BAB 04 - Pertemuan Malam Itu

Psithurism Art adalah galeri lukisan milik ayah David yang memiliki lima lantai. Gedung galeri ini tidak hanya digunakan untuk pameran lukisan, tetapi juga membuka kursus melukis untuk anak-anak.

Sesungguhnya, seni lukis bukanlah bidang yang digeluti David. Ia hanya membantu sang ayah menjalankan bisnis galeri tersebut. Ayah David sendiri merupakan seorang pebisnis sekaligus CEO dari perusahaan Golden Group. Galeri ini hanyalah salah satu dari banyak bisnis yang dimiliki ayahnya, lahir dari kecintaannya terhadap seni lukis. Justru di tempat inilah David memiliki banyak kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama Reisa, kekasihnya.

Sudah cukup lama sejak Lusia memutuskan untuk melanjutkan melihat-lihat beberapa lukisan di lantai dua, yang kini telah dipenuhi beberapa pengunjung.

“Hari ini cukup ramai. Apa karena Psithurism Art mendatangkan beberapa lukisan baru?” gumam Lusia.

Nada notifikasi WhatsApp berdenting pelan, “Ting... Tung”

Lusia menghentikan langkahnya sejenak, membuka ponsel yang ia simpan di dalam tas kecilnya. Di layar, muncul pesan dari Dave, rekan kerjanya di Friend’s Cafe.

“Kau masih belum kembali?”

Lusia membelalak. Panik tiba-tiba menyeruak ."Astaga... Aku benar-benar lupa,” desisnya pelan.

Rasa bersalah menyergap begitu cepat. Ia terlalu tenggelam menikmati lukisan-lukisan di galeri hingga melupakan waktu, hingga lupa bahwa ia masih harus kembali ke Friend’s Cafe. Bahkan, mobil operasional kafe masih bersamanya.

Dengan cepat ia mengetik balasan, jari-jarinya sedikit gemetar karena terburu-buru. “Aku akan segera kembali, tunggu aku. Kupastikan sudah di sana sebelum jam kerjamu berakhir... sorry yah Dave… maafkan aku ( !_!)”

Tak lama kemudian, balasan masuk.

“Baiklah, jangan khawatir. Aku bisa menunggu dan menggantikan shift. Kalau masih butuh waktu, jangan sungkan, kebetulan aku nggak ada jadwal lain.”

Lusia terdiam sejenak, matanya melembut membaca pesan itu. Ia tersenyum. Di tengah kepadatan harinya yang melelahkan, ada seseorang yang dengan tulus memberinya ruang bernapas.

"Dia benar-benar bisa diandalkan di saat seperti ini," ucapnya pelan, lalu menyelipkan kembali ponselnya.

Sementara itu, di cafe yang mulai ramai pengunjung sore, Dave menatap layar ponselnya yang kembali redup. Senyum tipis merekah di wajahnya yang masih muda.

"Dia sungguh tak perlu minta maaf," gumamnya dalam hati, lalu kembali memutar apron dan melanjutkan pekerjaannya di balik meja kasir.

Dave, anak SMA yang bekerja paruh waktu, mungkin terlihat biasa saja. Tapi dalam diamnya, ia sangat menghargai Lusia. Bagi Dave, semua bantuan kecil yang ia lakukan tak sebanding dengan kebaikan dan perhatian yang selama ini diberikan Lusia padanya. Lusia sudah seperti kakak yang tak pernah pelit membagi perhatian dan selalu menjaganya.

Lusia melangkah cepat meninggalkan lantai dua, niatnya hanya satu, segera kembali ke kafe. Namun, langkahnya terpaksa terhenti mendadak. Tanpa aba-aba, seluruh ruangan diselimuti kegelapan total.

Seketika, hiruk-pikuk kecil terdengar dari berbagai arah. Suara sepatu bergeser, desahan bingung, hingga bisik-bisik cemas dari para pengunjung yang kini sama-sama terkurung dalam gelap.

“Apa yang terjadi... mati lampu?” gumam Lusia, separuh bertanya, separuh tak percaya. “Galeri sebesar ini bisa mati lampu juga?”

Lusia tetap berusaha tenang. Tangannya meraba-raba isi tas, mencari ponsel dan segera menyalakan fitur senter. Cahaya kecil itu cukup untuk membuatnya bisa melihat beberapa langkah ke depan. Dengan hati-hati, ia mulai bergerak perlahan, menyusuri dinding, berusaha menemukan jalan menuju tangga darurat.

Di tengah kepanikan samar itu, terdengar suara staf yang berusaha menenangkan para pengunjung. Mereka meminta semua orang untuk tetap tenang di tempat masing-masing dan menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi.

