Dewa terbangun dari tidurnya, ibunya yang membangunkannya. Sang ibu mengatakan jika Asisten Nona sudah ada di ruang tamu untuk menjemputnya pulang. Dewa mendesah pelan, dia lalu ke kamar mandi untuk segera membasuh wajah dan menggosok gigi.
Dewa menatap cermin di kamar mandi, dia cukup kesal dengan sikap Nona yang seolah tidak menghargainya. Nona dengan mudah mengusirnya dan menyuruhnya kembali. Suara gemericik air menyadarkan lamunannya, setelah membasuh wajah dan menggosok gigi ia keluar dari kamar mandi dan menghampiri Arsel.
"Nona menyuruhku untuk menjemputmu," ucap Arsel.
Dewa mendengus, ia malah menyuruh Arsel pulang. Dewa tidak ingin bermain sandiwara lagi dengan Nona. Dia tidak suka dengan sikap Nona yang kekanakan.
"Ini perintah dan kau harus pulang!" ucap Arsel dengan nada penuh penekanan.
Dewa langsung menyeret Arsel keluar dari rumahnya. Kedua orang tua Dewa hanya melihat saja tanpa berani ikut campur.
"Nona memberikanmu waktu sampai nanti malam untuk kembali ke rumah, jika tidak maka kau akan mendapat denda."
Braaaaaaaak....
Dewa langsung membanting pintu, Arsel meremas kedua tangannya. Dia bersedih mendapat perlakuan seperti itu dari Dewa.
Awas saja kau, Dewa! Aku akan segera melenyapkanmu.
Arsel kembali ke kantor Nona dengan tangan kosong. Dia melapor kepada Nona jika Dewa tidak ingin pulang ke rumah. Nona berdiri dari kursinya dan menatap kosong ke depan. Seperti inikah jika memiliki suami masih bocah?
"Rencana selanjutnya apa, Nona?" tanya Arsel.
"Biarkan saja dulu! Dia pasti kembali."
Nona lalu menyuruh Arsel keluar dari ruangannya. Dia melanjutkan pekerjaannya, ia berangkat pagi-pagi sekali karena pekerjaan kali ini cukup banyak yang harus diurus.
Rasa menyesal karena mengusir Dewa mulai menyerangnya, haruskah dia yang memohon Dewa untuk pulang ke rumah?
Tok... tok... tok...
"Masuk!"
Pintu terbuka, manik mata Nona langsung melihat pria yang pernah membuatnya kecewa yaitu Altaf. Altaf berjalan gagah mendekati Nona, dia tersenyum sambil bertepuk tangan.
"Hebat sekali. Ternyata suamimu masih bocah? Bocah ingusan, hahaha..."
"Apa urusanmu?" tanya Nona.
Altaf duduk disofa sambil memainkan bunga yang berada di vas. Dia tersenyum menyeringai. "Ku dengar kau hanya menikah kontrak dengan bocah itu. Jadi setelah kau bercerai aku masih ada kesempatan 'kan?"
Nona menggebrak meja, tatapannya begitu tajam menatap Altaf yang seolah mengejeknya. "Kami tidak akan bercerai."
Altaf tertawa menggelegar memekik ditelinga Nona. Nona sampai menahan amarahnya lalu menelpon Arsel supaya mengusir tuan sombong itu. Tak menunggu lama, Arsel datang. Dia langsung menyeret Altaf keluar. Altaf menepis tangan Arsel.
"Singkirkan tangan kotormu itu! Aku bisa pergi sendiri."
Altaf keluar dengan angkuhnya, Nona menghela nafas panjang. Bercerai? Mungkin saja mereka bercerai jika Nona mau. Tetapi Nona berubah pikiran dan tidak ingin bercerai dengan Dewa.
"Anda tidak apa-apa, Nona?" tanya Arsel.
"Apa menurutmu aku mulai menyukai Dewa?"
***
Dewa mulai berangkat bekerja, kali ini dia menaiki bus karena tidak mungkin Mas Supri menjemputnya lagi. Dewa masih memikirkan kejadian semalam, hampir saja dia mencetak gol ke gawang pertahanan Nona.
Setelah naik bus, dia melamun selama perjalanan. Pernikahannya begitu membingungkan, apa boleh sang istri seenaknya mengusir dan menyuruhya kembali?
Ponselnya tiba-tiba bergetar, rupanya dari Nona. Dewa sangat malas untuk mengangkatnya. Dewa segera mematikan ponselnya. Sifat Dewa kini sangat labil karena dia anak yang baru dewasa dan menjalani pernikahan. Tetapi tiba-tiba bus yang dikendarainya berhenti. Dewa mengernyitkan dahi, seseorang dengan dua pengawal masuk kedalam bus itu dan menyeret Dewa untuk keluar.
Sempat terjadi adu mulut tetapi Dewa langsung dipukul membuat dia harus mengalah. Dewa baru menyadari jika orang itu adalah Altaf.
Dewa dibawa masuk ke pria angkat tersebut.
"Apa maumu?" tanya Dewa.
"Ceraikan Nona! Dia milikku."
Dewa tertawa, pria yang kabur dari pernikahannya sendiri tiba-tiba mengharapkan Nona kembali.
"Jika aku tidak mau?" tanya Dewa menantang.
