ayo mari kita makan bersama dulu, Ayah sudah lapar, jangan sungkan sungkan." ucap Tuan Admaja ramah.
"Terima kasih." ucap Aurora tersenyum.
Usai makan malam, obrolan singkat dilanjutkan di ruang keluarga.
" Aurora, Edward, gimana dengan persiapan pernikahan kalian?" tanya Bunda Yuli membuka obrolan.
Edward dan Aurora saling memandang, seolah mencari jawaban lewat tatapan matanya.
"Bagaimana kalo Bunda dan Mama Riyanti yang menyiapkannya." usul Bunda Yuli.
"Ha ha ha, Bunda mimpi ya, baru kemarin lho kita ngelamar Aurora. Hari ini Bunda menanyakan pernikahan pada kami. Aku belum siap menikah!" Ujar Edward dengan nada kesal.
"Dasar anak Sholeh! Nurut aja sama orang tua kenapa sih! Ini juga untuk kebaikan kalian. Kamu kan lagi sibuk sibuknya mengurus perusahaan, jadi sebaiknya kamu serahkan saja sama Bunda."
"Terserah_ terserah kalian deh! Aku punya hak apa mengambil pendapat. Toh semua ini kalian kan yang ngatur. Jika begitu jangan tanyakan apa pun padaku lagi. Aku No comment!"
Bunda Yuli mengabaikan putranya yang mengomel tak jelas. Ia ganti bertanya pada Aurora yang sedari tadi hanya diam menyimak. "Gimana menurutmu Aurora ..?"
"Eemm kalo saya terserah Bunda saja, tapi sepertinya pernikahan kita masih lama. Planing nya kejauhan Bunda." ucap Aurora meringis.
"Aurora, menikah sekarang atau nanti itu sama saja, semua butuh persiapan. Persiapan jauh jauh hari itu lebih baik. Kita akan mengadakan pesta besar yang akan mengundang seluruh pengusaha-pengusaha dikota ini dan luar negeri, Besok bunda akan cari referensi WO terbaik disini. Dan kamu Edward, besok kamu temani Aurora memilih cincin pernikahan dan mengukur gaun pengantin!"
"Terserah Bunda_ Terserah." Jengkel Edward.
"Bunda kalau gaun pernikahan, mama yang akan menyiapkannya. Jadi tidak perlu terburu buru." ucap Aurora pelan.
" Benarkah..!!?" Tanya Bunda Yuli semangat.
Aurora hanya menganggukkan kepalanya.
"Sudahlah Bun, mereka yang akan menikah, kenapa Bunda yang antusias sih. Lagian benar kata Aurora. Pernikahan mereka kan masih lama, mengapa harus memesan cincin dan gaun dulu." ucap Tuan Admaja.
"Aduh Ayah...pokoknya besok Edward harus temani Aurora membeli cincin!" ucap Bunda Yuli sembari mengedipkan sebelah matanya kearah suaminya.
Tuan Admaja hanya tersenyum, ketika melihat kode mata dari istrinya.
"Edward, Bunda memintamu,__"
"Dengar ayah, aku mendengarnya dengan jelas. Tidak perlu diulang kembali. Aku sudah mengatakan terserah_ terserah."
Tuan Admaja hanya terkekeh melihat kelakuan anak sulungnya yang merajuk. Ia senang jika Edward menurut dan tidak membantahnya.
"Ya sudah Bun, Edward mau mengantar Aurora pulang dulu, kasian akunya. Ini udah malam dan aku harus bolak balik." ucap Edward malas.
Tuan Admaja menaikkan sebelah alisnya, merasa ada yang janggal dengan perkataan anaknya.
"Eeeehhh kenapa pulang! nginap disini saja. Lagian lihat tuh mukamu ngantuk begitu, tidak baik menyetir dalam keadaan mengantuk." ujar Bunda Yuli menahan kepergian mereka.
" Emm, kalau begitu saya naik taxi saja Bun, maaf merepotkan." ucap Aurora menengahi.
"Tidak! tidak boleh!! Bahaya cewek naik taksi sendirian. Ini sudah malam. Nginep disini saja. Lagian orang tuamu lagi pergi bukan." Bunda Yuli melarangnya.