Tak lama kemudian, seorang staf lain menambahkan penjelasan dengan nada tegas namun tetap sopan bahwa telah terjadi masalah pada sistem kelistrikan galeri. Mereka mengakui adanya kendala dalam menyalakan genset, namun memastikan bahwa situasi akan segera teratasi dan memohon pengertian serta kesabaran dari para pengunjung.

Beberapa staf mulai berkeliling membawa lampu charge darurat, memberikan penerangan sebisanya. Namun tetap saja, tidak sedikit pengunjung yang mulai gelisah dan mengeluh karena lampu tak kunjung kembali menyala.

Lusia menarik napas dalam-dalam. “Tenang Lusia. Ini cuma mati lampu” bisiknya pada diri sendiri, sambil terus melangkah pelan menuju arah tangga, berusaha keluar dari kegelapan yang entah mengapa terasa lebih panjang dari seharusnya.

"Brakkkkk...."

Tiba-tiba suara benda jatuh terdengar nyaring, menggelegar di tengah gelapnya galeri. Suara kanvas yang terhempas diikuti pekikan seorang pengunjung menciptakan kepanikan kecil di antara kerumunan.

Di tengah kekacauan itu, seorang pria bertubuh kekar melayangkan protes keras. Ia menuding seorang laki-laki yang tampak panik dan tidak menggubris keberadaannya. Laki-laki itu bergeming, hanya memundurkan tubuh dan menyandarkan diri ke dinding sambil berulang kali berkata agar tak seorang pun mendekat.

“Jangan mendekat…!!!” ucapnya.

Tubuhnya gemetar, nafasnya memburu, dan tangannya mencengkeram erat dada seolah menahan sesuatu yang sakit dari dalam. Wajahnya tampak pucat dalam sorot cahaya ponsel yang berseliweran di sekitarnya. Laki-laki itu adalah Rayn. Ia terus meminta orang-orang menjauh, suaranya melemah penuh desakan.

Namun, rasa penasaran justru menggerakkan para pengunjung mendekat. Mereka berusaha melihat lebih jelas, hanya bermodalkan cahaya senter ponsel masing-masing yang menari-nari di antara bayangan.

Seorang staf galeri mendekat, suaranya terdengar sopan dan cemas saat bertanya apakah Rayn baik-baik saja. Namun Rayn menepis perhatian itu, menyingkir menjauhi kerumunan tanpa berkata banyak.

Pria kekar yang sempat membentaknya merasa tersinggung oleh sikap itu. Tanpa memikirkan kondisi Rayn, ia melangkah cepat dan menarik bagian belakang baju Rayn, bermaksud menghentikan langkahnya dengan paksa.

“Hei, mau kemana kau si**an… !” teriaknya.

Namun Rayn, yang sudah kehilangan kendali, membalas dengan dorongan keras. Tubuh pria itu terlempar ke lantai, disambut keheningan sesaat sebelum gemuruh keributan kembali mengisi ruangan yang masih diselimuti gelap.

Menyadari bahwa tindakannya barusan tanpa sengaja menyakiti orang lain, Rayn segera mengangkat wajahnya dan meminta maaf dengan suara parau. Ia tidak bermaksud menyerang siapa pun. Nafasnya berat, tubuhnya limbung, dan dengan susah payah ia meraba dinding untuk kembali bersandar, berusaha mempertahankan kesadaran.

"Aku mohon, berhenti menyentuhku," desaknya lirih namun jelas, menyiratkan kepanikan yang terpendam.

Meski permohonannya sudah terdengar, para pengunjung tetap mengelilinginya. Mereka belum sepenuhnya memahami apa yang sebenarnya terjadi, dan justru membuat Rayn semakin terpojok. Suaranya melemah, namun memohon dengan tulus, "Apa kalian tidak dengar? Kumohon... kumohon, jangan mendekat... jangan sentuh aku..."

Nada itu akhirnya membuat sebagian pengunjung mundur pelan. Mereka mulai ragu, saling berbisik, mencoba menebak-nebak kondisi Rayn. Ada yang menunjukkan empati, ada pula yang mengernyit, menyangka Rayn tengah mabuk atau kehilangan akal.

Di tengah cahaya minim dari lampu-lampu ponsel, Lusia berdiri tak jauh, berusaha memahami kekacauan di depannya. Semuanya terlihat samar wajah-wajah bingung, bisik-bisik waswas, dan Rayn yang terduduk lemah di tengahnya.

