Setelah membantunya untuk mandi, Vella menemani Afna untuk sarapan pagi.
"Vella, porsinya jangan banyak banyak. Karena aku tidak suka makan yang berlebihan, ambilkan untuk ukuran diet." Pinta Afna sambil memandangi menu sarapan pagi.
"Ini, Nona. Apakah boleh saya suapin?" tanya Vella sedikit ragu.
"Tidak perlu, kamu cukup ambil porsi untuk kamu. Kita sarapan bersama, jangan menolak." Jawab Afna sambil tersenyum.
"Tapi, Nona.... saya sudah sarapan." Jawabnya merasa tidak enak hati.
"Aku tidak akan memakannya, jika kamu tidak ikut sarapan pagi bersamaku." Ucapnya sambil memasang wajah yang memelas.
"Baiklah, Nona... saya akan sarapan bersama Nona." Jawabnya berusaha tersenyum.
Vella pun segera mengambil porsi makanan untuk menghargai nona mudanya.
"Ayo, sarapan." Ajak Afna kemudian menyuapi mulutnya sendiri. Begitu juga dengan Vella, meski sedikit ada rasa malu dan canggung. Vella tetap berusaha untuk tidak terlihat canggung.
Setelah selesai sarapan pagi, Vella membereskan meja makan dan dibantu oleh beberapa pelayan.
Vella yang memperhatikan beberapa pelayanan pun merasa risih dan aneh menurutnya.
'Hanya buat sarapan pagi, yang bersih bersih sudah seperti mengadakan gotong royong. Apa karena kurangnya pekerjaan, sampai sampai seperti berebutan pekerjaan. Orang kaya, wajarlah. Apa dayaku yang tidak ada secuilnya dengan keluarga Danuarta.' Gumamnya dalam hati.
"Vella, temani aku ditaman lagi. Aku merasa jenuh didalam rumah, aku ingin menikmati suasana diluar rumah." Pinta Afna dengan tatapan yang sangat teduh.
"Baik, Nona... mari saya antar. Ada yang mau dibawa? seperti, buku baca atau..... yang lainnya." Tanya Vella mengingatkan.
"Aku lagi malas membaca, aku ingin memandangi bunga bunga ditaman dan bercerita denganmu. Apakah kamu bersedia menjadi teman obrolanku?" tanya Afna sambil menatap wajah Vella dengan lekat.
"Saya bersedia menjadi teman ngobrol buat Nona, jadi... sekarang kita ke taman belakang nih.." jawab Vella seramah mungkin. Sedangkan Afna tersenyum mengembang, begitu juga dengan Vella membalas senyum kepada Afna.
Sesampainya di taman belakang, Vella duduk disebelahnya Afna yang posisinya duduk di kursi roda.
"Vella, apakah kamu mempunyai semangat untuk masa depan?" tanya Afna membuka suara.
"Tentu saja, saya memiliki tujuan masa depan yang cemerlang. Meski masa depan yang saya inginkan itu tidak cemerlang sesuai harapan."
"Kenapa kamu tidak optimis, sayang sekali."
"Maksud Nona?"
"Seharusnya kamu optimis dengan setiap yang kamu ucapkan, jangan dijadikan senjata kelemahanmu. Sayang sekali, 'kan?" jawabnya yang masih membuat Vella berusaha mencerna setiap ucapan dari Afna. Namun, berkali kali Vella berpikir tetap saja tidak menemukan jawabannya.
"Mungkin karena saya sudah merasa tidak mampu, Nona. Jadi.. bayangan kegagalan itu selalu berada di ujung ingatanku." Jawabnya sambil menatap kagum dengan bunga bunga yang bermekaran.
"Kamu berapa bersaudara? maaf, bukan maksudku untuk menyelidik. Aku hanya bermain dialog denganmu, agar suasana tidak lagi canggung."
"Tidak apa apa, Nona. Silahkan, jika ingin bertanya. Selagi saya bisa menjawabnya, akan saya jawab sebaik mungkin. Saya hanya memiliki satu adik laki laki, yang saat ini sedang sekolah di SMA. Saya hanya memiliki seorang ibu, ayah saya sudah lama meninggalkan ibu. Dan sekarang ayah sudah mempunyai keluarga sendiri, kehidupan kami cukup sederhana." Jawabnya berusaha untuk tidak bersedih, yang dimana dirinya teringat saat kedua orang tuanya selalu beradu mulut karena ekonomi."
"Maafkan, aku. Jika aku sudah membuatmu bersedih, apakah kamu masih mengingat wajah ayahmu?" tanyanya yang masih penasaran.
"Tentu saja saya masih ingat, bahkan ayah saya sangat pandai bermain drama. Sekarang ayah saya sudah sukses, dan menjadi orang kaya." Jawabnya berusaha untuk tidak menunjukkan rasa kekesalannya terhadap ayah kandungnya sendiri.
