Keesokan harinya, sang Kakek mengajak Rangga pergi ke suatu tempat yang telah dijanjikannya kemarin. Tempat yang dijanjikan itu, ternyata menyimpan sebuah rahasia besar yang akan mengubah jalan hidup Rangga.
Sang Kakek bergerak cepat dengan menggunakan ilmu meringankan tubuhnya yang sudah mencapai taraf sempurna, melesat bagaikan kilat. Sementara itu, Rangga yang melihat kakeknya sudah jauh di depan, tidak mau ketinggalan. Ia pun mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, berusaha mengejar ketertinggalannya. Langkah kakinya ringan bagaikan kapas, tubuhnya melesat mengikuti sang Kakek.
"Apakah kakek mau mengujiku lagi, seperti kemarin waktu ke sungai?" tanya Rangga dalam hati, sambil terus menambah kecepatannya. Dia menduga bahwa ini adalah ujian lanjutan dari sang Kakek.
"Suatu saat nanti, anak ini pasti akan menjadi pendekar pilih tanding, bahkan mungkin menjadi pendekar tanpa tanding yang melegenda," kata sang Kakek dalam hati, merasa bangga dan takjub setelah menyadari bahwa Rangga dapat mengimbangi kecepatannya. Dia melihat potensi besar dalam diri cucunya.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama, sampailah sang Kakek dan Rangga ke tempat yang dituju. Sebuah tempat yang tersembunyi, jauh dari keramaian dunia.
Melihat sang Kakek berhenti, Rangga pun ikut berhenti dan bertanya dengan penuh rasa ingin tahu, "Apakah kita sudah sampai di tempat tujuan, Kek?" tanyanya, menatap sekeliling dengan penuh keheranan.
"Sudah. Jangan banyak bertanya, ikuti saja langkah Kakek," jawab kakeknya dengan tegas, sambil terus berjalan menyusuri jalan setapak yang dikelilingi pepohonan rindang.
Tanpa banyak bertanya lagi, Rangga pun patuh mengikuti langkah kakeknya dari belakang. Ia penasaran dengan apa yang akan ditunjukkan kakeknya. Ternyata, mereka menuju ke sebuah gua yang tersembunyi, gelap dan misterius.
"Ternyata gua ini masih seperti yang dulu, tidak berubah sama sekali," gumam kakeknya dengan nada nostalgia, setelah mereka sampai di dalam gua yang pengap dan sunyi itu.
"Rangga, di sinilah Kakek akan mewariskan ilmu pamungkas, ilmu terakhir yang Kakek miliki, yaitu Jurus Pedang Kembar Tanpa Tanding," kata kakeknya memberitahu, matanya menerawang, menatap Rangga dengan penuh harap.
"Tapi sebelum Kakek menurunkan ilmu pamungkas itu kepadamu, ada beberapa hal yang harus kau ketahui dan pahami. Karena berhasil atau tidaknya kau menguasai jurus ini, tergantung pada usaha dan kerja kerasmu sendiri. Kau harus berlatih dengan tekun dan pantang menyerah," kata kakeknya menasihati dengan penuh kesungguhan.
"Oh ya, Rangga, satu hal yang perlu kau ingat baik-baik, jangan pernah sekali-kali kau berani keluar dari gua ini sebelum kau benar-benar menguasai jurus ini dengan sempurna. Karena jika kau melanggar pantangan ini, kau pasti akan mengalami kegagalan total. Kau tidak akan pernah bisa menguasai jurus ini," tegas sang Kakek, memberikan peringatan keras.
"Saya mengerti, Kek," jawab Rangga dengan penuh keyakinan dan tekad. Dia berjanji dalam hati untuk mematuhi semua nasihat kakeknya.
"Baiklah, kalau begitu kita mulai saja latihannya. Sekarang, perhatikan baik-baik, Kakek akan memperagakan bagian-bagian dari jurus ini," perintah sang Kakek, bersiap untuk mendemonstrasikan jurus tersebut.
"Baik, Kek," ucap Rangga singkat, dengan penuh perhatian.
Dengan sebatang kayu yang diambilnya dari dalam gua, sang Kakek langsung memperagakan bagian-bagian dari Jurus Pedang Kembar Tanpa Tanding. Gerakannya begitu cepat, lincah dan bertenaga.