Namun suasana kembali memanas. Pria kekar yang tadi terjatuh kini sudah berdiri dengan wajah penuh amarah. Tanpa peringatan, ia melayangkan pukulan ke arah Rayn. Tubuh Rayn ambruk, jatuh terduduk di lantai.

"Apa kau sudah gila?!" bentaknya lantang. "Apa yang kau bilang tadi? Jangan sentuh kau? Kau pikir kau anak sultan? Dewa, hah?! Sialan!"  Teriakannya menggema, menyulut kepanikan baru di tengah ruangan yang masih gelap.

Salah satu staf wanita galeri tampak panik. Ia berlari kecil di antara kerumunan, menempelkan ponsel ke telinganya. Wajahnya tegang, napas memburu, dan pandangannya gelisah menyapu sekeliling. Berkali-kali ia mencoba menghubungi petugas keamanan, namun tak satu pun panggilan tersambung. Suasana yang semakin kacau membuatnya semakin cemas, seolah setiap detik keterlambatan bisa memperburuk keadaan.

Pria itu masih terus meluapkan amarahnya, memaki-maki Rayn dengan kepalan tangan yang sudah siap kembali dilayangkan. Sementara itu, Rayn hanya menunduk, tubuhnya gemetar, menahan sakit yang belum sepenuhnya reda. Saat pria itu mengangkat tangannya untuk memukul lagi, sebuah langkah cepat menerobos kerumunan.

Lusia dengan nafas tersengal karena berlari berdiri tepat di depan Rayn, merentangkan kedua lengannya, menghadang tubuh kekar yang siap menerjang.

“Tolong hentikan… !!!” Teriak Lusia.

Ia berseru lantang, memohon agar pria itu berhenti. Kata-katanya tajam namun jelas menunjukkan kepedulian. Ia menunjukkan bahwa Rayn sudah tak lagi mampu melawan, tak sepantasnya seseorang memukul orang lain yang bahkan tak bisa berdiri tegak.

Melihat pukulan itu akhirnya tertahan, Lusia segera membalikkan tubuhnya, berlutut di samping Rayn. Tanpa ragu, ia melepaskan jaket yang dikenakannya, lalu menutup kepala Rayn dengan lembut. Pria itu tampak semakin rapuh, mencoba menjauh, bahkan sempat menepis tangan Lusia dengan lemah, namun Lusia tetap bertahan.

Ia memeluk Rayn, erat namun penuh kehangatan, lalu menyalakan cahaya kecil dari ponselnya. Dengan suara lembut, ia terus menguatkan Rayn, meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja, bahwa ia aman. Cahaya itu menjadi jangkar di tengah gelap dan kekacauan yang melingkupi galeri.

Lusia kemudian menoleh pada para pengunjung yang masih mengelilingi mereka. Dengan nada tenang namun tegas, ia meminta mereka untuk mundur. Ia menyampaikan bahwa dari cara Rayn gemetar dan menghindar, jelas ia sedang mengalami ketakutan yang luar biasa mungkin fobia akan kegelapan atau keramaian. Bukan karena ingin melukai siapa pun.

Terakhir, tatapannya beralih pada pria yang sebelumnya memukul Rayn. Ia memohon pengertiannya juga, meyakinkan bahwa Rayn tak berniat jahat, ia hanya sedang terjebak dalam kepanikan yang tak bisa ia kendalikan.

Pria itu mendengus kesal, lalu meludah sembarangan ke lantai sebelum memutar tubuhnya. “Hahh... Anggap saja aku sedang sial hari ini,” gerutunya, lalu berjalan menjauh meninggalkan Rayn dan Lusia. Ia tak menoleh lagi.

Lusia hanya bisa menundukkan kepala, membalas dengan isyarat maaf meski pria itu tak lagi melihat. Tangannya masih memeluk Rayn erat, mencoba memberi perlindungan sederhana di tengah situasi yang perlahan mulai mereda.

Beberapa menit kemudian, lampu akhirnya menyala. Cahaya putih keemasan memenuhi galeri, menyingkirkan bayang-bayang ketakutan yang sempat menguasai ruangan. Satu per satu pengunjung mulai meninggalkan lantai dua, dibimbing oleh staf galeri yang tampak sibuk mengarahkan dan mengucapkan permintaan maaf.

Ucapan maaf itu terdengar berulang-ulang, tulus dan gugup. Sebagian pengunjung hanya mengangguk maklum, memahami bahwa ini adalah kejadian tak terduga. Namun tak sedikit pula yang pergi dengan wajah kecewa, menyisakan bisik-bisik tajam dan komentar pedas mengenai buruknya pelayanan serta lemahnya keamanan Psithurism Art Gallery malam itu.

