Tak Perlu Ada Cinta
Pandangan Haris jadi terbagi dua, telak sekali malah, 60-40. Enam puluh pada gadis yang semangat teriak tinggi yang tak seberapa jauh dari duduknya, hanya tersisa 40 % kearah Saktiawan Sinaga yang sedang solo run kearah kotak pinalti PERSIJA Jakarta. Haris memang masih teriak teriak juga, tapi kepalanya sudah miring 90 derajat kekanan, tidak lagi lurus kelapangan hijau. Tangan kanan Haris terus menggaruk garuk pipinya yang ngga’ gatal sedang berpikir gimana caranya bisa dekat dengan cewek manis itu. Haris dengan segala keberanian mendekat, cewek yang pastinya cantik itu membuat Haris langsung beranjak, apalagi ada bangku kosong disamping gadis itu, menjadi satu peluang emas bagi Haris untuk sekedar mengenalnya, dan rasanya peluang itu terbuka lebar melihat gadis yang didekati Haris memakai kostum yang sama dengan kostum yang dipakainya, PSMS Medan.
Haris langsung duduk disamping itu gadis dan terus berteriak teriak sekuat tenaga manakala Mahyadi Panggabean cs berhasil mencuri bola dari lawannya, yang kali ini PERSIJA Jakarta. Permainan lanjutan Liga Indonesia putaran kedua ini seperti dulu, dulunya dulu, tetap saja pendukung PSMS Medan hanya segelintir saja, warna hijau putih tenggelam dalam lautan kuning orange milik fansnya PERSIJA Jakarta, namun begitu Haris dan kawan-kawannya yang berasal dari Sumatera Utara tak surut mengeluarkan yel-yel mendukung PSMS Medan, dan memang dukungan itu sangat punya arti yang besar bagi anak asuh Khaidir.
Haris melonjak kegirangan, demikian juga gadis disampingnya, mengapa tidak, Saktiawan Sinaga berhasil menjaringkan bola kegawang Hendro Kartiko yang membuat pasukan orange dan segenap fansnya bungkap seribu bahasa. Teriakan demi teriakan dari kelompok Haris dan semua fans PSMS terus bergema lirih dilautan orange hingga peluit yang ditangan wasit asal Bandung berbunyi panjang. Babak pertama usai, 0-1 untuk PSMS Medan.
Haris kembali duduk tenang, yang terlihat hanya lapangan kosong, suara yang terdengar hanya suara dari meja panitia yang tak seberapa perlu bagi semua yang sedang menonton.
Haris mengulurkan tangannya. “ Haris “.
Walau terkejut gadis itu menerima. “ Lia.. Natalia “.
Haris mengangguk-angguk saja, dengan mulut dibulatkan tanda isyarat menyebut hurup O, O besar. “ Pengagum PSMS ?”.
Natalia mengangguk, hanya sekedar mengangguk saja.
“ Orang Medan ya ?”.
Natalia kembali hanya mengangguk saja.
“ Medan dimana ?”.
“ Bukan di Medan, aku berasal dari Tapanuli Tengah “.
“ Mahyadi Panggabean “.
Natalia mengangguk. “ Jelas dong “.
Mahyadi Panggabean sang kapten PSMS Medan memang berasal dari Tapanuli Tengah, tepatnya Pandan, ibukota Kabupaten Tapanuli Tengah. Haris ikut ikutan mengangguk angguk, tapi Haris jadi kepikir sedikit, bukankah ibunya orang Tukka, salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Tengah, wanita yang melahirkannya, tapi tak pernah lagi Haris lihat sejak perceraian itu, Haris bahkan tak lagi mengenal wanita itu, sebab saat itu Haris baru bersusia 2 tahun, saat itu Ibunya pergi. Menurut Pamannya, Ibu Haris pergi meninggalkan Haris dengan ayahnya, saat pergi Ibunya sedang mengandung adiknya. Tapi Haris tak terlalu panjang memikirkan itu, yang ada diotaknya hanya pengen tahu saja siapa cewek yang disampingnya lebih jauh, dimana tinggal, masih sekolah atau sudah mahasiswi, dan tinggal dimana. Siapa tahu bisa jadi tamu malam minggu.
“ Umurnya berapa ?”.
Natalia menoleh. “ Abang Polisi ?”.
Haris menggeleng. “ Apa Cuma Polisi yang boleh nanya umur ?”.
“ Ngga’ sih “.
“ Nah, lho.. berapa dong “.
“ 12 tahun “.
Haris mendelik. “ 12 tahun ?, masa sih ?”.
“ Abang sendiri berapa ?”.
“ 23 tahun “.
“ Kalau gitu aku kebalikannya “.
“ 32 tahun ?”.
“ 21 “.
Haris kembali magut-magut. Kalau begitu dua tahun dibawah usianya, berarti udah kuliah dong, masa ada anak SMA usianya 21 tahun, mana ada. Paling tua di SMA ada 17 tahun atau 18, 19 juga berat.
“ Kuliah dimana ?”.
“ Rawamangun “.
“ IKIP ?”.
“ Dulu, sekarangkan udah ngga’ IKIP lagi namanya “.
“ Jadi apa namanya ?”.
“ UNJ. Universitas Negeri Jakarta “.
“ Kok gitu “.
Natalia geleng kepala. “ Ya memang gitu, dimana mana juga gitu kok, diganti semua namanya. IKIP Medan sekarang jadi UNIMED, IKIP Padang jadi Universitas Negeri Padang, semua begitu “.
“ Oo.. “.