Aurora hanya meringis. Dalam hatinya mana bisa ia tidur ditempat asing pikirnya.
"Ya sudah sebaiknya kalian keatas dan istirahat. Aurora, kamu bisa pakai baju punya Amel. Kebetulan anak itu sudah kembali ke luar negeri. Dan jangan membantah jika di nasehati orang tua. Itu seperti sangat tidak sopan." Tuan Admaja kembali bersuara.
"Baiklah terima kasih. Malam ini saya akan menginap disini. Maaf merepotkan."
"Tidak perlu sungkan."
Aurora pun berjalan naik ke lantai dua dan masuk di salah satu kamar. Ia mulai membersihkan dirinya. Ia berendam dengan air hangat sejenak untuk menyegarkan pikirannya.
"Aroma ini benar benar menenangkan. Ah Amelia yang manis, seleramu boleh juga." gumamnya.
Setelah puas berendam,ia membilas tubuhnya dan mencari handuk kimono untuk menutupi tubuh polosnya.
"Aihh, dimana handuk nya, masa iya aku harus keluar dengan handuk pendek ini." gerutunya.
Aurora pun memberanikan diri untuk keluar dari kamar mandi. "Semoga tidak ada orang lain didalam kamar ini, ah tentu saja tidak ada, bukankah ini kamar Amel, lagian pemiliknya juga sedang tidak ada. Oh kenapa aku lupa dan ketakutan tidak jelas begini." ucapnya pelan menepuk keningnya.
Aurora pun membuka lemari pakaian dan mengobrak abrik isinya, sayang sekali ia tak menemukan satupun pakaian wanita.
"Aihh,, matilah aku, ini bukan kamar Amel, ini pasti kamar Kak Edward. Bagaimana ini, aku sudah salah masuk kamar." Tangannya masih sibuk mencari cari pakaian yang pas untuk dikenakan tubuhnya dengan bibir mengomel sendiri.
Edward yang sudah lelah langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk pintu, karena memang kamarnya sendiri.
Ceklek..
Edward mematung, terkejut tentu saja. Bagaimana bisa ia melewatkan pemandangan indah didepan matanya. Melihat Aurora yang hanya mengenakan handuk sebatas paha menampakkan bahu indah dan kaki mulusnya membuat jiwa jahatnya meronta.
Glek.
Edward menelan salifanya, entah perasaan apa, tiba tiba saja hatinya berdebar debar tak karuan. Sedangkan yang dilihat masih terus menyibukkan diri di depan almari sambil menggerutu sendiri.
Edward mendekat dan berbisik di telinganya. "Kamu mencari apa di almariku hemm_ Kau ingin menggodaku." ucap Edward lalu meniup telinga Aurora pelan.
Deg.
Aurora membalikkan badan dan berteriak. "Aaaaaaa!! apa yang kau lakukan disini!kenapa masuk tak mengetuk pintu dulu!" Aurora berteriak dan hendak memukul tapi tangannya langsung ditangkap oleh Edward.
"Lepaskan tangan ku!" nada Aurora sudah naik satu oktaf.
Edward pun melepaskan cekalannya.
"Hati hati nona, kau tak takut handukmu terlepas hem, atau jangan jangan kamu sengaja ya." Edward merangsek maju sedangkan Aurora melangkah mundur hingga punggungnya membentur almari.
"Apa yang akan kau lakukan! Jangan mendekat!" Aurora mulai panik. Ia merasa terancam kali ini.
Edward masih saja maju dan memepet tubuh Aurora. Edward pun berbisik serak di telinga Aurora. "Apa kamu begitu menginginkan pernikahan ini hem_"
"Bukannya kau juga tau, untuk apa bertanya lagi." jawab Aurora pelan dan berusaha menahan nafasnya agar tak memancing gairah pria di depannya.
Aurora pun mendorong tubuh Edward sekuat tenaga, tapi sialnya Edward malah menarik pergelangan tangan Aurora, dan_
BRUK
Mereka berdua terjatuh bersama dengan posisi Aurora diatas tubuh Edward, dengan bibir yang saling menempel. Aurora tentu saja membulatkan matanya terkejut.