Seorang staf berdiri di dekat lift, menahan pintu tetap terbuka sambil membungkuk kecil setiap kali pengunjung masuk. “Kami mohon maaf atas ketidaknyamanannya,” ujarnya berulang kali, suaranya pelan namun tulus.

Di sudut yang lebih sepi, Lusia memandang Rayn yang masih bersandar di dinding. Dengan suara lembut, ia berbisik padanya meyakinkan bahwa semuanya telah usai. Tak ada lagi sorotan ponsel, tak ada lagi suara gaduh, hanya dirinya yang masih di sisi Rayn.

Lusia menunduk, menatap wajah Rayn yang masih tertutup oleh jaketnya. Suaranya pelan, penuh kehati-hatian. “Apa kau sudah mulai merasa lebih baik? Apa aku sudah bisa membuka jaketnya?”

Tak ada jawaban. Ia mencoba lagi, kali ini dengan nada sedikit lebih cemas. “Apa kita perlu ke rumah sakit?”

Tetap tak ada respons. Lusia menarik napas pelan, mencoba untuk tidak panik. “Atau... tunggulah sebentar. Aku akan meminta air untukmu.”

Ia melepaskan pelukannya perlahan, berusaha bangkit berdiri. Namun tiba-tiba, sebuah suara lirih menghentikannya. “Jangan pergi…”

Rayn meraih lengannya, genggamannya lemah tapi terasa memohon. “Hanya sebentar saja… bisakah kau tetap di sini sebentar saja?”

Lusia menatapnya dengan penuh iba. “Kenapa? Apa ada yang terluka?”

Ia mencoba membuka jaket yang menutupi kepala Rayn, berharap bisa melihat ekspresinya dengan lebih jelas. Tapi Rayn tak menjawab. Sebaliknya, ia justru menarik Lusia kembali dalam pelukannya, lebih erat dari sebelumnya. Dagunya bersandar lelah di bahu gadis itu, seakan berusaha menemukan ketenangan dalam kehadirannya.

“Kumohon…” bisiknya nyaris tak terdengar, matanya terpejam, seolah dunia di sekeliling mereka akhirnya bisa menghilang hanya dengan kehadiran satu orang saja.

Ia pun tak mengerti. Tak tahu mengapa tubuhnya tidak lagi memberontak. Mengapa ia bisa membiarkan seseorang berada sedekat itu. Membiarkan pelukan Lusia bertahan begitu lama tanpa dorongan untuk menghindar. Dan untuk pertama kalinya sejak ketakutan itu kembali menyerangnya, Rayn merasa napasnya mulai teratur. Hatinya tak lagi berdentum membabi buta.

Rayn belum siap untuk memahami apa artinya ini semua, tapi yang ia tahu, ia tidak ingin Lusia pergi. Bukan sekarang.

***To Be Continued***

Hallo para pembaca setia Rayn & Lusia 👋😃

✅ Terus Dukung Karya ini dengan menjadikan FAVORITE yah..

❤ Berikan Like kalian hanya dengan klik Like pada symbol Love, GRATIS loh 😍

📝Lengkapi kehaluan Author dengan KOMENTAR kalian di setiap BAB nya ya…. ( saran dari kalian juga bisa menjadi inspirasi cerita Author)

🎀 PLEASE BERIKAN VOTE pada karya ini agar semakin di Up Up Up dan Up lagi oleh platform.

Terima Kasih atas semua dukungannya 🙆

Terpopuler

Comments

@InunAnwar

@InunAnwar

mr phobia mulai menemukan kenyamanan

2021-12-01

0

Queen

Queen

wawawahh keren banget, serasa nonton drakor gue,,,asli thorr bagus banget thank yahhh rekomendasinya

