Lampu terang, kerumunan orang, serta mobil yang berbondong-bondong memasuki parkiran sebuah hotel berbintang lima yang ada di barat kota itu, menandakan ada pertemuan yang sebentar lagi akan diadakan.
Renald dan seira sudah melebur dalam ballroom besar berisi beberapa kolega, seperti biasa dua orang itu tampak tersenyum menyapa semua orang, sebelum akhirnya duduk di sebuah sofa melingkar yang berisi beberapa teman bisnis Renald.
"Kalian tidak berniat punya anak, bukankah sudah tiga tahun?" seorang teman menggoda Seira dengan diikuti pandangan penasaran dari yang lain.
"Kita belum merencanakan, lagipula aku sedang sibuk dan fokus mengembangkan perusahaan," suara Renald menjawab pertanyaan itu, Seira hanya mengangguk mengiyakan.
"Sayang sekali, bukankah dari dulu kau selalu bilang ingin menikahi Seira? kenapa sekarang lebih mementingkan perusahaan?" ujar seorang pria di ujung kanan, yang merupakan teman Renald sejak sekolah.
Bukan berita baru kalau Renald memang suka Seira sejak dulu kala, hampir semua temannya tahu hal itu.
Seira melirik suaminya, pria itu tersenyum tipis. "Bukan begitu, aku hanya ingin menghabiskan waktu berdua dengannya sedikit lebih lama" ia tersenyum lebar, merapatkan tangannya kebahu sang istri.
"Ohhh.. aku merinding melihat kalian" komentar semua orang sambil tertawa.
Renald dan Seira saling menatap, menyadari kalau kemampuan akting mereka mungkin setara dengan aktor dan aktris kawakan.
Dimata semua orang pasangan ini adalah pionir keharmonisan. Renald dan Seira tidak pernah menunjukan tanda-tanda pertengkaran sama sekali, sebaliknya dua orang itu akan selalu tersenyum sambil bergandengan tangan setiap menghadiri pertemuan atau sekedar kumpul-kumpul.
Suara musik klasik mengalun lembut mengiringi obrolan orang-orang disana, ada banyak orang yang datang, namun mereka berkumpul sesuai kelompok sosialnya sendiri.
Seira sibuk dengan minuman ditangannya saat ponsel di saku Renald bergetar, pria itu merogoh sakunya sejenak
Ia mengamati wajah Renald yang sedikit berubah saat melihat layar ponselnya, menandakan kalau ada sesuatu yang salah.
"Terjadi sesuatu?" bisik gadis itu lirih.
Renald tidak menjawab lama, baru selang beberapa menit ia akhirnya berkata dengan gusar "Kita harus pulang sekarang"
"Salah satu artisku terlibat masalah di club malam" tambahnya dengan suara lirih.
Pria itu menggeser posisi duduk beberapa kali, "Teman-teman, sepertinya kali ini aku harus pulang duluan"
"Wah kenapa? kita baru duduk satu jam disini" protes mereka, tidak biasanya Renald pulang lebih dulu sebelum acara selesai.
"Ada urusan mendesak, aku akan mentraktir lain kali jika kita berkumpul lagi" ia langsung beranjak dan menarik tangan Seira.
Dua orang itu keluar dari pelataran hotel dan langsung mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi.
Renald melirik ponselnya lagi, satu pesan masuk dari Cindy kembali muncul.
Cepat datang, aku takut mereka memerasku.
Pria itu mendengus kesal, arah rumahnya dan club malam berbeda, jika ia mengantar Seira lebih dulu maka ia akan tiba tengah malam di club itu. Dalam beberapa jam pasti akan ada banyak pemberitaan miring, dan reporter yang menguntit Cindy untuk mencari berita.
Ia melirik wanita yang duduk tenang disampingnya. Seira memakai gaun polos yang sopan namun elegan, rambutnya yang tergerai hitam dan setengah bergelombang. Tampak sederhana sekaligus berkelas, aura Seira memang spesial sejak dulu.
Renald harus cepat menolong Cindy, namun bagaimana dengan Seira?
Memegang kemudia ia akhirnya dengan cepat mengambil keputusan, kakinya menginjak rem membuat mobil mereka berhenti.
"Kenapa?" Seira bertanya dengan bingung.
"Turun" hanya satu kata itu yang Renald ucapkan seraya mengambil beberapa lembar uang dari dalam dompet, menyerahkannya pada Seira yang masih bergeming menatapnya.
Ia harus mengambil jalan kiri untuk sampai di club setidaknya lima belas menit, namun arah rumahnya ada di jalan sebelah kanan. Di persimpangan itu ia berniat menurunkan Seira, menyuruh istrinya naik taksi untuk pulang ke rumah.