Sang Kakek memainkan sebatang kayu itu dengan sangat cepat dan lincah, bagaikan sedang memainkan sebilah pedang pusaka yang tajam. Walaupun hanya dengan sebatang kayu biasa, tapi jika kayu itu mengenai tubuh lawan, bisa dipastikan akan menimbulkan luka yang serius, bahkan bisa berakibat fatal.
Rangga yang melihat itu merasa sangat kagum dan terpukau. Meskipun kakeknya sudah tua, namun gerakannya masih terlihat sangat cepat, gesit, dan bertenaga. Kekuatan dan kelincahannya tidak pudar dimakan usia.
"Benar-benar luar biasa, ilmu Kakek memang tiada duanya," ucap Rangga tanpa sadar, karena begitu kagum melihat sang Kakek memperagakan jurus itu. Dia terpesona dengan kehebatan kakeknya.
Sang Kakek mengayunkan batang kayu itu dengan kuat, lalu menyabetkannya ke arah samping dengan gerakan yang cepat dan bertenaga, dan duuuaaarrr..... sebuah batu besar yang berada di depannya langsung hancur berkeping-keping, bagaikan terkena ledakan dahsyat.
Sang Kakek kemudian menghentikan gerakannya setelah dirasa cukup dalam memperagakan jurus tersebut kepada Rangga.
Rangga terperanjat dan terkejut bukan main, melihat batu besar itu bisa hancur lebur hanya dalam sekali tebas. Dia tidak menyangka kekuatan kakeknya sedahsyat itu.
"Sungguh luar biasa kekuatan yang dimiliki Kakek. Ilmu yang sangat hebat," ucap Rangga dalam hati, semakin kagum dengan ilmu yang dimiliki oleh kakeknya.
"Sekarang, giliranmu, Nak. Coba kau peragakan kembali gerakan-gerakan yang telah Kakek ajarkan barusan," perintah sang Kakek, lalu memberikan batang kayu yang dipakainya tadi kepada Rangga.
"Baik, Kek," jawab Rangga dengan patuh.
Tanpa menunggu lama, Rangga pun memulai latihannya dengan penuh semangat. Dia berusaha keras menirukan gerakan-gerakan yang sudah dipertunjukkan oleh kakeknya dengan sebaik mungkin.
Awalnya, Rangga merasa kesulitan dan kebingungan dalam mempelajari jurus pedang itu. Karena gerakannya begitu rumit, kompleks, dan selalu berubah-ubah, tidak mudah untuk diikuti.
Namun, setelah sang Kakek memberikan beberapa petunjuk tambahan dan arahan yang lebih detail, Rangga pun mulai memahami sedikit demi sedikit inti dari jurus tersebut. Dia mulai bisa mengikuti alur gerakannya.
Jurus pedang ini sangat mengandalkan kecepatan, kelincahan, dan ketangkasan gerakan tangan. Selain itu, juga harus disertai dengan pengerahan tenaga dalam yang cukup besar. Itulah yang selalu diingat oleh Rangga, berdasarkan petuah dari kakeknya.
Hari demi hari berlalu dengan cepat, tanpa terasa Rangga pun telah menjalani latihan yang berat selama empat puluh hari lamanya. Hari ini adalah hari yang terakhir bagi Rangga untuk menyelesaikan dan menyempurnakan latihannya. Dia sudah berlatih sangat keras, mengorbankan waktu dan tenaganya.
Tiba-tiba, dari luar gua terdengar suara teriakan minta tolong yang sayup-sayup sampai ke telinga Rangga. Rangga yang mendengar suara itu, dengan sigap dan reflek, bergegas lari menuju sumber suara, berniat untuk menolong.
Namun, ketika hampir sampai di mulut gua, tiba-tiba ia teringat dengan pesan dan pantangan yang diucapkan kakeknya, "Ingat Rangga, selama kau masih mempelajari jurus ini, janganlah sekali-kali kau berani keluar dari gua ini, atau kau akan gagal!". Akhirnya, dengan perasaan bimbang dan berat hati, Rangga pun mengurungkan niatnya untuk keluar dari gua. Dia mengutamakan nasihat kakeknya. Anehnya, suara teriakan minta tolong itu pun tiba-tiba hilang begitu saja, lenyap ditelan kesunyian.