"Doakan, semoga ayah kamu tidak melakukan drama yang berkepanjangan. Lalu, berapa usia kamu?" tanyanya yang masih penasaran. Entah kenapa, Afna begitu bersemangat menanyakan tentang kehidupan Vella.
"Usia saya sudah dua puluh lima tahun, Nona.. saya rasa masih lebih muda Nona Afna." Jawabnya.
"Benar, tapi kamu masih terlihat sangat cantik. Bahkan terlihat lebih muda dariku, apa rahasianya." Ucap Afna memuji.
"Jangan berlebihan, Nona. Saya hanya berusaha untuk tidak terlalu rumit menjalani kehidupan yang serba pas pasan." Jawabnya asal, entah menyinggung atau bukan. Vella tetap percaya diri dengan kondisinya yang memang serba pas pasan, bahkan terkadang kurang.
"Aaah, benar juga apa yang kamu bilang. Aku akan mencobanya, agar diriku bisa seperti kamu yang selalu bersyukur." Ucapnya kemudian tersenyum.
Tidak terasa, waktu untuk mengobrol sudah memakan waktu yang cukup lama. Suara langkah kaki mengagetkan keduanya, Afna maupun Vella.
"Afna, bagaimana dengan hari ini? apakah kamu merasa bosan, atau.. merasa sangat bosan." Tanya Kazza dengan sikap dinginnya, Vella yang mendengarkannya pun hanya berdecak kesal didalam hatinya.
'Segitukah menilaiku, hanya ucapan bosan dan sangat bosan. Benar benar, tidak di Restoran maupun di rumahnya sama saja. Pantas saja, wanita wanita takut untuk mendekatinya. Mungkin sudah keturunannya, tidak hanya tuan Kazza, semua orang pun mengatakan bahwa putra dari tuan Ganan pun keduanya sama dinginnya. Tapi... aku tidak pernah melihatnya, sangat tersembunyi.' Gumamnya sambil berdecak kesal.
"Kenapa kamu diam, jadi benar kamu bosan. Jika kamu bosan, akan aku carikan teman mengobrol yang jauh lebih baik." Tanyanya lagi.
"Bukan itu, tapi pertanyaan kakak tidak ada yang bisa aku ambil jawaban." Jawabnya sambil mengerucutkan bibirnya, sedangkan Vella pun tersenyum tipis saat melihat ekspresi Afna yang sangat menggemaskan.
"Kamu tinggal jawab apa susahnya, Afna....." ucap Kazza. Kemudian langsung melirik kearah Vella yang masih terlihat tersenyum tipis.
"Bagaimana aku mau jawab, bukankah kakak memberi pertanyaan untukku hanya kamu bosan atau sangat bosan. Jadi, mana ada jawaban yang harus aku pilih. Sedangkan aku ingin memilih jawaban bahwa aku sangat nyaman mengenal Vella. Apa aku ini salah, kak?" jawabnya yang masih fokus menatap lekat wajah sang kakak.
"Oooh, itu. Ya tinggal ngomong juga sama saja. Oh iya, mama sama papa ada dimana? kok sepi." Ucapnya lalu bertanya kembali.
"Bukankah mama pergi untuk mengurus pernikahanku, kenapa kakak bertanya lagi."
"Vella, pergilah dari sini. Aku sedang berbicara penting dengan adikku, tunggulah di ruang istirahat kamu. Masih ingat yang dijelaskan Gio, 'kan?" perintah Kazza yang masih berdiri didekat Afna.
"Baiklah, silahkan. Saya akan pergi istirahat, setelah itu beritahu saya jika sudah selesai." Jawab Vella yang kemudian segera pergi meninggalkan Afna dan juga Kazza.
Kazza duduk di tempat bersantai, sedangkan Afna sendiri duduk di kursi roda dekat Kazza saudara kembarnya.
"Afna, hari pernikahan kamu sebentar lagi. Apakah bersedia untuk menikah dengan laki laki pilihan papa? maafkan kakak yang tidak bisa membantu kamu." Ucapnya lirih sambil menatap lekat wajah sang adik.
"Afna pasrah, apapun pilihan papa. Lagian, mana ada laki laki yang normal pikirannya mau menikahi Afna. Jika memang ada, Afna tidak menolaknya. Afna percaya dengan pilihan dari papa." Jawabnya berusaha untuk tenang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 281 Episodes
Comments
Dewi Nurlela
jgn galak" sama Vella kazza ntar cintrong🤭🤭🤭
2023-07-11
2
Sitiasmah
kurasa ayah Vella itu Arga
2022-02-04
0
Suhaila Azhar
semua penasaran siapa ayahnya vella kalau gue sih rasanya ayahnya zayen ayahnya vella juga
2021-12-17
2