DEG
DEG
DEG
Jantung mereka berdebar debar tak karuan. Entah perasaan apa yang mereka rasakan saat itu, pandangan Edward masih terkunci pada bibir pink milik Aurora.
CUP
Edward mengecup lembut bibir Aurora lalu merasai bibir mungil itu pelan. Aurora semakin membulatkan matanya.
"Ap_" belum selesai Aurora menyelesaikan ucapannya, Edward langsung memagut lembut bibir itu.
EMMHH__
Mereka yang pada dasarnya belum pernah melakukan adegan French kiss sebelumnya, keduanya tampak sangat saling menikmati karena adanya dorongan rasa penasaran yang begitu tinggi yang membuat perasaan mereka tak karuan. Perasaan aneh yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.
Lu_ma_tan Edward makin lama makin intens lalu berubah menjadi lu_ matan penuh ***** dan penuh gai-rah, lidah mereka saling membelit dan saling beradu serta saling bertukar salifa. Jantung mereka berpacu cepat, tangan Edward mulai bergerilya dan menyusuri bahu Aurora. Rasanya ia ingin menggapai dunia saat itu juga.
"Ini sangat nikmat sekali. Perasaan ini, belum pernah aku rasakan sebelumnya. Kenapa hatiku bisa sebahagia ini." Batin Edward yang masih terus melancarkan aksinya.
Tiba tiba saja Aurora tersadar dengan perbuatannya. Pikiran waras mulai mengusainya.
"Apa yang kau lakukan!" Aurora melepas pagutannya kasar dengan menumpu kuat dada Edward dan kembali berdiri, membalikkan badan dan membenarkan handuk yang hampir melorot.
Edward pun berdiri dan mendekati Aurora. "Maafkan aku, tapi bibirmu sangat manis calon istri. Aku akan mengambilkan pakaian untukmu, tunggu sebentar. " ujarnya dan berlalu dan meninggalkan Aurora dikamar itu.
Didalam langkahnya, Edward merutuki kebodohannya. Kenapa dirinya bisa sampai seperti itu. Bahkan ia merasa ingin lebih dari itu. Jatuh cinta? Jatuh cinta pada ciuman pertama. Benarkah. Rasanya terlalu dini jika disebut cinta.
"Tapi bibir itu, ah kenapa begitu lembut."
Edward geleng geleng kepala tapi ia tersenyum tipis, saat teringat kejadian hareudang itu.
Disisi lain...
Aurora dengan wajah memerah karna saking malunya, mengacak acak rambutnya sendiri.
"Aaaahh apa yang sudah aku lakukan, mengapa aku menikmatinya. Ahhh ciuman pertama ku_ Bagaimana ini.." Aurora merutuki kecerobohannya. Berkali-kali ia memukul kepala karena kebodohannya.
"Eh, tunggu tunggu, apa ini." Aurora berjalan mendekat dan mengambil pigura kecil yang tak asing baginya. Ia menutup mulutnya tak percaya.
"Benarkah? Tapi,_"
Tiba tiba terdengar suara pintu diketuk dari luar. Pasti Edward pikirnya, ia segera meletakkan pigura itu di tempatnya kembali.
"Aurora, ini pakailah dan minum susumu sebelum tidur. Segeralah istirahat. Aku mau ke ruang kerjaku sebentar." ucap Edward sambil menyerahkan piyama dan segelas susu hangat ke tangan Aurora.
"Baiklah, dan terima kasih Kak Edward. Segeralah istirahat kembali." Aurora menerima dan tersenyum canggung.
Edward pun berlalu pergi, meninggalkan Aurora sendiri dikamar itu. Pikirnya sebaiknya ia menghindar terlebih dahulu dari pada berbuat yang tidak tidak pada gadis itu. Ia perlu menjernihkan pikirkan saat ini.
.
.
.
#####
bersambung...
Jangan lupa tinggalkan jejaknya, like and komentar positifnya guys.
Thanks before ❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 303 Episodes
Comments
Kornelia Restuana
lanjut thor
2022-02-04
2
Ayu Astuti
Up lagi
2022-01-04
2
Reyza marvel
Hadir...🙋🙋🙋
2021-04-04
3