2021-07-30

1

BYG

BYG

Calon Jodoh sudah ini

2021-07-16

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 01 - Prolog
2 BAB 02 - Karena dia sahabatku
3 BAB 03 - Lotus
4 BAB 04 - Pertemuan Malam Itu
5 BAB 05 - Terjebak Pelukannya
6 BAB 06 - Tidak tahu Terima Kasih
7 BAB 07 - Horor
8 BAB 08 - Psikopat
9 BAB 09 - Malam Yang Panjang
10 BAB 10 - Bromance
11 BAB 11 - Cemburu
12 BAB 12 - Negoisasi
13 BAB 13 - Kopi dari Sang Pangeran
14 BAB 14 - Bunga Misterius
15 BAB 15 - Awal Dari Semua
16 BAB 16 - Maafkan Aku Ibu
17 BAB 17 - Perasaan Kelvin
18 BAB 18 - Flahsback
19 BAB 19 - Diasingkan
20 BAB 20 - Kesepakatan
21 BAB 21 - Raihlah Tanganku
22 BAB 22 - Panggilan untuk Bos baru
23 BAB 23 - Jalan Hidupku Miliku
24 BAB 24 - Mobil Baru
25 BAB 25 - Mobil Misterius
26 BAB 26 - BodyGuard Baru
27 BAB 27 - Kencan Romantis
28 BAB 28 - Hiburan Malam
29 BAB 29 - Pertolongan
30 BAB 30 - Siapa dia ?
31 Bab 31 - Penguntit ?
32 BAB 32 - Netizen Maha Benar
33 BAB 33 - Mabuk
34 BAB 34 - Terlalu Rupawan
35 Bab 35 - Percayalah Padaku
36 BAB 36 - Anak AYam
37 BAB 37 - Kejamnya Haters
38 BAB 38 - Ingatan Yang Menyiksa
39 BAB 39 - Gadis Kuncir Kuda
40 BAB 40 - Fakta Yang Tak Terungkap
41 BAB 41 - Kau Kekasihku
42 BAB 42 - Demi Lusia
43 BAB 43 - Tertipu
44 BAB 44 - Kabar Baik
45 BAB 45 - Di Salahpahami
46 BAB 46 - Yang Tidak Mickey Ingat
47 BAB 47 - Dia Gadis Berkuncir Kuda
48 BAB 48 - Sup Kerang
49 BAB 49 - Impianmu adalah Milikmu
50 BAB 50 - Bahagia diatas Penderitaanku
51 BAB 51 - Orang Pertama Bagiku
52 BAB 52 - Apa Dia Pacarnya? (Misi ke-3 Part 1)
53 BAB 53 - Baby Sister Bayi Raksasa ( Misi ke-3 Part 2 )
54 BAB 54 - Cemburu?
55 BAB 55 - Terlalu Lemah
56 BAB 56 - Dervilia
57 BAB 57 - Siapa wanita itu?
58 BAB 58 - Aku pun ingin menyerah
59 BAB 59 - Dr. Leona
60 BAB 60 - Colokan Listrik
61 BAB 61 - Dicemaskan 2 Pria
62 BAB 62 - Karena Aku Suka
63 BAB 63 - Kembang Api
64 BAB 64 - Pria Misterius yang Kejam
65 BAB 65 - Kau Segalanya Bagiku.
66 BAB 66 - Dia Wanitaku
67 BAB 67 - Kegiatan Romantis di pagi hari
68 BAB 68 - Tidak Ingin Menyerah
69 BAB 69 - Jangan Pergi
70 BAB 70 - Aroma Petrichor
71 BAB 71 - Derita Mickey Kecil
72 BAB 72 - Cahaya dan Luka Mickey
73 BAB 73 - Hantu Putri Duyung
74 BAB 74 - Menjadi Istriku
75 BAB 75 - Aku Mencintaimu Lusia
76 BAB 76 - Semak-Semak
77 BAB 77 - Siapa Dia (Part2)
78 BAB 78 - Cinta Mickey
79 BAB 79 - Cara Kencan Kami
80 BAB 80 - Cemburu ?
81 BAB 81 - Malam Kecelakaan
82 BAB 82 - Ibu
83 BAB 83 - Bukan Salahmu
84 BAB 84 - Kenapa Harus Dirimu
85 Pengumuman
86 BAB 85 - Mustahil itu Ayahmu
87 BAB 86 - Louis, Narapidana 7007
88 BAB 86 - Dia, Si Pria Pembunuh
89 BAB 87 - Kau Bukan Dewa atau Tuhan
90 BAB 2 - Tergoda Sang Penggoda
91 BAB 91 - Kesempurnaan Hatimu
92 BAB 92 - Garis Takdir
93 BAB 93 - Hatiku Selalu Miliknya
94 BAB 94 - Melepaskan Rasa
95 BAB 95 - Si Kembar Yang Jahat
96 BAB 96 - Aku Ingin Tubuhmu
97 BAB 97 - Dia Si Pria Misterius
98 BAB 98 - Sang Psikopat
