Jack memegang etalase itu , matanya mencari-cari sesuatu didalam etalase, Lalu dibuka pintunya.
“Apa kau mencari sesuatu?” tanya Ara.
Jack tidak menjawab.
Ara melihat Jack semakin panic, dia mulai mencari-cari disela-sela miniatur yang lain, dilihatnya lalu disimpannya, lalu dia mencari di rak bawahnya, terus seperti itu.
“Jack? Ada apa? Apa yang kau cari?” tanya Ara.
“Jendral, mana Jendralku?” teriak Jack tiba-tiba, dia kembali mencari -cari barang yang di etalase, kini gerakan tangannya semakin cepat dan panic.
Bukannya menemukan tapi dia malah jadi mengcak-acaknya. Dilihatnya bukan yang dicarinya dia lempar sembarang, dilihatnya lagi yang dicarinya tidak ada, barang lain dilemparnya.
Ara sangat terkejut dengan sikap Jack ini.
“Jack, ada apa? Apa yang kau cari?” tanya Ara.
Jack sama sekali tidak menjawab, hanya dari mulutnya keluar kata, “Jendral, Jendral,” ucap Jack.
Sepertinya ada miniatur Jendralnya Jack yang hilang.
“Jack, Jendral mana yang kau cari?” tanya Ara, kebingungan.
“Jendral, dimana Jendral!” teriaknya, membuat Ara terkejut, diapun melangkah mundur.
Jack sama sekali tidak menghiraukan keberadaan Ara, pria itu mengacak-acak barang yang ada didalam ruangan itu lalu dilempar lemparnya.
Ara semakin bingung dan terkejut dengan sikap Jack itu.
Hingga isi etalase itu hampir kosong.
“Mana Jendral, mana Jendral?” teriaknya.
Sekarang bukan barang yang dilemparnya tapi Jack menggoyang-goyang etalase itu dan terus berteriak.
“Jack tenang, Jack!” teriak Ara, yang mulai panik, hanya karena tidak ada barang yang Jack cari pria itu mengamuk seperti itu?
Jack menggoyang-goyangkan etalase itu, tengannya pun memukul-mukulnya sampai ,pray! Kaca yang dipukul Jack itu pecah.
Ara semakin shock saja, dia merasa takut melihat Jack marah seperti itu.
“Jendral, Jendral!” Teriak Jack.
Ara melihat tangan Jack berdarah bekas memukul etalase itu, darahnya tercecer ke lantai juga mengenai kemeja putihnya Jack.
Hatinya semakin ketakutan, diapun perlahan berjalan mundur, melihat Jack yang mengamuk, memukul dan menggoyang-goyang etalase itu lagi sampai, pray! Etalase itu jatuh ke lantai, kacanya pecah berserakan di lantai.
Ara menjerit saking kagetnya.
Mendengar ada suara barang-barang pecah, semua orangpun terbangun.
Pak Beni dan beberapa orang berlarian kekamarnya Jack.
Asalnya dia menghentikan langkahnya di depan pintu kamar Jack karena malam ini malam pengantinnya Jack.
Tapi saat mendengar Ara kembali menjerit dan terdengar suara pecahan kaca, Pak Beni mendorong pintu itu yang ternyata tidak dikunci.
Ny.Inez dan Tn.Ferdi yang sudah berganti pakaian tidur juga berlarian ke kamarnya Jack.
“Ada apa?” tanya Ny.Inez.
Pak Beni melihat kedalam kamar yang rapih begitu juga yang lainnya.
“Jendral! Jendral!” teriak Jack , sambil mengoyang-goyangkan etalase yang masih berdiri. Pak Beni langsung berlari masuk keruangan itu diikuti beberapa orang pekerja.
“Tuan! Tenanglah Tuan!” seru Pak Beni.
Jack tidak mendengarkan, dia terus menggoyang-goyangkan etalase itu.
“Jendra! Jendral!” teriaknya, sampai etalase itu akan jatuh, tapi para pekerja itu segera menahannya, mereka juga menarik Jack supaya tidak memecahkan etalase itu lagi.
Jack menepiskan dengan keras orang-orang yang memegangnya.
