"Tapi, sebenarnya ini bukan sepenuhnya kesalahanku. Mobilmu berhenti mendadak dan membuatku tidak bisa menginjak rem tepat waktu" Seira mencoba untuk bernegosiasi. Akan lebih baik jika ia tidak membayar ganti rugi apapun.
Tidak ada respon, pria itu hanya menatapnya tajam. "Benarkah? lalu harusnya kau menjaga jarak dari mobilku, kau tetap salah karena tidak menjaga jarak aman."Jevian menjawab dengan tenang membuat Seira kehilangan kata-kata.
Sial, karena apa yang dikatakan pria itu memang masuk akal. Bagaimanapun Seira tetap salah karena terlalu dekat dengan mobilnya.
"Atau kau memang sengaja menguntitku?" alis Jevian naik disertai seringai sombong.
Tuduhan tidak masuk akal apa ini? ia hanya sedang berkendara dengan nyaman di pagi hari dan sekarang ia malah dituduh menguntit. Seira merasa kesal mendengar tuduhan itu.
"Aku bahkan sama sekali tidak tahu kalau itu adalah mobilmu" jawabnya kesal.
"Oke. Aku akan ganti rugi, kau puas? tunggu sebentar" ia akhirnya mengalah dan mencoba menelfon seseorang. Ibunya adalah satu-satunya orang yang bisa menolongnya.
Pria itu mengangguk, menyandarkan tubuhnya pada Rolls Royce dibelakangnya. Jevian tentu saja punya banyak waktu untuk menunggu wanita ini, memandanginya sosok cantiknya dari samping.
Ia melewati waktu tujuh tahun hanya untuk momen seperti ini.
Jika Seira berpura-pura tidak mengingat kejadian itu, maka Jevian akan mencari cara agar terus berada didepannya sampai gadis itu menyerah.
Namun hanya berselang semenit, ponsel di sakunya sendiri juga bergetar, itu sebuah panggilan masuk dari Martin.
Ia mengerutkan alis.
Dasar perusak suasana.
Alih-alih menjawab pria itu malah langsung menonaktifkan ponselnya.
Dikantor, Martin berdiri dengan gelisah saat menghadapi pandangan orang-orang di ruang rapat. Bos nya sudah telat tiga puluh menit dari janji pertemuan dan sekarang pria itu malah mematikan ponselnya, bagus sekali.
Ia disini harus menghadapi tatapan tajam dari orang-orang yang meminta penjelasan.
Tidak bisa tinggal diam ia akhirnya menelfon supir Jevian, berharap bisa tahu keadaan mereka.
Sang supir tengah berada diantara dua orang itu, ia merogoh ponselnya yang berdering dan berjalan menjauh lalu mengangkatnya.
"Apa terjadi sesuatu?" Martin bertanya dengan tidak sabar, setelah telfonnya tersambung.
"Itu.. ya, ada sedikit masalah" supir tidak mungkin menjelaskan detailnya kalau sang bos sengaja membuat mereka terjebak kecelakaan kecil, jadi ia hanya bisa menjawab seadanya.
"Bisakah aku bicara dengan Tuan?"
"Tapi.."
"Setidaknya aku harus tahu, apa yang bisa aku jelaskan pada semua orang disini. Tuan terlambat rapat tiga puluh menit" ujar Martin hampir frustasi, orang-orang ini mungkin tidak berani bicara langsung pada Jevian, namun mereka melampiaskan semuanya pada Martin seolah ia adalah samsak tinju.
"Baik"
Pria itu berbalik dan menghampiri Jevian, ia mencicit dengan takut.
"Tuan, Martin bertanya apa yang harus ia katakan untuk menenangkan semua orang disana"
"Berikan ponselmu" ujar Jevian kesal, tangannya terulur meminta benda itu dari tangan supirnya.
"Jika mereka semua tidak mau menungguku, maka suruh mereka pulang saja dan lupakan tentang investasi" ia berkata dengan keras, membuat Martin merinding meski suara itu berada diujung lain.
"Ba-baik, Tuan" pria itu menjawab dengan gagap.
"Bagaimana? Nona, haruskah aku menelfon suamimu? dia pasti tidak akan marah hanya karena masalah sepele seperti ini" matanya kembali fokus pada Seira yang masih sibuk bergulat dengan ponselnya.
Gadis itu berjalan mondar-mandir dan terlihat bingung. Ibunya tidak menjawab telfon sejak tadi meski ia sudah menelfon berkali-kali.
"Sudah kubilang jangan telfon dia, aku akan mengurusnya sendiri" Seira menjawab dengan cepat, riwayatnya pasti habis jika Renald sampai tahu, bukan hanya ia merusak mobilnya tapi ia juga merusak mobil mewah milik Jevian.