99 BAB 99 - Selamatkan Dia
100 BAB 100 - Bukan Salahmu
101 BAB 101 - Masih Menunggumu
102 BAB 102 - Little Mermaid
103 BAB 104 - Keputusan Yang Sulit
104 BAB 103 - Aku Tanpamu
105 BAB 104 - Keputusan Yang Sulit
106 BAB 105 - Bukan Mimpi
107 BAB 106 - Menjadikanmu Takdirku
108 BAB 107 - Lebih dari Kekasihku
109 BAB 108 - Ketangkap Basah
110 BAB 109 - Menipu Dunia
111 BAB 110 - Dia Masih Hidup
112 BAB 111 - Kenyamanan
113 BAB 112 - Keluarga Bahagia
114 BAB 113 - Kebahagian Yang Sederhana
115 BAB 114 - Ketakutanku
116 BAB 115 - Bersamamu Seperti Ini
117 BAB 116 - Melindungnya Dengan Caraku
118 BAB 117 - Drama Romansa Canada
119 BAB 118 - Pilihan Yang Ku Pilih
120 BAB 119 - Will You Merry Me
121 BAB 120 - Restu Darinya
122 BAB 121 - Warna Hidupku Darinya
123 BAB 122 - Duniaku Bersamanya
124 BAB 123 - Wedding Day
125 BAB 124 - Malam Yang Tertunda
126 BAB 125 - Melindungi Perasaanmu
127 BAB 126 - Wanita Yang Menungguku Pulang
128 BAB 127 - Menjadi Suami Yang Sempurna
129 BAB 128 - Dia Suamiku
130 BAB 129 - Menuju Surga Dunia
131 BAB 130 - Incredible Night
132 BAB 131 - Melindungi Adikku, Ryan
133 BAB 132 - Cucu Team Kesebelasan
134 BAB 133 - Aku Memilihmu
135 BAB 134 - Sikap Yang Ku Pilih
136 BAB 135 - Selamat Tinggal
137 BAB 136 - Rahasia Tanpa Diriku
138 BAB 137 - Dia Ayahku
139 BAB 138 - Apa Kau Baik-Baik Saja ?
140 BAB 139 - Tatapan Itu Lagi
141 BAB 140 - Aku Selalu Ada
142 BAB 141 - Aku Tidak Bisa Membencimu
143 BAB 142 - Satunya Yang Melindungimu
144 BAB 143 - Kau Tidak Mencintainya
145 BAB 144 - Terhanyut
146 BAB 145 - Jangan Menahannya
147 BAB 146 - Cinta Sejati itu Dirimu
148 BAB 147 - Dewa Takdir
149 BAB 148 - Langit Senja
150 BAB 149 - Drama Romantis
151 BAB 150 - Undanga Reuni
152 BAB 151 - Gosip Menikah
153 BAB 152 - Reuni Terburuk
154 BAB 154 - Dia Pemenangnya
155 BAB 155 - Circle
156 BAB 156 - Menjadi Ayah
157 BAB 157 - Racikan Derward
158 BAB 158 - Rencana Derward, Goal !
159 BAB 159 - Kesetiaan Leona
160 BAB 160 - Picnic Day
161 BAB 161 - Kesetian Arka
162 BAB 162 - Hanya Ingin Melindungimu
163 BAB 163 - Cemburu Kekanakan
164 BAB 164 - NK Group ?
165 BAB 165 - Perihnya Kekuasaan
166 BAB 166 - Keputusan Leona
167 BAB 167 - Lie
168 BAB 168 - Percayalah Padaku
169 BAB 169 - Undangan VVIP
170 BAB 170 - Siapa Lotus ?
171 BAB 171 - Dia adalah Lotus
172 BAB 172 - Dia Wanitaku
173 BAB 173 - Destiny
174 BAB 174 - Berita Besar
175 BAB 175 - Kaburnya Louis
176 BAB 176 - Dendam Mike
177 BAB 177 - Menghibur
178 BAB 178 - Dibodohi
179 BAB 179 - Putra NK Group
180 BAB 180 - Sepatu Bayi
181 BAB 181 - Jawaban Penantian
182 BAB 182 - Tunggu Aku
183 BAB 183 - Selamatkan Dia
184 BAB 184 - Katakan Padaku
185 BAB 185 - Buah Hati
186 BAB 186 - Ironis
187 BAB 187 - Kebebasan Mickey
188 BAB 188 - Apa Itu Dirimu ?
189 BAB 189 - Jangan Pernah Melepasku
190 BAB 190 - Cukup Hanya Kita
191 BAB 191 - Kembali Muda
192 BAB 192 - Ice Cream
193 BAB 193 - Tentang Kita Berdua
Episodes