Pak Benipun cepat masuk ke kamarnya Jack dan mangambil alat suntik dilaci, diapun kembali lagi ke ruangan itu dan saat orang-orang memegang tangan Jack, suntikan itu di berikan.
“Jendral! Jendral!” teriak Jack langsung menepiskan semua orang sampai terpental jatuh ke lantai. Tentu saja meskipun dia mengalami gangguan kejiwaan tapi fisik Jack sangat kuat dan tubuhnya sangat kekar.
Para pekerja akan mendekati Jack tapi Pak Beni menggelengkan kepalanya.
Jack mundur beberapa langkah merasakan kepalanya yang mulai pusing, diapun memegang kepalanya.
“Jendral, Jendral,” ucapnya tambah lirih, beberapa menit kemudian Jack pun tejatuh kelantai.
Barulah orang-orang itu mengangkat tubuhnya Jack keluar dari ruangana itu di baringkan ke tempat tidur.
Pak Beni menoleh kearah pojok ruangan museum itu. Dilihatnya Ara berdiri di pojok itu dengan wajah pucat, dia terlihat sangat ketakutan. Matanya menatap Pak Beni.
Pak Beni tidak bicara apa-apa. Dia masuk ke kamarnya Jack, mengambil alat-alat perban dan obat luka.
“Kenapa Jack ngamuk?” tanya Ny.Inez
“Saya tidak tahu, Nyonya,” jawab Pak Beni.
“Bikin repot saja, kenapa tidak balik lagi ke Perancis? Mengganggu ketenangan rumah ini!” gerutu Tn.Ferdi.
Pak Beni yang sedang membalut lukanya Jack menoleh pada Pak Ferdi.
“Ini rumahnya Tuan Delmar, dia berhak tinggal disini,” ucap Pak Beni.
Tn. Ferdi kesal mendengarnya, diapun keluar dari ruangan itu.
“Besok panggil Dokter Mia, periksa Jack,” kata Ny.Inez lalu keluar dari ruangan itu.
Ara masih shock berdiri dipojokan, dia tidak menyangka suaminya akan bersikap seperti itu hanya karena kehilangan miniatur Jendralnya. Perlahan airmata menetes dipipinya. Apakah ini hal baik atau buruk menikah dengan Jack? Saat acara pernikahan pria itu sangat manis kenapa sekarang dia mengamuk seperti itu?
Dengan langkah kaki yang gemetaran, sambil menghindari pecahan kaca, Ara berjalan menuju kamarnya Jack.
Dilihatnya Pak Beni sedang membalut lukanya Jack.
Pria itu tidur menelungkup dengan kemeja putihnya yang terkena darah dari tangannya yang luka.
Pak Beni tahu Ara mendekatinya tapi dia terus melanjutkan pekerjaannya membalut lukanya Jack.
Ara masih menatap pria yang berbaring itu.
Pak Beni selesai mengobati Jack lalu berdiri dan merapihkan alat- alat kesehatannya, diapun beranjak mau keluar kamar itu, Ara segera mengejarnya.
“Tunggu!” teriak Ara.
Pak Beni menghentikan langkahnya lalu membalikkan badannya menatap Ara.
“Apa..apa yang terjadi dengan Jack, apa ada yang kau sembunyikan?” tanya Ara, dengan tatapan tajam.
“Saya permisi,” ucap Pak Beni, tidak mau menjawab pertanyan Ara lalu membalikkan badannya.
“Tunggu!” panggil Ara.
“Ada apa dengan Jack? Katakan padaku!” pinta Ara.
Pak Beni membalikkan badannya dan menatap Ara.
“Tuan Delmar mengalami gangguan kejiwaan,” jawab Pak Beni, sontak membuat Ara terkejut bukan main, dia mundur beberapa langkah.
“Apa? Kau bercanda? Jack mengalami gangguan kejiwaan?” tanya Ara, tidak percaya mendengarnya.
“Iya,” jawab Pak Beni mengangguk.
“Kenapa kau tidak bilang padaku dari awal?” teriak Ara.
“Saya tidak berhak untuk mengatakannya,” jawab Pak Beni.
Arapun terdiam, matanya langsung saja berkaca-kaca, sebenarnya siapa pria yang dia nikahi ini? Pria ini mengalami gangguan kejiwaan? Apa ini? Beberapa butir airmata kembali menetes dipipinya. Awal yang begitu manis dan romantis hilang lenyap begitu saja kini hatinya hancur berkeping-keping.
