Waktu yang begitu cepat, Kazza tiba tiba mendadak untuk pergi ke luar Negri. Hari pernikahan sang adik pun tinggal dua hari lagi, semua sibuk untuk mengurus pernikahan Afna dengan Zayen putra dari keluarga Arganta.
Kazza pun segera bersiap siap akan berangkat ke Amerika untuk menyelesaikan pendidikannya dan ikut bergabung di perusahaan kakek Zio.
Dengan langkahnya yang berat, Kazza berusaha untuk berpamitan dengan sang adik. Meski sebenarnya tidak rela jika Afna menikah dengan Zayen. Mau tidak mau, Kazza merelakan sang adik untuk menikah dan berharap tidak mendapatkan penderitaan oleh suaminya.
Tok tok tok tok. Kazza berkali kali mengetuk pintu kamar sang adik, tiba tiba pintu pun terbuka dengan cepat.
Ceklek, pintu kamar pun terbuka.
"Dimana Afna,"
"Maaf tuan, Afna sedang merias wajahnya." Jawab Vella sambil menunjuk ke arah Afna yang sedang merias wajahnya di depan cermin.
Kazza segera mendekati Afna, ingin rasanya membatalkan keberangkatannya demi memantau keadaan sang adik. Namun, keadaan yang tidak dapat dirubahnya.Kazza tetap harus menyelesaikan pendidikannya, agar dirinya bisa meneruskan sang ayah di perusahaan milik keluarga Danuarta.
"Afna, kamu sekarang terlihat sangat cantik. Apakah kamu merasa nyaman? jika tidak, ubahlah sesuai kenyamanan kamu."
"Afna hanya bermain main dengan alat make up saja kok, kak. Tidak lebih, Afna tidak bohong."
"Iya, kakak tidak melarangmu. Sebentar lagi kamu akan menikah, hanya menghitung dengan hitungan jari. Kamu akan menjadi milik suami kamu sepenuhnya."
"Iya, tapi tetap saja kakak adalah kakak Afna. Selamanya dan tidak akan pernah putus, walau nafas terhenti."
"Maafkan kakak, Afna. Hari ini kakak akan berangkat ke Amerika, kakak tidak bisa menemani kamu dihari pernikahan kamu. Kakak hanya memiliki doa yang bisa kakak berikan untukmu. Kakak berdoa, semoga suami kamu benar benar bertanggung jawab denganmu dan bijaksana. Dan rumah tangga kamu selalu bahagia, dan dijauhkan dari segala keburukan. Sekali lagi, maafkan kakak." Ucapnya dengan perasaan yang sangat berat untuk berpamitan.
"Terimakasih atas doa dari kakak, dan kakak tidak perlu cemas dengan keadaanku. Afna pasti bisa mengatasinya dengan baik, dan akan selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik."
"Jika kamu benar benar mendapatkan kesulitan, kamu bisa menghubungi Gio. Aku sudah berpesan dengan Gio untuk berjalan jaga jika kamu membutuhkan bantuan."
"Kakak tenang saja, Afna akan selalu mengingat pesan baik dari kak Kazza." Jawabnya berusaha untuk tersenyum, meski Afna sendiri tidak ingin jauh dari sang kakak. Namun, Afna harus merelakan kepergian sang kakak untuk menyelesaikan pendidikannya. Agar dapat menjadi penerus keluar Danuarta.
"Kalian berdua sedang ngapain?" tanya sang ibu yang tiba tiba masuk ke dalam kamar Afna mengagetkan.
"Kazza sedang berpamitan dengan Afna, Ma. Kazza titip jaga Afna ya, ma. Kazza pamit untuk berangkat, doakan Kazza untuk bisa menyelesaikan pendidikan di Amerika. Doa mama sangatlah berarti untuk Kazza." Ucap Kazza berpamitan.
"Mama selalu mendoakan kamu dan juga Afna, doa mama selalu ada kalian berdua. Jaga diri kamu baik baik disana ya, sayang. Jaga kesehatan kamu, papa sudah berpesan dengan kakek Zio. Disana kamu ada teman, cucu kakek Zio. Semoga kamu dapat mengenalnya dengan baik. Ya sudah kalau mau berangkat, maafkan mama yang tidak bisa mengantarkan kamu sampai Bandara." Jawab sang ibu memberi doa untuk Kazza yang akan berangkat ke Amerika.
"Terimakasih, Ma. Kazza pamit berangkat, ma.. Afna.. Kazza berangkat." Ucap Kazza pamitan dan kemudian mencium punggung sang ibu dan memeluknya, lalu setelah itu pindah ke Afna dan memeluknya.
Keduanya berusaha untuk menahan air matanya, dan berusaha untuk tersenyum. Kazza segera keluar dari kamar Afna, dan tanpa sengaja hampir menabrak Vella yang sedang berdiri di depan pintu.
