BUG
Sang kakak melayangkan tinjuannya ke arah Seyn kembali.
"Cukup!" bentak Afna sekeras mungkin, keduanya terdiam. Kemudian, kedua orang tua Afna segera masuk kedalam kamar karena terdengar sangat ricuh.
"Ada apa ini? ha!" bentak sang Ayah yang juga ikut emosi saat melihat wajah Seyn yang sudah terlihat memar.
"Kazza, apa yang kamu lakukan terhadap Seyn? ha!" dengan sorot mata yang tajam dari sang Ayah membuat Kazza semakin geram.
"Tanyakan saja pada calon menantu papa ini." Kazza dengan kesal terpaksa menjawabnya.
"Katakan Seyn, apa yang membuat kalian berdua berkelahi?" tanyanya. Lalu, kedua matanya tertuju kepada putrinya yang kini sudah berada di dekapan sang Ibu. Terlihat sangat jelas, bahwa Afna tengah menangis.
"Saya ingin membatalkan pernikahan dengan Afna, Paman."
Seketika, semua yang mendengarnya terasa tersambar petir disiang bolong tanpa disertai mendung.
"Apa! kamu ingin membatalkan pernikahan kamu dengan Afna, putriku? Ha! kamu pikir pernikahan itu sebuah mainan." Ucapnya dengan keras disertai emosi dan mencengkram kerah baju milik Seyn.
"Maaf Paman, saya mau meminta maaf." Jawabnya sambil mencoba menahan kerah bajunya.
"Apa kata kamu, minta maaf. Segampang itukah kamu mengucapkan kata maaf didepanku? ha!" ucapnya lagi sambil menatap tajam dihadapan Seyn.
Kazza yang melihatnya pun masih di sertai amarah yang memuncak. Kedua tangannya masih mengepal dengan geram, sorot matanya masih terlihat tajam. Sedangkan Afna masih dalam pelukan Ibunya dan menangis sesunggukkan.
"Maaf, Paman. Saya tidak mencintai Afna, dan saya mau membatalkan pernikahan dengan Afna." Seyn berusaha mengecilkan suaranya agar Ayah Afna segera melepaskan cengkramannya pada kerah bajunya. Tuan Tirta langsung melepaskan cengkramannya serta mendorong dengan kasar.
"Pergi sekarang juga! aku muak melihat wajahmu." Usir tuan Tirta yang sudah habis kesabarannya.
Tanpa berpikir panjang, Seyn segera pergi meninggalkan rumah Tuan Tirta begitu saja tanpa permisi.
Afna masih berada dipelukan sang Ibu, dengan pelan sang Ayah mendekati putrinya.
"Setelah ini, apa yang harus aku lakukan, Pa? aku tidak terima atas penghinaan semua ini, dan aku akan segera melenyapkan Seyn." Tanya Kazza dengan suara yang masih terlihat sangat kesal karena ulah Seyn.
"Papa akan segera menemui tuan Arga, sekarang juga." Jawabnya yang masih penuh diliputi rasa emosi.
"Jangan, Pa. Pokoknya jangan pergi sekarang. Tenangkan dulu pikiran Papa, karena mama tidak ingin emosi Papa semakin memuncak saat berhadapan dengan Tuan Arga." Imbuhnya berusaha menenangkan sang suami agar tidak terjadi permusuhan.
"Baiklah, mungkin besok." Jawab Beliau. Lalu segera keluar dari kamar Afna, sedangkan Kazza mencoba mendekati sang adik yang masih terlihat shok atas penuturan dari calon suaminya itu.
"Kazza, keluarlah. Tinggalkan adikmu, biarkan ibu yang akan menemaninya." Perintah sang ibu untuk tidak menambah beban pikiran putrinya.
"Afna, maafkan aku yang tidak bisa menyelidiki calon suami kamu sebelumnya. Maafkan aku, Afna. Beristirahatlah, jangan paksakan dirimu untuk berpikir yang tidak penting." Ucap Kazza, lalu segera keluar dari kamar adiknya.
Didalam kamar, tinggal lah sang Ibu dan Afna. Perasaan Afna masih dirundung kesedihan, seakan dirinya malas untuk berucap sepatah kata pun.
"Afna, istirahatlah. Kasihan dengan kesehatan kamu, jika kamu terus terusan menangisi Seyn. Kamu mendengarnya sendiri, 'kan?" pinta sang ibu yang juga ikut bersedih atas keputusan dari Seyn. Afna sendiri masih terdiam membisu, begitu berat untuknya berucap walau sepatah kata.
