Kazza berusaha menarik nafasnya panjang, saat mendengar jawaban dari sang adiknya. Meski berat untuk melepaskannya, mau tidak mau Kazza tetap merelakan Afna untuk menikah dengan lelaki yang sudah menjadi keputusan sang Ayah.
"Kalau kamu tidak menyukainya, katakanlah dengan kepada kakak. Sebisa mungkin kakak akan membantu kamu untuk membatalkan pernikahan kamu, kakak tidak ingin kamu menikah dengan laki laki yang tidak pernah kamu sukai."
"Afna akan tetap menerima keputusan yang terbaik dari papa dan mama, kak.. kakak tidak perlu mengkhawatirkan Afna. Kakak cukup mendoakan Afna yang baik baik, itu saja." Jawabnya dengan tatapan serius tanpa ada rasa beban pada diri Afna.
"Baiklah, kakak akan selalu mendukungmu. Jika ada apa apa denganmu, beritahu kakak. Kamu adalah separuh kehidupan kakak, kita pernah tinggal satu rahim bersama. Kita lahir bersama, apa yang membuat sedih itu pukulan untuk kakak." Ucap Kazza penuh kasih sayang terhadap saudara kembarnya.
"Terimakasih ya, kak. Selama ini kakak selalu menjagaku, bahkan aku selalu merepotkan kakak." Jawab Afna tertunduk sedih.
"Kenapa kamu merasa merepotkan, bahkan kakak sendiri tidak merasa direpotkan kamu. Sekarang, buanglah masa lalu kamu. Semoga siapun suami kamu nanti, kakak berdoa yang terbaik untuk kamu." Ucap sang kakak berusaha meyakinkan.
Setelah cukup lama mengobrol bersama, tiba tiba keduanya dikagetkan oleh kedua orang tuanya.
"Serius sekali anak anak mama dan papa, kalian berdua sedang ngomongin apa?" tanya sang mama mengagetkan.
"Mama, papa. Kita sedang mengobrol layaknya anak muda, ma." Jawab Afna langsung menyambar, agar tidak terlihat sedang berbicara serius dengan sang kakak.
"Oooh iya, mama tadi pulangnya mampir ke Restoran membawa sedikit makanan untuk kalian berdua dan untuk Vella. Dimana Vella?" ucap sang mama dan bertanya.
"Iya, kemana Vella. Apa kalian berdua telah menyandranya?" tanya sang ayah yang juga ikut menimpali.
"Kazza yang menyuruhnya untuk istirahat, pa." Jawabnya jujur.
"Istirahat? tidak mungkin kalau tidak ada alasan diantara kalian berdua. Apa tadi kalian merencanakan sesuatu." Tanya sang ibu menyelidiki sambil menatap lekat satu persatu ke anak kembarnya.
Kazza tetap berusaha tenang, agar tidak terlihat gugup dan cemas. Namun, berbeda dengan Afna yang terlihat berbeda ekspresinya. Kedua orang tuanya pun merasa curiga terhadap Afna, berbeda dengan Kazza yang bisa menutupi kecemasannya. Meski sebenarnya memang merasa cemas dan takut.
"Katakan, apa yang kalian sembunyikan." Ucap sang ibu menekan.
"Kita hanya sedang curhat saja kok, ma. Tidak lebih, itu saja. Kazza sengaja menyuruh Vella untuk istirahat, agar tidak mendengar pembicaraan kami." Jawab Kazza yang akhirnya berkata jujur.
"Hanya itu."
"Benar, hanya itu. Tidak ada yang lebih, ma.. pa..." jawabnya tatap terlihat tenang. Sedangkan sang ayah tiba tiba berjongkok dihadapan putri kesayangannya. Afna semakin bingung dibuatnya, karena tidak biasanya sang ayah melakukan sesuatu melebihi dari bayangannya.
"Afna, maafkan papa. Sungguh, papa benar benar meminta maaf atas semua perbuatan papa yang telah menekan perasaan kamu."
"Papa.. jangan bicara seperti itu, Afna tidak merasa papa telah menekan perasaan Afna. Justru papa dan mama dan juga kak Kazza yang selalu menguatkan perasaan Afna, semua berkat kalian bertiga. Ada mama, papa, dan juga kak Kazza, tanpa kalian bertiga Afna tidak sekuat sekarang ini."
Sang ibu pun menitikan air matanya. Nyonya Nessa langsung memeluk putrinya yang sedang duduk di kursi roda.
"Maafkan mama, sayang... maafkan." Ucap sang ibu lirih, kemudian melepaskan pelukannya.