Genap sudah empat puluh hari lamanya, akhirnya Rangga pun berhasil menyelesaikan dan menguasai Jurus Pedang Kembar Tanpa Tanding dengan sempurna. Dia merasa lega dan bangga.
"Akhirnya selesai sudah latihanku yang berat ini," ucap Rangga dengan penuh kelegaan, berniat meninggalkan gua tempat ia berlatih selama ini.
Ketika Rangga hendak melangkahkan kakinya keluar dari dalam gua, tiba-tiba sebuah batu besar melayang ke arahnya dengan kecepatan tinggi, hampir mengenai tubuhnya. Dengan refleks yang sangat cepat, tanpa berpikir panjang, Rangga pun langsung menghancurkan batu besar itu dengan tebasan kedua tangannya yang telah dialiri tenaga dalam. Batu besar itu pun hancur berkeping-keping, menjadi serpihan-serpihan kecil.
"Ternyata kau sudah berhasil menguasai jurus itu, Rangga. Kau memang cucu yang hebat," tiba-tiba terdengar suara dari luar gua, memuji keberhasilan Rangga. Mendengar suara yang tidak asing itu, Rangga tahu bahwa itu adalah suara kakeknya yang datang untuk menjemputnya.
Rangga pun segera berlutut dan bersujud hormat di depan kakeknya, "Bangunlah, Rangga. Selamat, kau telah berhasil menguasai Jurus Pedang Kembar Tanpa Tanding dengan sempurna. Kakek bangga padamu," kata kakeknya, merasa bangga dengan pencapaian Rangga.
"Terima kasih atas bimbingan dan kesabaran Kakek selama ini," ucap Rangga tulus. "Sudah, sudah, jangan bersikap formal seperti itu. Cepat bangun, cucuku. Ayo kita segera kembali ke rumah. Ada sesuatu yang ingin Kakek berikan kepadamu," kata kakeknya kemudian, tidak sabar ingin memberikan hadiah istimewa kepada Rangga.
Tanpa menunggu lama, Rangga pun melesat pergi dengan kecepatan gerakannya yang sangat sulit diikuti oleh mata manusia biasa, meninggalkan kakeknya di belakang. Dia tidak sabar untuk segera sampai di rumah. Sang Kakek hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, merasa kagum dengan kemajuan pesat yang dicapai Rangga.
"Ternyata, setelah empat puluh hari berlatih keras di dalam gua, tenaga dalamnya pun sudah meningkat dengan sangat pesat," kata sang Kakek dalam hati, sambil tersenyum bangga. Ia pun dengan cepat melesat menyusul Rangga, dengan kecepatan yang tidak kalah menakjubkannya.
Malam itu, di rumahnya yang sederhana, sang Kakek memberikan petuah-petuah dan wejangan yang sangat berharga kepada Rangga. Dia mengingatkan Rangga agar selalu menggunakan ilmunya dengan bijak.
"Rangga, semua ilmu yang telah Kakek ajarkan dan wariskan kepadamu, gunakanlah dengan sebaik-baiknya dan se-bijaksana mungkin. Gunakan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, serta menumpas semua bentuk kejahatan dan kezaliman. Dan satu hal yang perlu kau ingat, jangan pernah sekali-kali kau menyombongkan dirimu karena ilmu yang kau miliki. Tetaplah rendah hati. Karena setinggi-tingginya gunung, masih ada yang lebih tinggi lagi, yaitu langit," kata kakeknya menasihatinya dengan panjang lebar dan penuh kesungguhan.
"Akhir-akhir ini, kejahatan semakin merajalela dan semakin brutal. Banyak terjadi perampokan, pembunuhan dan pemerkosaan di mana-mana. Itu semua sekarang menjadi tugas dan tanggung jawabmu untuk menumpas dan memerangi mereka, para penjahat itu," lanjut kakeknya, memberikan tugas mulia kepada Rangga.
Rangga mendengarkan semua petuah dan wejangan dari kakeknya dengan penuh khidmat dan saksama, tanpa berani memotong sedikit pun perkataan kakeknya. Dia menanamkan semua nasihat itu di dalam hati dan pikirannya.