"Afna, Dengarkan Ibu. Kamu jangan siksa fisikmu karena Seyn, kamu masih mempunyai masa depan yang panjang. Percayalah, Papa pasti akan melakukan yang terbaik untuk kamu. Masih ada Ibu dan juga kakak kamu, Kazza." Ucap Ibunya mencoba menenangkan putrinya agar tidak terlalu berpikir buruk akan nasibnya.
Afna masih berdiam diri, tatapan kedua matanya terlihat kosong. Harapannya hancur seketika, apa yang sudah dinantikannya kini sudah tidak ada lagi yang bisa diharapkannya.
"Afna, jangan kamu hukum fisik kamu. Percayalah dengan mama, semua akan ada jalan keluarnya. Kamu harus ingat itu, Afna." Ucap sang ibu berkali kali menguatkan putrinya yang sedari tadi hanya melamun saat kepergian Seyn dari hadapannya.
"Ma... apa karena Afna cacat, Afna yang tidak lagi sempurna." Afna yang tiba tiba berucap dan menangis, membuat sang Ibu teriris hatinya saat Afna mengatakan keadaan fisiknya.
"Kamu pasti akan sembuh, percayalah terhadap Mama." Jawabnya sambil mengusap rambutnya dan mencium pipi Afna penuh kasih sayang.
"Tapi, Ma... sampai kapan Afna akan bertahan dalam kondisi seperti ini. Lihatlah, kaki Afna yang satu sangat sulit untuk berjalan dengan normal. Afna sudah tidak memiliki harapan yang sempurna, Ma." Ucap Afna tidak bersemangat.
"Secepatnya, papa pasti akan melakukan pengobatan dan mencarikan Dokter yang dapat menyembuhkan kaki kamu." Jawab sang ibu berusaha menyemangati putrinya.
"Benarkah? Afna merasa tidak yakin." Ucap Afna masih tidak bersemangat, ditambah lagi Seyn dengan terang terangan mengungkapkan perasaannya bahwa Seyn tidak mencintainya. Afna yang mengingatnya pun masih merasakan sakit dalam hatinya. Mau tidak mau Afna harus melupakan Seyn, meski perasaannya masih mencintainya.
"Tentu saja benar, apa kamu meragukan Papa dan kakak kamu, Kazza?" jawabnya lalu bertanya.
"Afna yakin, jika kak Kazza dan papa pasti akan melakukan yang terbaik untuk Afna. Tetapi..." ucapnya menggantung.
"Tetapi kenapa, Afna. Apa kamu masih tidak percaya?" tanya sang ibu penasaran.
"Bagaimana dengan pernikahan Afna, Ma?" tanyanya lirih dan terasa berat untuk menanyakan akan pernikahannya yang terpaksa harus dibatalkan.
"Biarkan Papa dan Kazza yang akan menyelesaikan masalah pernikahan kamu. Yang harus kamu lakukan adalah beristirahat dan jangan banyak pikiran yang bisa memicu kesehatan kamu. Percayalah sama Mama, bahwa Papa dan Kazza dapat menyelesaikan semua masalah." Jawab sang Ibu berusaha untuk meyakinkan putrinya.
"Afna ingin sendiri dulu, ma. Afna ingin beristirahat, Afna capek." Pinta Afna yang sudah merasa jenuh akan memikirkan nasib buruknya yang sudah menimpanya.
"Baiklah, Mama akan segera keluar. Maafkan Mama yang tidak bisa berbuat apa apa untuk kamu. Mama hanya bisa mendoakan kamu dan menyemangati kamu." Jawab sang Ibu berusaha menenangkan pikiran putrinya.
"Maafkan Afna, Ma. Afna yang sudah membuat Mama dan Papa mendapat masalah sebesar ini. Mungkin jika Afna tidak buru buru meminta untuk segera menikah, mungkin tidak seperti ini kejadiannya." Ucapnya merasa bersalah.
"Sudah, kamu tidak perlu menyalahkan diri kamu sendiri. Kamu tidak bersalah, dan lebih baik sekarang kamu beristirahat. Kalau begitu, mama pamit untuk beristirahat. Tidak apa apa, 'kan? jika kamu membutuhkan sesuatu tinggal tekan tombol seperti biasa. Mama pasti akan segera datang." Jawab sang ibu mencoba menenangkan dan meyakinkan putrinya, agar tidak larut dalam kesedihannya dan tidak menyalahkan dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 281 Episodes
Comments
Upik Yupi
mampir thor. nyimak dulu
2023-07-05
1
Heru Dwiyantono
masih bersanatilah
2022-12-11
0
Drake02c
Buat Seyn menyesal Thor telah membatalkan pernikahan nya dngn Afnaya
2022-08-19
0