"Sebentar lagi kamu akan menikah, apakah kamu sanggup?" ucapnya lagi dan menatap dengan lekat wajah putrinya.
Afna yang mendengarkannya pun ikut menitikan air matanya, begitu juga dengan sang ayah maupun sang kakak yang tanpa sadar ikut menitikan air matanya. Bukan berarti seorang laki-laki menangis adalah laki laki lemah, namun disaat itulah rasa yang begitu dalam tengah tercurahkan.
"Kenapa kalian bertiga menangis, seharusnya kalian bahagia. Karena sebentar lagi Afna akan segera menikah, kalian harus bahagia. Wanita cacat sepertiku sangat susah mencari jodoh. Namun dengan cepatnya, ternyata masih ada yang bersedia menjadi suami Afna. Kenapa kalian menangis, tersenyumlah." Ucap Afna berusaha kuat dan tegar, dan juga dibarengi dengan senyuman. Meski perasaannya hancur berkeping-keping, Afna berusaha untuk tidak memperlihatkan perasaan yang sejatinya.
Setelah Afna mengucapkan penuturannya, Kedua orang tua dan juga sang kakak ikut tersenyum, meski itu sangat berat untuk menunjukkan senyumannya.
"Sekarang kita makan siang, makanan kesukaan kalian berdua sudah mama siapkan. Dan kamu Kazza, panggil Vella untuk makan siang bersama." Ucap sang ibu dan menyuruh Kazza untuk memanggilkan Vella yang sedang beristirahat di ruang tamu.
"Baik, ma. Kalau begitu Kazza memanggil Vella dulu ya, ma."
"Iya, sana." jawab sang ayah ikut menimpali, kemudian segera mendorong kursi roda menuju ruang makan.
Dengan langkah kakinya pelan, Kazza berusaha untuk tudak menimbulkan suara.
Tiba tiba kedua bola mata Kazza melihat pemandangan yang selama ini tidak pernah dilihatnya, apalagi kalau bukan gaya tidur seorang wanita cantik yang terlihat sangat menggemaskan.
'Das*ar ceroboh, dia kira ini rumahnya. Seenaknya tidur tanpa menutup pintu, apakah memang kebiasaan wanita kalau tidur seperti ini. Aku kira cuma Afna, rupanya ada lagi wanita yang tidak jauh dari Afna.' Gumamnya dalam hati sambil memperhatikan Vella yang masih tertidur pulas.
Kazza sedang berpikir untuk membangunkan Vella, agar tidak membuatnya kaget. Berkali kali Kazza mencari ide, namun belum juga menemukan ide yang pas untuk membangunkan Vella. Tiba tiba idenya muncul begitu saja dengan mudah, Kazza tersenyum mengembang saat menemukan ide yang cocok untuk membangunkan Vella.
Dengan pelan, tangan kanan Kazza mendekatkan ke ujung hidung milik Vella untuk dijapit dengan kedua jarinya. Namun tiba tiba sesuatu yang tidak diduganya kini telah membuat Kazza kaget seketika.
Dengan sigap, Vella langsung memegang tangan milik Kazza dalam keadaan tidak sadar. Dengan erat, Vella memeganginya.
"Papa... Vella ingin bertemu papa. Vella ingin papa kembali dan tinggal bersama kami.. Vella dan adik sangat merindukan papa, Vikto sangat merindukan papa. Pulanglah, pa.. pulang." Ucap Vella mengigau, Kazza yang mendengarkannya pun sedikit merasa kasihan terhadap Vella.
Dengan pelan, Kazza berusaha melepaskan tangan Vella, namun tiba tiba Vella memegangi tangan milik Kazza lebih erat lagi. Hingga membuat Kazza semakin susah untuk melepaskannya.
Tanpa pikir panjang, tangan kiri milik Kazza berusaha untuk menjahit hidung Vella agar segera terbangun dari tidur.
"Awww..!!! sakit!" teriak Vella yang kemudian langsung bangkit dari tidurnya.
Kedua bola mata milik Vella tiba tiba terbelalak dan membuatnya tercengang tanpa berkedip saat melihat sosok Kazza yang sudah duduk di sampingnya.
Vella segera menyilangkan kedua tangannya untuk menutupi bagian da*danya, Vella berusaha melindungi dirinya. Sedangkan Kazza yang melihat ekspresi Vella yang lucu, membuat Kazza tersenyum melebar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 281 Episodes
Comments
Dewi Nurlela
tanda" nich kazza
2023-07-11
0
Erma Wati
Thor.. visualnya dong
2021-08-07
0
Gilang Hamzah
tuh kan kazza 😂😂
2021-06-18
0