Haris belagak bloon, Cuma haris senyum-senyum saja, hatinya tertawa ngakak, sebab Haris juga kuliah di Universitas yang sama. Tapi Haris langsung senang, itu berarti peluang untuk lebih dekat sangat besar, tak perlu repot, sebab tiap hari bisa jumpa, tak perlu naik angkot.
“ Jurusan apa ?”.
“ Bahasa Indonesia “.
Wah, dan ternyata tak perlu naik beca, tapi Haris jadi makin penasaran, masa mereka di Fakultas yang sama, tak pernah melihat wajah secantik itu dikampusnya, paling hanya wajah Amelia yang memang cantik tapi mentelnya minta ampun, atau mungkin Risda yang bocor halus.
“ Tinggal dimana ?”.
“ Daan Mogot “.
“ Swadaya ?”.
“ Apa bedanya ?”.
Kali ini Haris agak pusing, apel malam minggunya bakal banyak ngeluarin ongkos, Haris yang tinggal di Daksinapati Barat III cukup makan waktu berlauk ongkos jika ingin ke Daan Mogot, udah beda Walikota tuh. Kalau sempat naik Bajaj bisa pantat yang demontrasi, ia kalau damai, kalau pakai bakar ban segala, mana tahan. Kalau pakai taksi bisa ngga’ sarapan pagi empat hari.
“ Daan Mogot nomor berapa ?”.
Haris lumayan mengumpat. Pertanyaan yang paling sakral justru tak terjawab, apa mau dijawab, sorak sorai menyambut pertandingan babak kedua membuat semua omongan Natalia tak bakal didengar, mungkin Natalia malah mungkin tak dengar pertanyaannya, sialnya lagi, haris malah ikut ikutan bersorak sorai dengan semangat walau matanya masih menatap lekat mulut Natalia yang menganga cukup lebar dengan segala teriakan yang memekakkan telinga Haris.
Yang ada hanya teriakan demi teriakan yang terdengar, apalagi saat PERSIJA berhasil menyamakan kedudukan, wah tak ada lagi suara yang bisa disantap telinga kecuali teriakan dan lagu-lagu yang menyanjung anak anak PERSIJA. Sementara fans yang mendukung PSMS mulai hilang suaranya, dan bahkan lenyap tak terdengar saat Batoum membawa PERSIJA Jakarta unggul 2-1.
Setelah diluar stadion baru Haris teringat Natalia, tapi apa yang Natalia, ribuan orang yang berdesakan yang ditemukan, Natalia sudah betul-betul lenyap. Haris hanya mengutuk dirinya sendiri, mengapa tadi tidak barengan keluarnya dengan Natalia, tapi itu semua akibat rasa kesal terhadap perbuatan wasit yang bagi Haris berat sebelah hingga PSMS kalah, dan tentunya kekalahan itu sangat tidak enak, hingga waktu pulang Haris lebih banyak ribut ketimbang melihat kemana langkah Natalia beranjak.
Haris duduk dipinggir jalan memperhatikan semua orang yang lewat, anak anak fans PERSIJA terus bernyanyi nyanyi gembira dengan kemenangan itu, kenapa tidak, kemenangan menantang PSMS Medan bagi klub manapun merupakan sebuah kebahagiaan, PSMS Medan merupakan klub Papan atas Liga Indonesia, yang tidak hanya jago di Stadion Teladan Medan, juga dikandang lawan. Kemenangan ini bagi PERSIJA dan fansnya menjadi begitu penting sebab pertemuan yang lalu di Medan mereka kalah, pertemuan kedua di Jakarta malah mereka ditahan imbang 1-1, wajar jika kemenangan kali ini menjadi amat menggembirakan.
Haris pesan minuman dingin dan dengan santai menikmatinya perlahan. Tapi Haris masih bisa juga tersenyum, besok Haris bisa cari informasi ke Hilman atau Faisal yang aktivis Bahasa Indonesia, jika melihat umurnya, sekarang mungkin masih semester III, dua tingkat dibawah Haris yang sekarang semester VII. Akhirnya Haris beranjak dan menuju pulang, sendirian, tanpa ada teman.
Akhirnya Haris melangkah keluar menuju pagar stadion. Haris santai saja walau teriakan anak anak PERSIJA masih berkumandang, Haris berjalan santai diantara ribuan suporter PERSIJA, kesantaian Haris tentunya amat mengejutkan para polisi penjaga keamanan, takut terjadi apa-apa salah seorang polisi menarik tangan Haris.
“ Hati hati Bang, nanti ada keributan, gimana ?”.
Haris tersenyum kearah Polisi muda yang menarik tangannya. Polisi muda ini panggil Abang tentu karena kostum Haris adalah kostum PSMS Medan, kalau saja Haris pakai Kostum Orangenya PERSIJA pasti dipanggil Mas. Setelah pandang sekelilingnya Haris jadi takut juga, kalau benar apa yang dikatakan Polisi muda itu, bisa jadi pargedel mukanya.
“ Udah, sama kita aja Bang “.
Tanpa menjawab Haris langsung aja naik kemobil Patroli Polisi yang melaju perlahan menyeruak kerumunan fans-fans PERSIJA yang masih memadati luar Stadion Gelora Bung Karno.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Tia Oktavianti
Boomlike, rate,like dan favorit sudah mendarat ya kak
2021-07-13
0
hengki30
mampir thor
2021-06-20
1
Abu Alfin
Salam hangat dari Cinta Asteria dan Isyaroh
🙏🙏🙏
senang bisa hadir disini thor
2021-06-14
1