Updated 193 Episodes

1
BAB 01 - Prolog
2
BAB 02 - Karena dia sahabatku
3
BAB 03 - Lotus
4
BAB 04 - Pertemuan Malam Itu
5
BAB 05 - Terjebak Pelukannya
6
BAB 06 - Tidak tahu Terima Kasih
7
BAB 07 - Horor
8
BAB 08 - Psikopat
9
BAB 09 - Malam Yang Panjang
10
BAB 10 - Bromance
11
BAB 11 - Cemburu
12
BAB 12 - Negoisasi
13
BAB 13 - Kopi dari Sang Pangeran
14
BAB 14 - Bunga Misterius
15
BAB 15 - Awal Dari Semua
16
BAB 16 - Maafkan Aku Ibu
17
BAB 17 - Perasaan Kelvin
18
BAB 18 - Flahsback
19
BAB 19 - Diasingkan
20
BAB 20 - Kesepakatan
21
BAB 21 - Raihlah Tanganku
22
BAB 22 - Panggilan untuk Bos baru
23
BAB 23 - Jalan Hidupku Miliku
24
BAB 24 - Mobil Baru
25
BAB 25 - Mobil Misterius
26
BAB 26 - BodyGuard Baru
27
BAB 27 - Kencan Romantis
28
BAB 28 - Hiburan Malam
29
BAB 29 - Pertolongan
30
BAB 30 - Siapa dia ?
31
Bab 31 - Penguntit ?
32
BAB 32 - Netizen Maha Benar
33
BAB 33 - Mabuk
34
BAB 34 - Terlalu Rupawan
35
Bab 35 - Percayalah Padaku
36
BAB 36 - Anak AYam
37
BAB 37 - Kejamnya Haters
38
BAB 38 - Ingatan Yang Menyiksa
39
BAB 39 - Gadis Kuncir Kuda
40
BAB 40 - Fakta Yang Tak Terungkap
41
BAB 41 - Kau Kekasihku
42
BAB 42 - Demi Lusia
43
BAB 43 - Tertipu
44
BAB 44 - Kabar Baik
45
BAB 45 - Di Salahpahami
46
BAB 46 - Yang Tidak Mickey Ingat
47
BAB 47 - Dia Gadis Berkuncir Kuda
48
BAB 48 - Sup Kerang
49
BAB 49 - Impianmu adalah Milikmu
50
BAB 50 - Bahagia diatas Penderitaanku
51
BAB 51 - Orang Pertama Bagiku
52
BAB 52 - Apa Dia Pacarnya? (Misi ke-3 Part 1)
53
BAB 53 - Baby Sister Bayi Raksasa ( Misi ke-3 Part 2 )
54
BAB 54 - Cemburu?
55
BAB 55 - Terlalu Lemah
56
BAB 56 - Dervilia
57
BAB 57 - Siapa wanita itu?
58
BAB 58 - Aku pun ingin menyerah
59
BAB 59 - Dr. Leona
60
BAB 60 - Colokan Listrik
61
BAB 61 - Dicemaskan 2 Pria
62
BAB 62 - Karena Aku Suka
63
BAB 63 - Kembang Api
64
BAB 64 - Pria Misterius yang Kejam
65
BAB 65 - Kau Segalanya Bagiku.
66
BAB 66 - Dia Wanitaku
67
BAB 67 - Kegiatan Romantis di pagi hari
68
BAB 68 - Tidak Ingin Menyerah
69
BAB 69 - Jangan Pergi
70
BAB 70 - Aroma Petrichor
71
BAB 71 - Derita Mickey Kecil
72
BAB 72 - Cahaya dan Luka Mickey
73
BAB 73 - Hantu Putri Duyung
74
BAB 74 - Menjadi Istriku
75
BAB 75 - Aku Mencintaimu Lusia
76
BAB 76 - Semak-Semak
77
BAB 77 - Siapa Dia (Part2)
78
BAB 78 - Cinta Mickey
79
BAB 79 - Cara Kencan Kami
80
BAB 80 - Cemburu ?
81
BAB 81 - Malam Kecelakaan
82
BAB 82 - Ibu
83
BAB 83 - Bukan Salahmu
84
BAB 84 - Kenapa Harus Dirimu
85
Pengumuman
86
BAB 85 - Mustahil itu Ayahmu
87
BAB 86 - Louis, Narapidana 7007
88
BAB 86 - Dia, Si Pria Pembunuh
89
BAB 87 - Kau Bukan Dewa atau Tuhan
90
BAB 2 - Tergoda Sang Penggoda
91
BAB 91 - Kesempurnaan Hatimu
92
BAB 92 - Garis Takdir
93
BAB 93 - Hatiku Selalu Miliknya
94
BAB 94 - Melepaskan Rasa
95
BAB 95 - Si Kembar Yang Jahat
96
BAB 96 - Aku Ingin Tubuhmu
97
BAB 97 - Dia Si Pria Misterius
98
BAB 98 - Sang Psikopat
99
BAB 99 - Selamatkan Dia
100
BAB 100 - Bukan Salahmu
101
