"Duh, kok bisa-bisanya aku telat padahal baru kemaren kerja. Bisa habis nasibku hari ini. Ya Allah tolong hamba ya Allah. Masak baru kerja sehari aku sudah terancam di pecat. Aduh, gimana ini?" Sahira terus merengek sepanjang jalan. Ia tidak sadar jika ia di lirik oleh sopir grab yang ia tumpangi dari kaca depan.
"Pak bisa cepet dikit ngak, Saya udah telat ini, "Sahira berbicara melihat jam tangannya.
"Maaf mbak, saya bisa ngebut asal jangan di panggil Bapak, hehe," ucap Sopir itu cengengesan.
Sahira melihat kaca mobil dan melihat wajah muda dan tampan seorang sopir yang sedang tersenyum.
"Mas bisa cepet ngak, saya udah telat," ucap Sahira pelan.
"Siap Bosqu," sopir itu mengangkat tangannya ke jidad mengisyaratkan siap.
"Heh..." Sahira mendengus.
Tibanya di kantor, setelah Sahira keluar dari Grabcar langsung berlari masuk ke kantor. Ia tidak perduli akan seperti apa pandengan orang sekitar, yang ia ingin ia lebih dulu berada di meja kerjanya sebelu Agatha si CEO yang ramah kata orang datang ke kantor. Memang Agatha adalah orang yang ramah dan rendah hati namun Sahira tetap khawatir jika ketidak propesionalannya menghancurkan karirnya sendiri.
"Pagi Mbak Sahira," di sela Sahira yang berlari-larian masih ada staf yang menyapanya meskipun terdengar samar di kuping Sahira yang ngos-ngosan berlari. Sahira hanya membalas sapaan mereka dengan senyuman tipis.
Sahira duduk di kursinya dan memulai aktivitas dengan mengelap keringatnya terlebih dahulu.
Sahira celingak-celingukan melihat pintu ruangan Agatha.
"Dia sudah datang belum ya?" Sahira mencoba menyelidik melihat lekat kearah pintu ruangan Agatha.
"Apa, kamu takut ketahuan kalo baru datang jam segini," tanpa di sadari Desi sudah ada di samping Sahira.
"Aa...Anu mbak. Mbak pease jangan bilang-bilang," Sahira berbicara terbata dan menangkupkan tangannya memohon.
"Tapi ada syaratnya,"ucap Desi yang berdiri di depan Sahira.
"Syarat, Apa itu?" Sahira takut-takut jika syarat yang di ajukan Desi adalah hal yang tidak masuk akal.
"Traktir aku makan dong siang ini." Desi mengedip-ngedipkan natanya.
"Oke," Sahira lega. Ternyata syarat dari Desi amat mudah.
Sahira berkutat dengan pekerjaannya di bantu oleh Desi.
Setelah lebih dari setengah jam Sahira melihat tumpukan dokumen di mejanya, barulah Agatha tiba.
"Pagi Pak," Suara karyawan yang menyapa Agatha mengagetkan Sahira hingga ia repleks berdiri.
Agatha tidak menghiraukan sapaan karyawan yang lain, malah terkekeh melihat Sahira yang terlihat salting.
"Kenapa kamu, Beseran?" Agatha menggoda Sahira sambil tertawa yang ia tutupi dengan kepalan tangannya.
"Hem, tidak Pak. Hanya kaget Bapak sudah datang," ucap Sahira masih gugup.
"Oh...Ya sudah, saya masuk dulu," Agatha menunjuk ruangannya.
"Ya Pak."
Agatha berlalu menggerakkan kembali tungakai pengen dali kursi rodanya.
"Oh ya," Agatha berbalik setelah berada di depan pintu.
Deg,.. Jantung Sahira bergerak cepat.
Telat hari ini menjadikannya parno.
"Jam berapa rapat hari ini di mulai?" tanya Agatha.
"Jam 10 Pak," Sahira bernafas lega.
"Ok. Harus siap semua ya!"
"Baik Pak."
Sahira kembali berbalik menghadap ruangannya.
"Oh ya," Agatha berbalik lagi setelah membuka pintu ruangannya.
"Kenapa Pak?" tanya Sahira.
"Siapa Nama pemilik perusahaan yang rapat dengan saya nantinya?"
"Bapak Surya Hadi Pak," Sahira menatap agatha menanti pertanyaan apa lagi yang akan di ajukan Agatha.
