Kedua orang tua Afna merasa sangat lega, saat putrinya mengatakannya sendiri. Meski merasa masih ragu dengan jawaban dari putrinya. Namun, kedua orang tua Afna tetap optimis dengan keputusan dari sang anak.
"Sayang, hari ini kamu akan disibukkan unseperti lakukan perawatan. Apakah kamu mau melakukannya?" tanya sang ibu sedikit ragu. Nyonya Nessa takut jika putrinya akan menolaknya. Dengan sangat hati hati, sang ibu berusaha untuk bersikap tenang.
"Baik, Ma. Afna mau melakukannya, tapi.... apa tidak berpengaruh dengan kaki Afna." Jawab Afna sedikit takut.
"Kamu tidak perlu khawatir, semua akan baik baik saja. Kamu cukup tenangkan pikiranmu dengan baik. Kalau begitu, mama akan meminta Vella untuk menemani kamu."
"Tidak, mama tidak perlu repot repot memanggil Vella. Biar para pelayan yang menemani Afna, kasihan Vella." Jawabnya merasa bersalah karena sudah membuatnya kesal saat dirinya diajaknya untuk melakukan perawatan, dan Afna menjawabnya begitu ketus.
"Tidak apa apa, Nona. Saya tidak merasa keberatan untuk menemani Nona, justru saya sangat sanang. Kebetulan, saya mau pamit. Nyonya, Tuan, dan Nona."
"Pamit? kemana, Vella?" tanya nyonya Nessa penasaran. Begitu juga dengan Afna dan tuan Tirta.
"Saya mau pergi ke kota xxx, dikarenakan ibu meminta saya untuk pindah tampat. Dan saya tidak bisa kembali bekerja di Restoran tuan Tirta, maafkan saya." Jawabnya sedikit gugup.
"Kenapa mesti pindah? apa gajinya kurang besar? nanti akan kami tambahkan lagi gaji kamu."
"Maaf Nyonya, Tuan.. saya benar benar tidak bisa. Ini semua sudah menjadi keputusan saya, dan saya tidak bisa menolak permintaan ibu."
"Jadi... besok kamu tidak bisa menemani aku menikah?" tanya Afna dengan raut wajah yang tiba tiba lesu.
"Maafkan saya, Nona. Saya tidak bisa mengundur waktu, maafkan saya."
"Sayang sekalo, padahal aku sangat membutuhkan teman. Namun, kamu akan segera pergi jauh. Mau bagaimana lagi, aku tidak bisa memaksa dan mencegah kamu."
Vella segera mendekati Afna, dan kemudian jongkok didepannya. Sedangkan kedua orang tua Afna keluar dari kamar putrinya untuk memberi ruang untuk mengobrol.
"Saya tidak bisa mengatakannya, yang jelas saya harus pergi meninggalkan kota ini. Saya akan tetap berkomunikasi dengan Nona, itu jika nona tidak menolaknya."
"Kenapa kamu menyembunyikannya padaku, padahal kita sudah berteman. Apa karena kak Kazza pergi ke luar Negeri?" tanya Afna yang masih penasaran dengan maksud Vella untuk pergi jauh.
"Tidak ada hubungannya dengan tuan Kazza, Nona. Yang jelas ada sesuatu yang harus saya lakukan untuk Ibu dan adikku. Nona tidak perlu menerka nerakanya dengan tuan Kazza, saya hanya sebagai karyawan. Saya pun tidak dekat dengan tuan Kazza, saya bisa berada disini itu hanya kebetulan." Jawab Vella berusaha meyakinkan Afna, agar tidak terjadi salah paham.
"Apa ada yang mengusirmu dari rumah kamu? tapi... ya sudah lah, aku tidak punya hak untuk menahan kamu. Aku hanya bisa mendoakan kamu, agar kamu tidak betah di kota yang kamu tuju. Aku berharap kamu akan kembali ke kota ini lagi." Ucap Afna membuat Vella kaget dengan doa yang diberikan dari Afna untuknya. Vella hanya mengernyitkan dahinya tatkala mendengar ucapan dari Afna yang sangat aneh.
"Akan saya pastikan untuk bertahan di kota yang saya tuju, Nona." Jawab Vella dan tersenyum, begitu juga dengan Afna yang juga membalas senyuman dari Vella.
"Kalau begitu, mari saya temani Nona untuk melakukan perawatan." Ajaknya tanpa memperlihatkan perasaaan sedihnya. Afna pun mengangguk, kemudian Vella segera mendorong kursi roda untuk pindah tempat khusus melakukan perawatan.