"Maaf tuan, hati hati di perjalanan. Semoga selamat sampai tujuan." Ucap Vella seramah mungkin, meski Kazza lebih cuek dan bersikap dingin. Namun, Vella tidak memperdulikan atas sikap yang dimiliki Kazza.
"Terimakasih, tugas kamu akan segera berakhir setelah Afna menikah. Kamu dapat kembali bekerja ke Restoran, dan kamu tidak lagi menjadi pekerja di rumah ini." Jawabnya memberi pesan.
"Terimaksih juga, Tuan. Saya akan kembali bekerja di Restoran, karena saya sangat membutuhkan pekerjaan itu." Ucap Vella berterimakasih.
Meski dengan sangat berat hati, Kazza tetap akan pergi meninggalkan rumah.
Setelah sampai didepan rumah, dilihatnya sang ayah yang sudah berdiri di dekat mobil.
"Kazza, masuklah. Waktu kita sudah tidak lama lagi, ayo kita berangkat."
"Baik, pa." Jawabnya dan segera masuk kedalam mobil.
Didalam perjalanan, perasaan Kazza masih tidak tenang. Pikirannya selalu mengarah kepada Afna, yaitu adik kesayangannya.
"Pa, apa papa yakin untuk menikahkan Afna dengan Zayen. Apa papa sudah menyelidiki identitas Zayen?" tanya Kazza yang masih penasaran dengan keputusan dari sang ayah. Dengan nekad, Kazza bertanya dengan sang ayah untuk mengetahuinya.
"Papa yakin, meski penampilannya seperti preman. Tetapi sifatnya akan jauh berbeda dengan Seyn, meski papa tidak menyelidikinya."
"Tapi aku merasa ada sesuatu dengan Zayen, bahwa Zayen bukan laki laki baik. Pekerjaannya saja entah apa, aku tidak dapat mengetahuinya. Aku sudah memerintahkan semua anak buahku, tetap saja hasilnya nihil. Bagiku Zayen sangatlah misterius, dan sulit untuk ditebak." Ucap Kazza berusaha mengingatkan sang ayah sebelum pernikahan di adakan.
"Percayalah dengan papa, buang semua pikiran buruk kamu itu. Jangan sampai membuat kebencian terhadap diri kamu sendiri dengan suami Afna nanti." Jawab sang ayah dengan rasa percaya dirinya.
"Baiklah, aku nurut saja dengan papa. Apapun keputusan papa akan aku dukung, karena ini semua mengenai kebaikan Afna. Aku hanya takut, jika Afna tidak akan mendapat kebahagiaan dari suaminya. aku takut, Afna akan menderita. Hanya itu saja pikiran burukku, pa. Semoga pikiran burukku meleset jauh dari anganku yang senonoh ini."
"Papa mengerti, bahwa kamu sangat menyayangi adik kamu. Dan kamu sangat mengkhawatirkan nasib adik kamu, Afna."
"Iya, pa. Hanya rasa takut yang sedang menghantui pikiranku."
"Cobalah untuk tenang, berpikirlah yang positif. Bahwa adik kamu akan bahagia dengan suaminya nanti."
"Semoga, pa." Jawabnya yang masih terlihat lesu.
Setelah lama mengobrol di dalam mobil, tidak terasa kini sang ayah dan putranya sudah sampai di Bandara xxx. Kazza segera turun dari mobilnya, perasaannya semakin takut akan nasib Afna sang adik.
"Kazza pamit berangkat ya, pa. Maafkan Kazza yang harus nekad untuk menyelesaikan pendidikan di Amerika. Kazza titip mama dan juga Afna ya, pa. Kazza hanya memiliki dua wanita yang berharga dalam hidup Afna, dan Kazza tidak ingin melihat sang ibu dan adik kesayangannya bersedih.
"Kamu tidak perlu khawatir, papa akan selalu ada untuk mama dan Afna. Jaga diri kamu baik baik di Amerika, jika kamu sudah sampai segeralah menghubungi papa atau mama dan juga Afna."
"Baik, pa. Kalau begitu, Kazza pamit untuk berangkat." Jawabnya kemudian segera mencium punggung tangan milik sang ayah dan memeluknya dengan erat. Sang ayah menepuk nepuk punggung Kazza dengan menberikan semangat untuk meraih cita cita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 281 Episodes
Comments
gituu ta
banyak dialog nya,jd byk yg aku skip
2021-06-23
0
Widya Widya
agak lebay sich menurutku,,tapi aku suka sama alurnya...
2021-06-23
2
heti lestari
saudara kembar yg saling menyayangi....sweet bgt....😍😍😍😍
2021-06-20
0