Setibanya di Rumah Sakit Nara langsung masuk," sus...suster, cepat tolong bawain roda," Nara berteriak meminta tolong kepada suster jaga di IGD.
Aku ikut mendorong Mba Aura masuk ke IGD, dok tolong lakukan yang terbaik, berapapun biayanya. Observasi memang lumayan lama, Mang Ujang masih setia menunggu di ruang tunggu.
"Keluarga pasien Nyonya Aura," terdengar panggilan dari ruang IGD, aku segera berlari menuju sumber suara.
"Iya sus, saya anggota keluarga Ibu Aura, bagaiman keadaannya sus,?" tanya Nara dengan khawatir.
"Begini Bu, Nyonya Aura ada masalah dengan Jantungnya, jadi Ibu Aura kami masukkan ke ruang ICU terlebih dahulu. Nanti setelah keadaannya mulai membaik kami pindahkan ke ruang perawatan. Nara mendengarkan setiap penjelasan dokter.
Aku pasrahkan kepadamu Ya Allah.
Aku berjalan mendekati Mang Ujang yang duduk sendirian, "Mang, jangan kabari Tuan dulu ya, nunggu dia pulang saja. Aku mendekat ke pintu kaca, di sana terlihat Mba Aura lengkap dengan alat medis di sekelilingnya. " Andaikan semalam aku gak cerita soal Mas Nando sama Lina mungkin Mba Aura tidak akan seperti ini.
"Maaf Bu...," Dokter Reza membuyarkan lamunanku.
"Iya dok, bagaimana keadaanya dok, kapan dia di pindah ke ruang rawat inap,?"
"Nanti setelah kondisinya membaik, dia sudah sadar, kamu boleh masuk melihatnya, pakai pakaian khusus untuk ruang ICU.
"Baik dok, terima kasih," Nara segera memakai pakaian yang di maksud oleh dokter Reza.
Nara masuk mendekat ke arah Aura, dia menatap tubuh lemah yang terbaring di ranjang pasien. Wajahnya pucat sekali.
" Mba...mba...apa kamu mendengar suaraku, ini aku Nara..." Nara menitikkan air mata, dia mengusap rambut Aura dan menciumnya.
"Hmmm..." hanya itu jawaban dari Aura.
Nara menatapnya lekat-lekat, apa yang harus aku lakukan, apa aku harus kabari Mas Nando atau nunggu dia pulang. Tidak lama Nara di dalam ruang ICU karena di batasi jamnya, Nara pun keluar dari ruang ICU.
****
Nando berencana pulang ke Jakarta hari ini, dia sudah siap berkemas. Lina sedang berada di bawah, dia sedang menelpon seseorang entah dengan siapa. Nando menuruni tangga berjalan menuju ruang tengah, pandangan Nando menyapu ruangan tapi tidak menemukan yang di cari.
"Kemana dia, Lin..." Nando mencari Lina ke belakang.
"Ngapain kamu di sini, telepon sama siapa barusan,?"
"Ini...emm, anu...telepon Dela Mas," jawabnya gugup.
Mereka duduk di belakang sebentar," Mas, apa yang akan Mas lakukan sama Nara, dia sudah berani banget mempermalukan Mas di depan umum. Aku curiga deh Mas, jangan-jangan Dika sama Nara masih menjalin hubungan kasih," Lina mencoba meracuni otak Nando.
Nando terdiam tidak menjawab satu pertanyaanpun," apa iya ya...jangan-jangan di belakangku mereka selingkuh," Nando mulai percaya hasutan Lina.
Lin, mungkin aku di Jakarta agak lama, jaga kandunganmu baik-baik. Salam buat Ibu.
Lina mengikuti Nando menuju mobil, setelah deru mobil semakin menjauh Lina masuk kembali ke dalam rumah.
" Yess...aku bebas, merdeka...
"Buu...kesini, cepat," teriak Lina, sang Ibu dengan cepat mendatangi sumber suara.
"Bu, kalau mau belanja ambil uang di dompetku ya, buat semingguan Bu, ambil aja di lemari.
"Lin, suami kamu udah transfer apa belum minggu ini, Ibu pengin beli tas, ada produk baru, bagus banget...gak mahal kok cuma 25 juta," tanpa rasa canggung sang Ibu menyebut nominal 25 juta.