***
Disisi lain, Zayen sedang menyandarkan tubuhnya disofa. Sambil menatap langit langit ruang tamu untuk menghilangkan kepenatan yang ada didalam pikirannya.
"Zayen, kenapa kamu masih berdiam diri di sofa. Apa kamu tidak ingin merubah penampilan kamu itu. Lihatlah rambutmu, sudah gondrong seperti tidak pernah kamu merawatnya."
"Yang dibutuhkan keluarga Danuarta seorang pengganti, 'kan?" jawabnya santai sambil menyilangkan kedua tangannya di dada bidangnya.
"Setidaknya kamu terlihat rapi, dan istri kamu tidak merasa risih dengan penampilan kamu. Apa kamu tidak malu, menjadi seorang menantu dari keluarga kaya dan terhormat memiliki menantu yang penampilannya seperti preman pasar."
"Kenapa mesti malu, biarkan keluarga Danuarta menilai penampilanku yang seperti ini. Jika merasa risih, tidak masalah bagiku. Setidaknya aku bisa menafkahi putrinya walau dengan cara pas pasan."
"Papa akan bilang kepada Seyn, untuk menyerahkan satu perusahaan untuk kamu. Papa tidak ingin kamu terlihat sangat rendah, setidaknya kamu terjun di perusahaan lagi."
"Aku tidak mau! sekalipun keluarga Danuarta menyerahkan perusahaannya untukku mengelolanya, aku tetap tidak akan menerimanya."
"Apa kamu sudah gil*a, kamu mau menyusahkan putri dari keluarga Danuarta."
"Itu pandangan orang buruk terhadapku, pa. Akan lain pandangannya, jika seseorang memandangiku dengan kerja kerasku."
"Terserah kamu saja, papa sudah tidak akan lagi mengingatkan kamu."
"Terimakasih." Jawab Zayen dan bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan sang ayah yang sedang duduk dihadapannya.
"Waaaah, yang sebentar lagi menjadi bagian keluarga Danuarta. Kamu sangat mudah untuk mengambil keuntungan dari keluarga Danuarta. Hanya sekali tekan tombol ok, kamu dapat menguasainya." Ucap Seyn yang tiba tiba mengagetkan Zayen yang sedang melangkahkan kakinya untuk menapaki anak tangga.
Zayen yang merasa di sindir, dirinya segera membalikkan badannya ke arah Seyn yang tengah mengucapkan kalimat yang sangat menjijikkan menurut Zayen.
"Jika kakak ingin memilikinya, kenapa tidak kakak saja yang menikah. Bukankah lebih gampang mencari cara saat putrinya sedang tidak bisa berjalan normal. Bukankah itu sangat menguntungkan, iya 'kan?" jawab Zayen kemudian tersenyum sinis. Seyn segera mendekati sang adik.
"Untuk apa aku menikahi gadis cacat yang tidak bisa memu*askanku. Mending aku cari yang lain yang bisa aku jadikan mangsa. Kamu tahu, kamu dan aku itu satu. Kamu maksud, 'kan? ingat baik baik ancamanku." Ucap Seyn lirih sambil mengancam.
Zayen yang mendengarnya pun sangat kesal dan juga geram, kedua tangannya pun mengepal begitu kuat. Ingin rasanya melayangkan tinjuannya ke arah Seyn.
Zayen berusaha untukbmengatur pernafasannya agar tidak menaruh emosi yang begitu besar.
"Selamat untuk kamu," ucap Seyn yang kemudian bergegas pergi meninggalkan Zayen yang masih berdiri dibawah tangga.
Zayen pun tidak perduli dengan ucapan dari sang kakak yang selalu mengejeknya. Karena baginya percuma jika melayani setiap omongan dari Seyn. Yang ada hanya akan kesal sendiri, meski pada dasarnya Zayen pun sudah sangat kesal akan sikap kakaknya yang selalu meremehkannya.
Sedangkan sang ayah hanya bisa diam, tidak berani untuk melerai diantara kedua putranya. Karena Zayen maupun Seyn sama sama kuatnya untuk berantem, dan keduanya sama sama liciknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 281 Episodes
Comments
Dewi
kayanya bp zayen otu vella
2021-09-02
0
Ena Sunarno
ini merrka pnya masalah apa sih
2021-06-24
1
Fitria Putri Fitri
kyakx zayen it seorg CEO yg Sgt kaya raya,,,
2021-06-22
2