"Kenapa?" Jevian mengerutkan keningnya, instingnya mengatakan kalau Seira ketakutan setiap kali ia mengucapkan kata suami.
"Aku dan dia sedang bertengkar" Seira menjawab asal.
"Oh"
Seira bersyukur karena Jevian mengangguk dan tampak tidak curiga.
"Begini saja, kita buat surat kesepakatan hutang, bagaimana? aku sedang terburu-buru sekarang" Jevian akhirnya menawarkan satu solusi, lama kelamaan ia tidak tega melihat wajah gadis itu yang tampak memelas.
Seira
ragu sejenak namun itu seperti satu-satunya solusi terbaik saat ini, jika sudah bisa menghubungi ibunya ia pasti akan langsung membayar kompensasi. Dan masalahnya akan selesai.
"Baik, ayo kita buat perjanjian" Seira berkata dengan yakin.
Jevian melirik supirnya, pria itu langsung mengerti maksud bosnya dan berlari kedalam mobil mengambil kertas dan pena, kurang dari satu menit ia menyerahkan semuanya pada Jevian.
Pria itu mulai menulis kata demi kata diatas kertas dengan cepat lalu membubuhkan tangannya sendiri di pojok kanan, ia lalu menyerahkan kertas itu pada Seira, memintanya menandatangani kolom sebelah kiri.
Seira membaca sekilas kertas itu, setelah merasa bahwa isinya tidak aneh ia akhirnya menulis tanda tangannya.
"Berikan nomormu" Jevian mengulurkan ponselnya.
Ia bisa melihat mata Seira membulat mendengar permintaannya,
"Untuk apa?" wanita itu jelas tidak ingin memberikan nomornya padanya.
"Lalu aku harus menghubungi suamimu? kau berhutang, jadi aku harus punya nomor kontakmu untuk dihubungi" Jevian tersenyum tipis.
Ini sebenarnya bukan tujuan awalnya menjebak Seira, namun ia juga puas karena punya alasan untuk meminta nomornya. Sekali dayung dua pulau terlampaui. Otak jeniusnya memang tidak perlu diragukan.
Tangan dengan urat yang menonjol itu kembali menggoyangkan ponselnya di depan Seira, meminta gadis itu untuk cepat menyimpan nomornya di ponsel.
Seira benar-benar merasa manusia didepannya ini adalah serigala licik, ia menggigit lidah sebelum dengan terpaksa meraih ponsel Jevian dan langsung menyimpan nomor kontaknya, takut Jevian benar-benar menelfon Renald untuk minta ganti rugi.
"Terimakasih" pria itu berkata dengan puas.
Ia berbalik dan berniat masuk kedalam mobil namun berhenti kembali dan menatap Seira.
"Berikan dompetmu" Jevian berkata pada supirnya.
"Apa?" pria paruh baya itu lagi-lagi hanya bisa terkejut mendengar perkataan bosnya.
"Dompet" ulangnya tidak sabar.
"Oh" ia merogoh sakunya dan menyerahkan dompet kulit ke arah Jevian, berisi beberapa lembar uang. Tidak banyak namun cukup untuk memperbaiki mobil Seira ke bengkel.
"Ini juga ku anggap hutang, kau sepertinya tidak punya uang untuk membawa mobilmu ke bengkel" pria itu mengeluarkan semua lembaran uang didompet supirnya dan menyerahkannya pada Seira.
Gadis itu tidak merespon, ia hanya menatap bodoh pria didepannya itu.
"Ambil" Jevian mengulang perintah dengan tidak sabar.
Seira menelan ludah, tangannya menerima uluran itu dengan gemetaran.
Bodoh, kenapa jantungnya berdetak kencang sekali.
"Aku akan mengembalikannya secepat mungkin. Aku janji" ia berkata sambil menunduk, tidak berani menatap mata pria jangkung didepannya.
Sudut bibir Jevian melengkung samar, "Sampai jumpa nanti malam" Katanya, sebelum masuk ke dalam mobil, meninggalkan Seira yang masih diam tak bergerak.
"Berapa uang mu tadi?" pria itu bertanya pada supirnya setelah mobil kembali melaju.
"2.000.000 Tuan," pria itu menjawab lirih.
"Minta ganti ke departemen keuangan dua kali lipat" Jevian berkata terakhir kalinya sebelum menutup mata, sudut mulutnya tidak bisa berhenti tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Endang Sulistia
rezeki sopir Sholeh...
2025-02-26
0
Lutfy Hutapea
bos mantap kata supir
2023-09-09
1
Atiqa Fairuz Khalisa
lanjuuuut thuor kayak nya seru tuan muda ngerjain wanita pilihannya.
2023-05-17
0