BAB 101 - Masih Menunggumu
102
BAB 102 - Little Mermaid
103
BAB 104 - Keputusan Yang Sulit
104
BAB 103 - Aku Tanpamu
105
BAB 104 - Keputusan Yang Sulit
106
BAB 105 - Bukan Mimpi
107
BAB 106 - Menjadikanmu Takdirku
108
BAB 107 - Lebih dari Kekasihku
109
BAB 108 - Ketangkap Basah
110
BAB 109 - Menipu Dunia
111
BAB 110 - Dia Masih Hidup
112
BAB 111 - Kenyamanan
113
BAB 112 - Keluarga Bahagia
114
BAB 113 - Kebahagian Yang Sederhana
115
BAB 114 - Ketakutanku
116
BAB 115 - Bersamamu Seperti Ini
117
BAB 116 - Melindungnya Dengan Caraku
118
BAB 117 - Drama Romansa Canada
119
BAB 118 - Pilihan Yang Ku Pilih
120
BAB 119 - Will You Merry Me
121
BAB 120 - Restu Darinya
122
BAB 121 - Warna Hidupku Darinya
123
BAB 122 - Duniaku Bersamanya
124
BAB 123 - Wedding Day
125
BAB 124 - Malam Yang Tertunda
126
BAB 125 - Melindungi Perasaanmu
127
BAB 126 - Wanita Yang Menungguku Pulang
128
BAB 127 - Menjadi Suami Yang Sempurna
129
BAB 128 - Dia Suamiku
130
BAB 129 - Menuju Surga Dunia
131
BAB 130 - Incredible Night
132
BAB 131 - Melindungi Adikku, Ryan
133
BAB 132 - Cucu Team Kesebelasan
134
BAB 133 - Aku Memilihmu
135
BAB 134 - Sikap Yang Ku Pilih
136
BAB 135 - Selamat Tinggal
137
BAB 136 - Rahasia Tanpa Diriku
138
BAB 137 - Dia Ayahku
139
BAB 138 - Apa Kau Baik-Baik Saja ?
140
BAB 139 - Tatapan Itu Lagi
141
BAB 140 - Aku Selalu Ada
142
BAB 141 - Aku Tidak Bisa Membencimu
143
BAB 142 - Satunya Yang Melindungimu
144
BAB 143 - Kau Tidak Mencintainya
145
BAB 144 - Terhanyut
146
BAB 145 - Jangan Menahannya
147
BAB 146 - Cinta Sejati itu Dirimu
148
BAB 147 - Dewa Takdir
149
BAB 148 - Langit Senja
150
BAB 149 - Drama Romantis
151
BAB 150 - Undanga Reuni
152
BAB 151 - Gosip Menikah
153
BAB 152 - Reuni Terburuk
154
BAB 154 - Dia Pemenangnya
155
BAB 155 - Circle
156
BAB 156 - Menjadi Ayah
157
BAB 157 - Racikan Derward
158
BAB 158 - Rencana Derward, Goal !
159
BAB 159 - Kesetiaan Leona
160
BAB 160 - Picnic Day
161
BAB 161 - Kesetian Arka
162
BAB 162 - Hanya Ingin Melindungimu
163
BAB 163 - Cemburu Kekanakan
164
BAB 164 - NK Group ?
165
BAB 165 - Perihnya Kekuasaan
166
BAB 166 - Keputusan Leona
167
BAB 167 - Lie
168
BAB 168 - Percayalah Padaku
169
BAB 169 - Undangan VVIP
170
BAB 170 - Siapa Lotus ?
171
BAB 171 - Dia adalah Lotus
172
BAB 172 - Dia Wanitaku
173
BAB 173 - Destiny
174
BAB 174 - Berita Besar
175
BAB 175 - Kaburnya Louis
176
BAB 176 - Dendam Mike
177
BAB 177 - Menghibur
178
BAB 178 - Dibodohi
179
BAB 179 - Putra NK Group
180
BAB 180 - Sepatu Bayi
181
BAB 181 - Jawaban Penantian
182
BAB 182 - Tunggu Aku
183
BAB 183 - Selamatkan Dia
184
BAB 184 - Katakan Padaku
185
BAB 185 - Buah Hati
186
BAB 186 - Ironis
187
BAB 187 - Kebebasan Mickey
188
BAB 188 - Apa Itu Dirimu ?
189
BAB 189 - Jangan Pernah Melepasku
190
BAB 190 - Cukup Hanya Kita
191
BAB 191 - Kembali Muda
192
BAB 192 - Ice Cream
193
BAB 193 - Tentang Kita Berdua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!