"Lin, kamu minta tambahan jatah dong jangan cuma 100 juta, dia kan banyak uang, bilang aja buat persiapan bayinya.
"Sabar Bu, belum saatnya...nanti Mas Nando curiga, kalau kita mau nguras hartanya.
"Nih ATM nya, ini pin nya...ambil seperlunya aja buat bayar tas, uang belanja ambil di dompet. Hari ini Dela sama Ike mau kesini Bu. Ike itu Notaris yang mau bantu aku untuk urus sertifikat rumah pindah namaku Bu, mobil juga nanti aku pindahkan atas namaku.
Setelah kepergian Ibu, bel rumah berbunyi," ting...tong...
Lina beranjak keluar, melihat siapa yang datang.
"Hai, Ike, Dela..."sapa Lina.
"Haii juga" keduanya menjawab balik.
"Lama gak ketemu, udah sukses nih..." puji Lina.
"Kamu yang udah jadi Ibu Bos, gimana kabar suamimu, lagi di mana sekarang," tanya Ike penuh selidik.
"Tenang saja kita aman, bebas dari sandiwara, dia sedang pulang ke Jakarta.
Mereka tertawa lepas tidak ada yang merasa terganggu.
Lina menceritakan tentang apa yang di alaminya, bahwa sertifikat rumah ini dan mobil masih atas nama Nando. Ike menjelaskan bagaimana caranya supaya bisa pindah ke tsngan Lina.
"Harus ijin sama suami dulu, kamu rayu dong..." Ike mengejeknya.
"Baiklah, nanti sepulang dari Jakarta aku akan merayunya, supaya dia mau menyerahkan semua hak ku.
"Eh, Del...kamu gimana, kapan kalian menikah," tanya Lina.
"Sejak kejadian itu, Dika jarang sekali komunikasi, sampai akhinya dia datang ke rumah dan memutuskan aku tanla alasan yang jelas.
" Maafin aku ya Del, aku ga nyangka kalau semuanya akan berakhir seperti itu," Lina memegang pundak Dela.
"Aku juga awalnya gak tau kalau Nara itu istrinya Nando, aku kaget saat melihat Nara berjalan dengan amarah yang memuncak mendekati kamu dan langsung memukulmu.
"Ya gak apa-apa, toh Nando lebih membela aku ketimbang istrinya, itu berati aku punya nilai plus di banding istrinya.
Lama mereka saling bagi kisah.
"Ya udah Lin, kita pamit dulu...nanti kalau ada apa-apa kamu telepon aku aja, OK..." Ike menyatukan ibu jari dengan telunjuknya.
****
Nando tiba di rumahnya, dia langsung masuk ke dalam rumah.
" Bi, kenapa rumah sepi sekali, mana Bara,?" mobil Nara juga gak ada, kemana mereka.
"Anu-ini, Tuan...Emm Bara lagi main di halaman belakang, Kang Ujang sama Nyonya Nara lagi di Rumah Sakit," jawab Bi Ijah dengan terbata-bata.
"Siapa yang sakit Bi," tanya Nando dengan tidak sabar.
"Nyo-nya Aura Den.
"Ap...kenapa gak ada satupun yang kasih kabar Bi, di Rumah Sakit mana Aura di rawat Bi.
Bi Ijah memberikan alamat Rumah Sakit pada Nando, dengan kilat Nando menyambar konci mobil yang tergeletak di hadapannya.
Nando bergegas keluar menuju mobil, 20 menit perjalanan akhirnya Nando sampai pada alamat yang di tuju. Dia langsung masuk mencari ruangan Aura. Tanpa salam Nando langsung menerobos masuk ke dalam. Di lihatnya Aura yang terbaring lemah di ranjang pasien, tidak jauh dari Aura terlihat Nara tertidur sambil duduk di sofa.
Nando mendekati Aura, perlahan dia mengusap rambut Aura dan menciumnya. Aura menggeliat bangun, kaget melihat Nando sudah ada di sampingnya.
"Maafkan aku...
"Tidak usah minta maaf Mas, Aura memotong kalimat Nando. Aku udah tau semuanya, Nara sudah menceritakannya padaku," Aura melengos menghindari tatapan Nando.