Tidak lama kemudian, sang Kakek mengambil sesuatu dari dalam sebuah kotak kayu tua (peti) yang tersimpan rapi di dalam kamarnya. Ia mengeluarkan dua bilah pedang kembar yang berkilauan dari dalam kotak kayu itu. Pedang itu tampak sangat indah dan memancarkan aura yang kuat.
"Ambillah pedang kembar pusaka ini, Rangga. Pedang ini akan melengkapi dan menyempurnakan jurusmu. Dengan pedang ini, kau akan terbantu dalam usahamu untuk menegakkan kebenaran, memberantas kejahatan dan menolong mereka yang lemah dan tertindas," kata kakeknya sambil memberikan sepasang pedang pusaka itu kepada Rangga.
Rangga pun menerima pedang kembar itu dari tangan sang Kakek, lalu mengamatinya dengan penuh kekaguman. Dia terpukau dengan keindahan dan kekuatan yang terpancar dari pedang itu.
"Ada pedang lain yang lebih hebat dan lebih dahsyat lagi dari pedang kembar ini, Rangga. Jika suatu saat nanti kau berjodoh, mungkin kau akan menemukannya. Pedang itu akan menjadi pasangan yang sempurna untukmu," terang sang Kakek, mengungkapkan sebuah rahasia.
"Jadi, masih ada lagi pedang lain yang lebih hebat dan sakti dari pedang kembar ini, Kek?" tanya Rangga, penasaran dan tidak percaya.
"Benar sekali, Rangga. Tapi Kakek tidak tahu, apakah kau berjodoh dengan pedang itu atau tidak. Hanya waktu yang akan menjawabnya," jawab kakeknya dengan misterius.
"Agar pedang kembar ini tidak mengundang perhatian dan kecurigaan dari orang-orang jahat, sebaiknya kau sembunyikan dan satukan pedang itu dengan tubuhmu, Rangga," saran sang Kakek.
Mendengar perkataan kakeknya, Rangga menjadi bingung dan tidak mengerti maksud dari perkataan kakeknya. Bagaimana mungkin menyembunyikan pedang di dalam tubuh?
"Tapi, bagaimana caranya agar pedang ini bisa menyatu dengan tubuhku, Kek? Aku tidak mengerti," tanya Rangga, mengungkapkan ketidaktahuannya.
"Begini caranya, peganglah kedua gagang pedang itu erat-erat dan berkonsentrasilah dengan penuh. Pusatkan seluruh pikiran dan tenagamu. Lalu bayangkan pedang itu berubah wujud menjadi cahaya yang sangat terang. Bayangkan cahaya itu masuk dan menyatu ke dalam tubuhmu, maka dengan sendirinya, pedang itu akan menyatu dengan dirimu," jelas kakeknya dengan sabar.
Rangga pun melakukan semua yang diperintahkan dan sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh sang Kakek. Dia memegang erat gagang pedang, memejamkan mata, memusatkan konsentrasi, dan membayangkan pedang itu berubah menjadi cahaya. Dan keajaiban pun terjadi, pedang kembar itu perlahan-lahan berubah menjadi cahaya yang sangat terang, lalu cahaya itu masuk dan menyatu ke dalam tubuh Rangga.
"Ternyata pedang pusaka itu memang berjodoh dengan dirimu, Rangga. Kau memang orang yang tepat untuk memilikinya. Nah, ketika kau akan menggunakan pedang itu, kau tinggal memusatkan pikiran dan membayangkan pedang itu berada di kedua tanganmu, maka pedang itu akan muncul dengan sendirinya di genggamanmu," kata kakeknya menjelaskan, merasa lega karena pedang pusaka itu jatuh ke tangan yang tepat.
Karena malam sudah semakin larut, akhirnya sang Kakek pun mengakhiri semua nasihat dan wejangannya kepada Rangga. Dia berharap Rangga akan menggunakan semua ilmu dan pusaka yang diwariskan kepadanya dengan sebaik-baiknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Zainal Arifin
lanjutkan min
2024-06-08
1
Putra_Andalas
habis nonton berita LN nih pasti ,makanya kpkiran...🤣
2024-05-19
1
glanter
luar negeri....😂😂😂
2023-09-17
1