“Aku ingin pulang!” kata Ara, sambil meraih pintu tapi Pak Beni menahan pintu itu.
Arapun menatap Pak Beni.
“Kenapa? Aku tidak mau menikah dengan orang gila!” teriak Ara.
“Kau sudah mengucap janji pernikahan untuk selalu bersama dalam suka dan duka, kau tidak boleh mengingkari janji itu!” kata Pak Beni.
“Tapi aku tidak tahu kalau Jack itu mengalami gangguan kejiwaan. Kalau tahu dari awal, aku tidak mau menikah dengannya,” ujar Ara.
Pak Benipun diam, tanpa bicara apa-apa lagi, pria itu keluar dan menutup pintu kamar itu.
Ara masih berdiri mematung, airmata kembali menetes dipipinya. Rasanya sangat tidak masuk akal dia menikahi pria yang punya gangguan kejiwaan. Tubuhnya masih gemetaran karena shock, apalagi saat dia melihat kearah museum itu berserakan kaca etalase diatas lantai. Tangisnyapun semakin tidak tertahankan.
Dilihatnya lagi Jack yang terbaringg diatas tempat tidur dengan tangan yang sudah terbalut perban, kembali airmata Ara menetes.
Sungguh tidak percaya pria setampan dan semanis Jack ternyata jiwanya sakit, dan dia menikahi pria itu, dia menjadi istri seorang pria yang mengalami gangguan kejiwaan.
Perlahan kakinya terasa lemas, diapun terduduk dilantai dan menangisi nasibnya.
Di kamarnya Bastian, dia berbaring dengan kepala diatas tumpukan bantal-bantal, dia tersenyum memandang miniature Jendral yang ada di tangannya.
Tiba-tiba seseorang langsung membuka pintu kamarnya, diapun menyembunyikan miniature itu dibawah bantal.
“Siapa kau berani-beraninya masuk tanpa mengetuk pintu dulu!” teriak Bastian.
Menoleh kearah pintu, disana sudah berdiri Pak Beni.
“Kau, mau apa kau ke kamarku dengan tidak sopan!” Maki Bastian.
“Kembalikan miniatur Jendral itu!” kata Pak Beni, menatap Bastian.
“Apa? Miniatur Jendral? Mana aku tahu benda itu!” elak Bastian.
Pak Beni tidak bicara lagi, dia langsung mendekati Bastian, diambilnya bantal- bantal itu.
“Hei-hei apa yang kau lakukan? Kenapa kau mengacak-acak kamarku?” bentak Bastian.
Pak Beni tidak menggubrisnya, diapun akhirnya menemukan miniatur itu dibawah bantalnya Bastian.
“Ini, kau tega mencuri barang kakakmu?” tanya Pak Beni mengacungkan miniatur itu.
“Aah aku kan cuma meminjamnya,” elak Bastian.
“Jangan pernah melakukannya lagi, aku tidak akan tinggal diam!” kata Pak Beni.
Bastian kini berubah serius dan menatap Pak Beni.
“Memangnya apa yang akan kau lakukan? Ada juga kau yang akan keluar dari sini!” ujar Bastian.
“Aku menghargaimu karena kau adiknya Tuan Delmar, tapi sekali lagi kau mengganggunya, kau akan lihat nanti apa yang akan kulakukan!” ancam Pak Beni.
“Dasar tua Bangka!” maki Bastian.
Pak Benipun melangkah meninggalkan kamarnya Bastian.
“Lihat saja nanti! Sekarang baru satu yang kuambil, besok aku ambil semuanya Jendral- Jendral itu!” teriak Bastian, sambil mendekati tempat tidurnya.
Pak Beni tidak menghiraukan teriakannya Bastian, diapun segera keluar dari kamar itu.
***********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 208 Episodes
Comments
Yudhika Nyata
iya sih Aranya juga bodoh sebelumnya melangsungkan pernikahannya
2023-05-21
0
Meili Mekel
aduh ara kasian jack pasti pak beni jelaskan
2022-07-07
0
Mega Biru
jangan pergi Ara kasian Jack, bantulah Jack biar sembuh
2022-06-09
0