"Kamu harus sembuh, harus kuat demi keluarga kita.
"Keluarga kita,?" keluarga yang mana Mas, saat ini aku ikhlas, seandainya Allah memanggilku sekarang," Dengan mata berkaca-kaca dan hampir tak terdengar suaranya.
"Tidak ada yang aku pertahankan Mas, aku cuma minta tolong, jagain Nara sama Bara, sayangi mereka jangan pernah kau sakiti lagi.
"Uhuk...uhuk..." Aura terbatuk, Nara pun terbangun dan segera menyodorkan sedotan yang ada dalam gelas.
"Sudah pulang Mas, kenapa gak kamu tungguin istri barumu yang sedang hamil," pertanyaan Nara bak pedang yang menghujam jantungya. Nando masih teringat jelas kejadian malam itu, dia menarik keluar paksa Nara demi istri mudanya.
Nando menghela nafas," Ra, maafkan aku.
Nara tak menghiraukannya, Nara pun sakit hati bila ingat kejadian malam itu.
Nando duduk di sofa sambil melihat kedua istrinya, Nara menyuapi Aura dengan penuh kasih." Aku memang laki-laki yang kurang bersyukur, hati Aura sangatlah tulus mencintaiku, dia rela berbagi suami dengan Nara demi kebahagiaanku. Ya Allah hukum lah aku...sembuhkanlah Aura.
"Mba...cepet sembuh ya," Nara memegang tangan Aura yang terasa dingin.
"Mba...Mba...Mba kenapa?" Nara menggerak-gerakan pundak Aura. Mba Aura tidak sadar lagi Mas...
Nara segera keluar mencari suster, sus...sus...tolong pasien Aura, dia tidak sadar lagi sus.
"Ok, baik Bu, sebentar," jawab sang suster.
Nara berjalan cepat sekali, dia takut Aura kenapa-napa.
Nara masuk dengan tergesa-gesa, dia melihat Bara, Bi Ijah dan Mang Ujang sudah berada di ruangan. Mungkin Bara kangen sama Aura.
Mereka menjauh dari ranjang Aura, Bara terisak melihat kondisi Aura terdiam dengan mata terpejam. Dokter Reza memeriksa keadaan Aura.
"Suster, tolong siapkan alat pacu jantung," pinta dokter Reza.
Beberapa suster dengan cekatan menyiapkan segala sesuatunya, alat pacu jantung sudah terpasang, dengan segera dokter Reza memualinya.
Kami semua berdo'a untuk kesembuhan Mba Aura, gak tega liatnya, dada Mba Aura terpental seperti itu dengan alat pacu jantungnya.
Mas Nando terduduk lemas di sudut ruangan, mungkinkah dia menyesal dengan apa yang dia perbuat.
"Bagaimana dok, gimana Mba Aura,"tanyaku pada dokter Reza.
"Saya minta semua keluarga mendo'akannya, saat ini hanya do'a yang mampu memberi keajaiban pada Ibu Aura.
Aku sama Bara mendekati Mba Aura, ada butir air mata yang jatuh menetes di sudut matanya. Bara mencium kening Aura, sambil menggenggam tangan Aura. Bi Ijah, Mang Ujang dan juga Mas Nando berdiri di sekeliling Mba Aura. Alat medis masih terpasang tapi tubuh Mba Aura sudah pasrah, tangannya semakin dingin hanya tegukkan di leher yang masih terlihat, Bara semakin erat memeluk tubuhnya.
Dokter Reza mendekat, memeriksanya kembali, " maaf kepada semuanya, ibu Aura sudah tidak ada, dia sudah pergi dengan tenang di samping orang-orang yang dia cintai.
Suster melepaskan semua alat yang menempel di badannya.
****
Di episode ini dan selanjutnya akan menguras habis air mata kita.
Jangan lupa, like vote love nya dan komentar bawelnya di tunggu ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Nita Herawati
bikin c nando dan c pelakor jadi oengemis.... jadi kaya sinetron.. kumenangiiiis membayakan.
asal jngn panjang2 masalahnya ya thor
2021-08-07
0
Uchi Mulyani
😭😭 sakit hati aku bacanya Thor 😭😭😭
2021-06-26
0
siti fatimah
sedih thor😭😭😭
2021-06-13
0