Tidak mungkin membawa Seira untuk menjemput Cindy, ia tidak mau ambil resiko.
"Apa maksudmu?" Seira menatap uluran tangan pria didepannya, ada beberapa lembar uang yang disodorkan.
"Kau turun disini dan pulang naik taksi, aku sedang terburu-buru" ia mengulangi kata-katanya.
"Bisakah kita kedepan sedikit? disini terlalu gelap dan sepi" Seira menatap jalanan di sekelilingnya, ini bukan jalan raya. Tak ada banyak mobil yang lewat apalagi malam-malam begini.
Hotel tempat pertemuan tadi berada di pinggir kota, untuk sampai disana mereka harus melewati jalan kecil yang hanya ditumbuhi pepohonan ini beberapa ratus meter lebih dulu sebelum akhirnya tiba di jalan protokol yang ramai.
"Aku tidak punya banyak waktu, aku harus ambil jalan ke kiri sedangkan kau ke kanan. Jalan saja dari sini beberapa menit, didepan ada jalan raya tidak jauh" Renald menjelaskan dengan sedikit kesal.
Seira menggigit bibirnya, ia bukannya sedih karena diturunkan ditengah jalan, namun ia benar-benar takut berada disini.
Tapi Renald sepertinya tidak bisa diajak bernegosiasi sama sekali, jika ia terus membangkang ia bisa-bisa langsung didorong keluar mobil dengan paksa.
"Baiklah" katanya dengan berat hati, menerima uang dari Renald untuk ongkos naik taksi.
Gadis itu mengambil tas nya sebelum turun dari mobil, setelah pintu dibuka udara yang dingin langsung menyapanya tanpa ampun.
Gaunnya terlalu tipis dan berkibar diterpa angin, ia menyesali keputusannya tidak memakai blazer. Baru saja ia berniat ingin meminjam jas milik Renald namun ternyata mobil itu sudah melesat cepat.
Meninggalkannya di jalan sepi penuh pepohonan tinggi, satu-satunya cahaya berasal dari lampu jalan yang kuning temaram dan bulan di atas sana.
Ia mendesah lalu mengamati keadaan disekitarnya.
Suara deru mobil terdengar tidak jauh dari depan sana, mungkin benar kata Renald ia hanya perlu berjalan sedikit untuk sampai ke jalan raya dan naik taksi.
Seira memeluk lengannya sendiri, berusaha melawan angin yang lagi-lagi menerpanya, dan membuatnya tulangnya serasa ditusuk oleh hawa dingin yang menjalar.
Wanita itu berjalan cepat, ia sama sekali tidak punya prasangka apapun dan tetap berusaha tenang. Tapi pendengarannya menangkap suara mobil dibelakang yang melambat.
Ekor matanya menangkap bayangan sebuah mobil yang berhenti dibelakangnya dengan waspada, mereka tidak mungkin penculik kan? atau jangan-jangan pria mesum yang mengintainya? ia tidak bisa menahan diri untuk bergidik dan memutuskan terus berjalan lebih cepat.
Suara tapak kaki dari sepatu higheels nya semakin terdengar jelas diantara sunyinya jalan sepi itu.
Sementara dua orang dibelakangnya memanggilnya berkali-kali dan berusaha mengejar.
Sadar kalau mereka benar-benar mengikutinya Seira akhirnya memutuskan untuk berlari, namun sepatunya sama sekali tidak cocok digunakan untuk berlari di jalan beraspal kasar itu.
Hanya beberapa menit ia sudah merasa sakit menyengat dan perih di tumitnya, kakinya pasti lecet.
"Nona, tunggu sebentar" pria berbadan kekar dengan baju hitam itu masih berusaha mengejar.
Seira tidak pernah setakut ini, ia tidak percaya kalau di usianya yang sekarang ia akan bertemu penculik di tengah malam.
Kaki pendeknya jelas tidak bisa digunakan untuk berlari cepat, jadi hanya butuh waktu kurang dari lima menit pria kekar itu berhasil menggapai bahunya.
Membuatnya tidak bisa lari kemana-kemana lagi.
"Kalian mau uang? aku akan berikan semua uang yang aku punya, tolong biarkan aku pergi" ia berkata dengan takut, tanpa berbalik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Lutfy Hutapea
bukan uang
2023-09-09
0
Surati
Renal yg licik. kasihan Seira
2022-12-11
0
💜bucinnya taehyung💜
mudah²an di bikin miski. lu ama jevian
2021-06-12
0