"Kau masih ingin pulang? ini jam setengah satu malam" Jevian bertanya dengan geli saat melihat gadis yang duduk disofa itu cemberut.
"Aku takut Renald mencariku" Seira hanya bisa menahan kesal.
Ia sudah berusaha membuka pintu diujung ruangan itu tapi tetap saja tidak berhasil terbuka, Jevian juga tidak mau membantu. Jadi wanita itu hanya bisa meringkuk disofa mencari akal. Penthouse ini ada dilantai 60 mustahil dia lompat dari jendela, kecuali kalau dia berniat jadi bangkai.
Jika Renald besok bertanya, dia harus menjawab apa?
"Kalau dia mencarimu, dia akan menelfon" Pria itu mengedikkan bahunya.
Sebenarnya apa yang dikatakan Jevian memang benar, jika Renald benar-benar peduli pria itu pasti sudah menelfon dari tadi.
Jevian meletakan setumpuk pakaian disamping Seira, sebuah kaos santai dan celana panjang miliknya. "Ganti dulu, tidak nyaman memakai pakaian kotor" ujarnya,
Seira meliriknya sekilas tapi tidak berniat untuk ganti, ia mengabaikan wajah Jevian yang agak jengkel.
Pria itu duduk di sofa seberang, menatapnya dengan tajam, tangannya terlipat didada seolah ia sedang menghitung waktu yang tepat untuk menerkam mangsanya.
"Aku tidak akan memakanmu hidup-hidup, kenapa kau selalu melotot seperti itu" katanya masih menatap tajam ke arah Seira.
"Apa niatmu mengurungku disini?"
"Tidak ada, anak buahku bilang kau terluka jadi aku ingin melihatnya langsung" Jevian menjawab dengan asal.
"Nona Sei, aku tidak berniat melakukan sesuatu yang buruk padamu. Aku hanya ingin bicara berdua dengan leluasa. Dan juga tolong minum jus mu, aku bersumpah tidak memasukkan apapun"
Seira membasahi tenggorokannya yang memang kering, ia tidak sadar kalau haus sejak tadi. Matanya melirik segelas jus jeruk diatas meja, masih ragu untuk meminumnya.
"Apa lagi yang ingin kau bicarakan?" Seira akhirnya memutuskan berjudi dengan prasangkanya, gadis itu mengangkat gelas dan meminum jus itu beberapa teguk sebelum kembali bicara.
"Kenapa kau pura-pura tidak mengenalku?" pria itu bertanya dengan pelan,
Seira tidak menjawab langsung, "Apa yang harus aku lakukan? menyambutmu dengan petasan?"
Apakah dia punya gangguan narsistic jadi semua orang harus menyambutnya?
Jevian menghela nafas, "Bahkan jika kau membenci kenangan itu, kau seharusnya juga tidak memandang jijik ke arahku setiap kali bertemu"
"Aku tidak!"
Sejak kapan pria tampan sepertinya bisa terlihat menjijikan?
Hanya saja tiap kali bertemu Jevian ia merasa jijik pada dirinya sendiri di masa lalu, yang bodoh, berpikiran pendek, dan tidak masuk akal.
Jevian memutar gelas anggur ditangannya. Ia merasa frustasi setiap kali melihat gadis ini sudah didepannya, tapi tetap tidak bisa ia raih.
"Kau bahagia dengannya?" ia tidak punya kata-kata lain, seolah semua hal yang ingin ia tanyakan tersangkut di tenggorokan.
"Kurasa tidak" Jevian menjawab pertanyaannya sendiri setelah sekian lama Seira tidak menjawab.
Seisi ruangan masih hening, hanya suara dua manusia itu saling bersahutan, yang satu frustasi dan yang lain berusaha menghindar. Jevian sudah mematikan lampu di ruangan lain, hanya cahaya remang di ruangan ini yang meninggalkan mereka dalam atmosfer aneh.
"Aku sudah tahu pernikahanmu hanyalah sandiwara"
Seira masih terdiam, namun kali ini ekor matanya menatap kaget ke arah Jevian.
"Darimana kau tahu?" tanyanya dengan suara tercekat. Tidak berniat menyangkal, gadis itu hanya memeluk lututnya lebih erat.
Angin malam yang masuk dari jendela yang dibiarkan terbuka menusuk hatinya. Ia merasa seperti penipu yang kejahatannya terungkap.
"Tidak penting darimana aku tahu"
"Kau tidak berniat meninggalkannya?" tanya Jevian lagi, ia tidak tahu kalau ternyata ia bisa sesabar ini menghadapi wanita.
Seira menjilat bibirnya, "Tidak bisa" jawabnya tegas.