"Oke baiklah."
Agata berbalik lagi masuk ke dalam ruangan akan tetapi entah di segaja atau tidak Agatha tidak menutup pintunya.
Kelakuan Agatha memang selalu membuat jantung Sahira berasa ingin copot.
Sahira mendekat ke ruangan Agtha.
"Maaf Pak, Bapak lupa menutup pintu. Saya alan menutupnya," ucap Sahira di depan pintu.
"Oh ya, Silahkan. Saya memang pelupa, sewajarnya kamu sebagai sekretaris saya mengingatkan," sikap Agatha yang tengil ternyata belum hilang sepenuhnya meskipun sudah menjadi CEO di perusahaan besar.
"Tunggu dulu,"Agatha menghentikan Sahira yang hampir menutup pintu penuh.
"Ya Pak, ada lagi?"
"Jam berpa sekarang?" Agatha bertanya asal. Sedang arloginya terlihat mahal dan mentereng di tangannya.
Sahira menatap arlogi Agatha di tangannya.
Agatha tahu kemana arah pandangan Sahira.
"Oh maaf, saya juga lupa kalau ternyata saya memakai arlogi," jawab Agatha yang selalu terlihat santai dan berwibawa.
"Baik pak, jika tidak ada lagi saya akan menutup pintunya," ucap Sahira.
"Ya silahkan," Agatha mengangguk.
"Apa yang barusan aku lakukan?" Agatha mengumpati dirinya.
"Apa aku tadi menggodanya?"
"Aisstt... kenapa aku senang sekali menggodanya?"
Agatha menggerutu dengan sikapnya yang jelas ia sendiri sadari.
#
"Tok,..tok,..tok"
"Ya, masuk."
Agatha hanya membolak balikan dokumen di mejanya.
"Pak, Semua sudah siap dan hanya tinggal menunggu Bapak. Pak Surya juga sudah tiba di kantor," ucap Sahira.
"Oh ya, saya segera kesana."
"Pak, apa dokumen pembahasan rapat kita hari ini sudah Bapak baca," tanya Sahira.
Agatha baru menyadari jika ia hanya membolak balik kertas itu saja tanpa melihatnya apa lagi membaca.
"Oh tentu, kamu keluar dulu nanti saya menyusul," Agatha mencari alasan.
"Baik Pak."
Setelah Sahira menutup pintu Agatha membaca dokumen di hadapannya dengan cepat agar tidak terjadi kesalahan dalam memutuskkan hasil rapat.
Bahasan rapat tentang produk baru yang akan di keluarkan bekerja sama dengan pabrik milik Pak Hadi belum final hari ini.
Ada beberapa bagian yang belum matang untuk segera memanda tangani kontrak.
Agatha juga ingin meninjau langsung seperti apa pabrik milik Pak hadi bukan hanya sekedar lampiran dokumen dan photo-photo hasil cetakan saja.
"Bagaimana Pak, bisa saya meninjau langsung ke pabrik Bapak?" tanya Agatha pada Pak Surya.
"Tentu, tentu bisa. Bapak tinggal memberi kabar kapan Bapak ingin hadir. Kapan pun kami siap membawa Bapak mengelilingi pabrik kami," Pak Surya berkata dengan mantap.
"Ok baiklah. Keputusan akan kita buat setelah saya dari pabrik Bapak," ucap Agatha yang terlihat sangat PD meskipun sesekali Pak Surya menatap Agatha dengan tatapan aneh. Entah itu tatapan kasihan, tidak suka atau penasaran, hanya Pak Surya yang tahu.
"Mari Pak kita makan siang dulu di Resto dekat sini, perbincangan bisa membuat hubungan semakin hangat. Itu yang sering saya dengar," Pak Surya tersenyum.
"Bagaimana jika Bapak duluan, Saya harus keruangan saya dulu. Nanti saya akan menyusul."
"Baik Pak Agatha, saya tunggu ya Pak."
"Baiklah."
"Sahira, kamu ikut ke Resto ya!" Agtha mendongak menatap wajah Sahira yang terlihat semakain Ayu.
"Apa ini perintah Pak?" tanya Sahira bingung.
"Tentu saja ini perintah, saya kan atasan kamu," Agtha mencari alasan untuk terus dekat dengan Sahira.
Sahira yang tidak menyadari hanya mengurus kegugupannya yang belum hilang juga.
"Baiklah Pak."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments