“Astaghfirullah,” Sahira kaget saat Agatha tiba-tiba membuka pintu untuk keluar.
Agatha tersenyum melihat kelakuan Sahira.
Sahira yang tadinya fokus mempelajari dokumen yang di berikan Desi langsung berdiri ketika melihat sosok Agatha keluar pintu.
Namun tiba-tiba ada pemandangan tidak biasa yang harus di hadapi Sahira ketika Agatha keluar ruangan.
Agatha yang dulu di kenalnya tampan dan gagah kini duduk di kursi roda yang sudah canggih tanpa perlu di dorong, hanya ada alat pengendali yang dipegang oleh tangan kanan Agatha.
Sahira tidak tahu apa yang terjadi sepuluh tahun belakangan yang terpaksa membuat Agatha harus duduk di kursi roda yang sialnya terlihat sangat mahal.
“Kenapa bengong,” ucap Agatha yang membuyarkan lamunan Sahira.
“Eh Pak, Mau makan siang?” ucap Sahira gelagapan dengan seribu pertanyaan di otaknya yang entah kepada siapa ia akan mengutarakan.
“Ya, kamu udah makan siang?” Agatha mendongak pada Sahira yang berdiri di sampingnya.
“Belum Pak, masih banyak yang harus saya pelajari. Nanti aja makan siangnya,” ucap Sahira melihat tumpukan dokumen di meja kerjanya.
“Udah makan siang dulu, yuk ikutin saya,” ucap Agatha tersenyum dengan senyum yang bisa meluluhkan dunia.
Sahira sangat terpesona memandangnya, memandang senyum yang sepuluh tahun belakangan tidak pernah ia lihat lagi.Segera Sahira mengalihkan pandangannya dari pada ia semakin menggila dan terjurus dalam dosa- dosa.
“Gimana?” ucap Agatha menatap Sahira yang hanya bengong mendapat tawaran darinya.
“Baik Pak.”
Agatha mengerakkan kursi rodanya dengan diikuti Sahira di belakangnya.
Sesampainya di kantin Sahira mendapat pemandangan yang membuatnya semakin kagum dengan Bang Imannya yang dulu, sosok Agatha ternyata datang ke kantin karyawan dan mengajak Sahira makan disana.
“Bapak sering makan disini?” ucap Sahira kaget.
“Ngak juga, sesekali. Saya sering makan di luar kantor. Karna makan bareng kamu kayaknya lebih enak kalau kita makan disini,” lagi-lagi Agatha berbicara dengan senyum yang terpaksa membuat Sahira enggan kehilangan pemandangan terindah itu.
“Yuk makan!” Agatha menggerakkan tungkai pengendali kursi rodanya.
“Siang Pak.”
“Siang Pak.”
“Siang Pak,” ucap para karyawan yang Nampak sudah terbiasa dengan pemandangan seorang CEO makan di tempat makan kelas mereka.
Agatha hanya menanggapi dengan senyum wibawanya.
Setelah menyapa Agatha Nampak para karyawan melanjutkan makan dengan berbincang-bincang bersama teman- teman kerjanya tanpa canggung dengan adanya CEO di dekat mereka.
Nampak sekali bahwa Agatha adalah BOS yang baik dan juga ramah sehingga membuat nyaman para karyawannya.
“Duduk disini!” Agatha menarik kursi dan mempersilahkan Sahira duduk.
‘Oh my God,’ batin Sahira.
Sikap baik Agatha pada semua orang masih sama seperti sepuluh tahun yang lalu, seorang ketua OSIS yang tampan, ramah dan juga baik hati. Perbedaanya dulu Sahira tidak tahu jika Agatha adalah pewaris dari keluarga konglomerat.
“Harusnya saya yang melayani Bapak sebagai Skretaris Bapak, bukan kebalikannya,” ucap Sahira menunduk.
“Ngak papa, saya sudah terbiasa bersikap seperti ini pada wanita. Kamu jangan anggap ini berlebihan ya,” ucap Agatha, kali ini nadanya terdengar seperti seorang kakak yang menasehati adiknya.
“Ya Pak, Bapak mau pesan apa nanti saya panggilin Mbak nya,” ucap Sahira duduk di kursi depan Agatha.
Sekarang mereka tidak tampak lagi seperti seorang Bos dan bawahan, malah Nampak seperti seorang pasangan. Namun demikian karyawan dan pelayan kantin Nampak biasa saja melakukan aktivitas mereka, tidak seperti halnya adegan di film–film, jika di sebuah film seoarang CEO di perusaan makan di kantin karyawan dengan sekretaris baru dan di perlakuan manis maka semua mata akan tertuju pada mereka berdua. Namun itu hanya di film atau drama berbeda dengan kenyataan yang terjadi antara Agatha dan Sahira.
“Sahira kamu dulu sekolah dimana?”
Sahira tahu betul kemana arah pembicaan mereka, hanya saja ia belum siap mengatakan siapa dirinya yang sebananya.
Ingin rasanya ia mengatakan bahwa ia adalah Sahira yang dulu adalah orang yang menjadi adik kelasnya sekaligus pacarnya yang ia hianati namun tetap mencintainya dan menunggu kesempatan untuk bertemu dengannya selama sepuluh tahun lamanya.
“Aku dulu di kampung Pak, dan saya yakin Bapak tidak akan tahu dengan kampung saya meskipun saya sebutkan.”
‘maafkan hamba Ya Allah, telah berbohong,’ ucap sahira dalam hatinya.
“Sebutin aja dulu, siapa tahu saya tahu,” ucap Agatha menyelidik.
“ Oh iya, kita kan belum pesan makanan pak. Saya panggil mbaknya dulu ya Pak,” Sahira mengalihkan pembicaraan. Jika Sahira menjawab lagi maka ia harus berbohong lagi. Memang betul kata orang jika ada kebohongan pertama maka aka nada kebohongan yang kedua dan ketiga.
“Mbak, mbak,” panggil Sahira lembut.
Agatha curiga dengan kelakuan Sahira yang mengalihkan perhatiannya, ia yakin Sahira menyembunyikan sesuatu, namun ia belum yakin sepenuhnya jikalau Sahira yang di hadapannya adalah Sahira cinta pertamanya.
“Kenapa ngak mau jawab pertanyaan saya?” ucap Agatha melototi Sahira.
Sahira menggaruk kepala yang tertutup kerudungnya namun tidak gatal, ia bingung harus berbicara apa supaya tidak berbohong, namun ia sudah terlanjur berbohong.
“Ya sudah kalu ngak mau jawab, ngak penting juga kan,” timpal Agatha.
‘Lagian kalau saya tidak bisa tahu dari kamu, saya bisa menyuruh orang untuk menyelidiki siapa kamu’ batin Agatha.
“Ya ngak penting dari mana saya berasal, yang penting saya bukan alien, hehe.”
Sejenak Sahira melupakan jikalau Agatha adalah atasannya, ia malah keceplosan bercanda tidak jelas.
Agatha tersenyum menanggapinya.
Sahira yang baru sadar dengan apa yang ia bicarakan repleks menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
Agatha yang menyadari itu langsung tertawa. Tawa Agatha hanya memperlihatkan barisan gigi atasnya yang juga sialnya sangat menawan.
Sahira sungguh tidak tahan jikalau ia harus mendapat pemandangan seperti ini setiap harinya, Imannya bisa runtuh seketika dan berakhir pada dosa-dosa yang tidak ingin ia lakukan.
‘Andai aku bisa menikahinya,’ pikiran itu langsung terbesit begitu saja setelah melihat tawa Agatha.
“Tidak usah sungkan, semua karyawan di sini juga bersikap biasa saja,” ucap Agatha masih tertawa kecil.
“Maaf Pak mau pesan apa?” Mereka berdua melupakan palayan yang dari tadi berdiri menunggu pesanan dengan buku menu yang di pegang oleh mereka berdua.
“Oh, seperti biasa,” ucap Agatha yang baru tersadar.
“Hehe, samain aja mbak,” ucap Sahira tanpa tahu apa yang di sebut Agatha seperti biasa.
Agatha tersenyum kembali melihat sikap Sahira yang ia tahu itu adalah sikap Sahiranya yang dulu.
“Emang ngak mau tahu saya pesan apa?” ucap Agatha terkekeh.
Sahira heran mengapa mereka terlihat seakrab ini, padahal baru tadi pagi mereka bertemu.
“Saya yakin dengan pesanan Bapak,” ucap Sahira mantap.
Di tengah perbincangan pelayan tiba dengan dua cangkir jus jeruk, kemudian menysul dua piring spageti.
Sahira terkekeh melihatnya, ingatannya terlemapar pada sepuluh tahun silam.
Agatha suka sekali memesan Spageti yang ia sebut Ramen di Resto depan sekolah mereka dulu.
“Kenapa tertawa?” Tawa Sahira menambah keyakinan tentang siapa Sahira sesungguhnya.
“Tidak,” jawab Sahira menutup mulutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Happy♡~
Like 👍
2021-04-23
0
Ita Sinta
lanjutt
2021-04-07
0
Ms Dahlia
masa si di CV g ada nama asal sekolah? pasti ada dong. jd si Agatha bs kenal SM Sahira dong
2021-03-17
0