Jika dia adalah Seira yang dulu dia pasti akan melakukan apapun yang ia mau tanpa memikirkan akibatnya, tapi sekarang ia adalah seorang ibu, menjadi seorang ibu berarti ia harus memikirkan seribu akibat yang akan menimpa putranya jika ia salah melangkah.
Jika ia berpisah dengan Renald sekarang, pria itu akan membocorkan keberadaan Kai pada ayahnya, jika itu terjadi Seira yakin seratus persen ia tidak bisa bertemu dengan Kai lagi.
Ia mengenal ayahnya lebih dari siapapun. Ayahnya pasti akan membuang Kai ke tempat di belahan dunia lain, tempat dimana Seira tidak akan pernah bisa menemukannya kembali.
Seira dan ibunya sudah berusaha keras menyembunyikan keberadaan Kai dari ayahnya selama enam tahun ini, ia tidak akan membiarkan semua usahanya sia-sia.
Tidak akan! bahkan meski ia harus merasa seperti di neraka setiap hari.
Jevian menatap mata Seira yang berubah mendung, ia tahu tidak akan bisa memaksa wanita ini percaya padanya secepat ini. Pada dasarnya mereka memang orang asing.
Pria itu berdeham, bermaksud mengakhiri percakapan mereka yang terasa menyesakkan. Lagipula Seira pasti mengantuk.
"Cepat ganti baju, atau aku dengan senang hati akan membantumu" perintahnya, matanya menatap tidak suka pada gaun kotor itu.
Seira membasahi tenggorokannya, ia mengambil pakaian itu dengan terpaksa, takut kalau ancaman Jevian benar-benar di lakukan. Sadar kalau dia memang pria gila yang nekat.
"Dimana aku harus ganti baju?" tanyanya.
"Lurus kesana, pintu paling pojok"
Seira mengangguk,
Ia beranjak dari sofa menuju ruangan yang di tunjukan Jevian, sepanjang jalan ia bisa melihat seberapa kaya pria itu hanya dari furniture rumahnya.
"Tidur dimanapun kau mau, aku akan mengantarmu besok pagi" suara pria itu kembali terdengar.
Seira akhirnya masuk ke pintu paling pojok yang ternyata adalah sebuah kamar tidur, ia masuk kedalam kamar mandi dan berniat membersihkan diri, menyadari sebenarnya kakinya memang agak kotor karena debu di jalan tadi. Pantas saja Jevian memaksanya berganti pakaian, dia pasti takut rumahnya kotor.
Pakaian milik Jevian jelas terlalu besar, celananya menyentuh lantai dan kaosnya malah terlihat mirip daster selutut, tapi ini memang benar-benar nyaman.
Seira menatap pantulan dirinya di cermin wastafel, ia berjanji akan memberi tahu keberadaan Kai pada Jevian suatu hari nanti. Tapi tidak hari ini, ia belum bisa percaya pada pria itu.
Sepuluh menit berlalu, dia sengaja berlama-lama. Matanya agak mengantuk karena ini sudah lewat tengah malam.
Berfikir sejenak Seira akhirnya melirik pintu kamar, dia bisa mengunci diri di kamar ini sampai besok pagi. Pria itu tidak akan berbuat macam-macam kan? Lagipula dia bilang Seira boleh tidur dimanapun.
Ia memutuskan untuk berbaring di ranjang besar itu, ini bukan kamar utama namun tetap saja terasa besar. Seluruh barang-barangnya diimpor dengan kualitas bagus.
Juga, pengharum ruangannya terasa memabukkan, membuatnya mengantuk seketika. Hanya dalam tujuh menit ia sudah tertidur pulas disana.
Jevian memandangi pintu kamar didepannya, tidak ada suara yang terdengar. Apakah dia sudah tidur?
Pria itu memutuskan masuk perlahan, membuka kunci tanpa suara. Matanya menangkap sosok itu sudah berbaring nyaman dikasur dengan mata terpejam.
Kakinya maju dengan reflek, ia tidak berniat melakukan apapun hanya ingin melihat wajah mungilnya yang tidur dengan tenang.
Membenarkan letak selimutnya, Jevian sadar ada guratan lelah diwajah gadis itu. Selama ini hidupnya pasti menderita.
Tangannya merapihkan rambut Seira yang tersebar diantara bantal dengan hati-hati.
Andaikan gadis itu mengizinkannya, Jevian Hugo bersumpah pasti akan berusaha membuat hidupnya menjadi lebih baik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Mamath Kekey
kerenlah tambah seruu..ayo bukalah hatimu buat jevian jago..seira
2021-12-15
0
Triiyyaazz Ajuach
pdhl klau siera mau jevian bakal melakukan apapun utk melindungi siera dan kai
2021-08-02
0
Gia Gigin
Klau aku jadi Seira aku akan pertimbangkan ajakan Jev😄😄 dari pada bertahan dalam kebohongan yg tdk berujung 😏😏
2021-05-30
2