Altaf hanya tersenyum kecut, dia menyuruh supirnya untuk menuju ke suatu tempat. Dewa memberontak tetapi malah terkena pukulan dari Altaf.
"Diam! Atau kau ingin ku jatuhkan dari mobil ini?" ancam Altaf.
Dewa lalu terdiam, wajahnya memar akibat pukulan dari Altaf. Dia tidak punya pilihan lain untuk mengalah saja.
Sesampainya disuatu tempat,
Dewa langsung turun bersama orang-orang itu. Dewa disuruh untuk menceraikan Nona.
"Siapa kau bisa menyuruhku seperti itu?" ucap Dewa.
BUAAAAK...
BUAAAAK...
Dewa menerima pukulan diperut bertubi-tubi, dia harus menahan rasa sakit itu. Dia tidak ingin bercerai dengan Nona karena orang itu mengancamnya.
"Aku akan melaporkan perbuatanmu ke Nona," ancam Dewa.
Arsel tertawa terbahak-bahak. Dia tidak takut sama sekali, baginya Dewa hanyalah bocah ingusan yang suka mengadu.
"Dengar! Aku memberimu waktu satu bulan untuk menceraikan Nona. Jika kau belum menceraikan juga maka orang tuamu dan orang disekitarmu akan ku bunuh," ucap Altaf.
Altaf beserta pengawalnya pergi meninggalkan Dewa di tempat itu. Dewa memandangi kepergian mobil hitam itu. Dia langsung mencari angkot dengan muka lebam dan menuju ke tempat kerjanya.
**
"Dewa, wajahmu kenapa?" tanya Nisa.
"Jatuh, Nis. Gakpapa kok. Aku mau bersihin meja dulu, ya."
Nisa langsung menarik tangan Dewa. Dewa terhenti dari langkahnya. Wajah Nisa begitu khawatir, dia lantas mengobati wajah Dewa dengan obat yang ada.
Dewa terduduk di kursi, Nisa mengoleskan salep dengan pelan sesekali melihat wajah Dewa yang murung.
"Ada masalah apa?" tanya Nisa.
"Gapapa kok. Biasa anak laki-laki pasti bertengkar."
"Aku tahu sifatmu, Dewa. Kau gak mudah untuk bertengkar," ucap Nisa.
Dewa langsung berdiri, ia tersenyum dan berterima kasih karena sudah mengkhawatirkannya. Dia lalu kembali bekerja.
"Aku suka denganmu," ucap Nisa membuat langkah Dewa terhenti.
"Kau tidak boleh menyukaiku!"
"Kenapa?"
Dewa menghela nafas panjang. "Aku sudah menikah."
Nisa tertawa, dia tidak mempercayai ucapan Dewa. Bahkan Dewa tidak menggunakan cincin pernikahan.
"Mau percaya atau tidak terserah tapi maaf Nisa. Wanita baik sepertimu bisa mendapat pria yang lebih baik dariku," ucap Dewa.
Dewa lalu kembali bekerja, mengelap meja dan mengepel lantai sebelum restoran dibuka. Nisa memandang Dewa dari jauh, dia mengira jika ucapan Dewa tadi hanyalah berbohong. Tidak mungkin jika Dewa menikah tanpa mengundangnya.
Kau menolakku dengan alasan seperti itu mana aku percaya? Aku tidak akan menyerah begitu saja, aku pasti mendapatkanmu, Dewa.
Dewa mengelap meja sambil menahan rasa nyeri diwajah dan perutnya. Apakah dia harus melapor Nona jika Altaf memperlakukannya seperti ini? Jika iya maka dia adalah pria cengeng yang suka mengadu kepada istrinya.
Entah kenapa wajah Nona terbayang-bayang selalu, dia juga menyesal karena mematikan ponselnya.
Dewa dengan cepat menghidupkan ponselnya lagi, beberapa pesan dari Nona langsung masuk. Dewa membacanya satu persatu. Nona memohon Dewa untuk pulang ke rumah, dia juga meminta maaf atas kejadian kemarin malam karena sudah mengusirnya.
...Nona...
Pulanglah, Dewa! Aku meminta maaf telah mengusirmu.
Nona
Nanti malam kita makan malam bersama. Bibi akan memasakkan makanan yang lezat untuk kita.
Nona
Aku harap kau cepat pulang. Tidak bagus jika suami istri berjauhan seperti ini.
Nona
Aku meminta maaf dengan tulus. Tolong maafkan aku!
Dewa menyunggingkan senyuman, Nona mengkhawatirkannya? Sepertinya sedikit saja untuk mengerjai Nona tak masalah 'kan?
Dewa
Aku tidak mau pulang. Kau sudah mengusirku. Aku marah dengamu, Nona.
*****
Otor sudah menyiapkan beberapa bab untuk crazy up tetapi sialnya malah laptop otor mati total. Alamat naskahnya hilang dan harus ngetik lagi dari awal.
Mohon maaf ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Tony Manurung
di awal bab ini cerita nya menarik,tapi setelah pertengah bab,jadi makin ngawur alur cerita nya
2023-11-11
1
OWLS
bergenre romatisme, tapi alurnya udah kelihatan nih sampai sini,
2023-06-23
0
Nova Rahayu
lh bukn nya tuan alfat. kok mlh ada arsel
2022-11-15
1